Bagaimana rasanya ketika suami yang Aurel selalu banggakan karena cintanya yang begitu besar kepadanya tiba-tiba pulang membawa seoarang wanita yang sedang hamil dan mengatakan akan melangsungkan pernikahan dengannya? Apakah setelah ia dimadu rumah yang ia jaga akan tetap utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Tiga Puluh
Aurel menangis bahagia begitu Yasmin mengatakan jika kedua bayinya selamat, ia tidak menyangka akan melahirkan diusia kehamilannya yang belum genap sembilan bulan.
"Aku panggilin perawat dulu ya, buat mastiin kondisi kamu sudah stabil," ucap Yasmin, Aurel mengangguk setuju.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aurel, Yasmin menekan tombol khusus yang ada di atas kepala Aurel untuk memanggil perawat atau dokter ke ruangannya.
Tidak sampai lima menit, satu orang suster datang dan menghampiri Aurel yang masih terbaring lemas di brangkar.
Perawat itu meminta izin untuk memeriksa keadaan Aurel, mulai dari mata, cairan infus, detak jantung bahkan melihat bekas jahitan Caesar Aurel yang masih sangat basah.
"Kondisi bu Aurel sudah stabil, tapi tolong untuk seminggu ini bu Aurel tidak boleh banyak bergerak karena luka jahitannya yang masih sangat basah, lalu apabila cairan infusnya sisa sedikit bisa memanggil perawat untuk menggantinya dengan yang baru," beritahu perawat itu.
Aurel dan Yasmin mengangguk-angguk mengerti itu artinya Aurel akan menginap di rumah sakit selama seminggu, ia tidak masalah sama sekali, lagi pula benar kata perawatnya, luka jahitan di perutnya masih sangat basah.
"Baik, terima kasih, suster," ucap Aurel menyunggingkan senyumnya yang dibalas anggukan oleh perawat.
"Sama-sama, saya permisi dulu!"
Setelah perawat itu pergi, Yasmin kembali mendekati Aurel dan menatap matanya cukup dalam, Aurel merasa ada yang aneh dengan Yasmin segera menyentuh lengannya pelan.
"Ada apa? Kenapa menatapku begitu?" tanya Aurel.
Yasmin menghela napas kasar, apa Aurel lupa jika kejadian yang membuat ia harus dioperasi mendadak karena ulah suaminya sendiri? Sepertinya Aurel harus kembali mengingatkannya, bagaimana pun, Erven yang paling bersalah disini.
"Kmu lupa siapa yang menabrakmu hingga kamu mengalami pendarahan dan mengharuskan kamu melahirkan lebih cepat dua bulan dari yang seharusnya?" tanya Yasmin mendudukan bokongnya pada kursi yang ada di sebelah brangkar.
Aurel mengerutkan keningnya? Benar juga, bukankah ia bisa sampai seperti ini karena ada seseorang yang menabraknya? ia mencoba mengingat orang itu, begitu ingat, kedua tangannya langsung mengepal erat, walaupun ia saat itu tengah mengalami sakit pada perutnya dan juga mengalami pendarahan, ia sempat bertatapan dengan orang itu. Erven. Suaminya sendiri yang menabraknya, dan dengan tidak bertanggung jawabnya laki-laki itu tidak datang untuk menolongnya atau bahkan sekedar meminta maaf.
"Ingat?" tanya Yasmin yang diangguki Aurel.
"Aku masih tidak Terima dengan sikap Erven kepadamu, Aurel, bagaimana pun ia harus merasakan bagaimana rasanya ada di posisimu, sampai kapan pun aku tidak iklas jika kamu memaklumi sikapnya yang berada di luar batas, tidak ada suami yang tega memperlakukan istrinya yang tengah hamil dengan perlakuan buruk, jika ia memang masih mencintaimu, seharusnya ia tidak membuatmu menderita, kamu sedang mengandung anaknya, tapi sampai saat ini pun dia tidak pernah melihat keadaanmu bahkan dia tidak tahu jika kamu melahirkan anak kembar," Emosi Yasmin kembali meledak begitu teringat bagaimana buruknya Erven memperlakukan Aurel.
Aurel diam, jika Yasmin sudah marah seperti ini, ia tidak bisa membantahnya, jika ia berani berkata sedikit saja emosi Yasmin akan semakin meledak, jadi lebih baik ia diam saja, lagipula semua ucapan Yasmin ada benarnya.
"Aku tidak habis fikir dengan Erven, mengapa sikap Erven yang dulu hilang? Aku masih tidak percaya sikapnya berubah sembilan puluh derajat hanya karena wanita murahan seperti Jihan," hingga kata-kata penghinaan keluar dari bibirnya.
"Jangan seperti itu, tidak ada yang suka jika dihina dengan kata murahan, Yasmin," nasihat Aurel, ia bahkan tidak pernah berani men-judge Jihan dengan kata 'murahan', ia hanya takut kata-kata yang itu terdengar di telinga suaminya yang pasti akan terjadi keributan setelahnya dan ia akan dihina balik Oleh suaminya demi membela istri keduanya.
"Memang benar Aurel, Jihan itu wanita murahan, jika ia memang bukan wanita murahan seharusnya ia tidak merebut Erven darimu, apalagi ia rela menjadi selingkuhan Erven agar bisa bersamanya," balas Yasmin, ia tidak akan pernah berhenti menyesali keputusannya dulu yang membantu Erven agar bisa memenangkan hati Aurel.
"Aku tidak tahu harus apa Yasmin, semuanya sudah terlanjur, aku tidak bisa mundur," lirih Aurel.
"Cerai Aurel, ceraikan pria brengsek itu, ia tidak pantas untuk bersanding denganmu, Erven memang lebih pantas bersanding dengan wanita gampangan, harga diri kamu terlalu tinggi untuk diinjak-injak dengan Erven,"
Aurel menatap Yasmin terkejut. Cerai? Ia bahkan baru saja selesai melahirkan, tidak mungkin bisa bercerai dengan Erven.
"Gak bisa, aku sudah punya anak Yasmin, aku tidak mau anak-anakku kehilangan sosok ayah di hidupnya," tolak Aurel, ia masih bisa mempertahankan pernikahannya dengan Erven demi anak-anaknya.
Yasmin terdiam. Benar juga apa kata Aurel, ia tidak boleh egois untuk kepentingan dirinya sendiri, sekarang ada anak-anaknya yang bukan hanya butuh sosok seorang ibu, tapi juga butih sosok seorang ayah.
"Maaf, aku tidak berfikir sampai sejauh itu," lirih Yasmin merasa bersalah karena dengan entengnya dia benyuruh Aurel bercerai dengan Erven.
Aurel tersenyum, "Tidak apa-apa, aku tahu kamu sangat marah dengan sikap Erven, aku memakluminya,"
***
Erven termenung di lorong rumah sakit, Jihan baru saja tertidur setelah mengamuk karena lagi-lagi kehilangan bayinya, ia bahkan sampai memukul-mukul Erven yang berusaha untuk menenangkannya. Berkali-kali Jihan merancau jika ini semua salahnya karena berjalan melewati tangga, bahkan sesekali Jihan menyakiti dirinya sendiri untuk melampiaskan penyesalannya.
Erven bahkan sampai harus memanggil dokter untuk menenangkan Jihan yang semakin ngamuk, dan selang sebelum Jihan kembali menyakiti dirinya sendiri, dokter datang dan membius Jihan yang perlahan-lahan kehilangan kesadarannya.
Erven mengacak-acak rambutnya kasar, ia tidak pernah mengalami masalah seberat ini, ia bingung apa yang harus ia lakukan nanti ketika Jihan bangun, ia tidak tega melihat Jihan yang mengamuk dengan menyalahkan dirinya sendiri, Erven tahu jika berita ini akan membuat Jihan marah, mungkin karena ia sudah sejak lama mengharapkan bayi dari keturunan orang yang dicintainya, jadi Jihan akan memberikan reaksi seperti tadi ketika tahu ia kehilangan bayinya lagi.
Mungkin nanti Erven akan memaksa Jihan untuk berhenti kerja jika ia kembali hamil. Erven tidak akan pernah membiarkan lagi dirinya dan Jihan kehilangan calon buah hati mereka.
bye bye aja lah