THE CHEF STORY

Rumah utama Xiao gaduh, nenek Gong tidak terima karena kembali menelan kekalahan.

Amarahnya meledak, saat mengingat jika Xiao Yun bisa berdiri lagi diatas kedua kakinya.

"Kau bilang apa tadi, A-Yun sudah bisa berjalan lagi sekarang..?"

Kakek Xiao melonjak kaget, mendekati nenek Gong untuk memastikan apa yang barusan ia dengar.

Nenek Gong mendengus geram "iya, rumor itu ternyata cuma kebohongan."

Kakek Xiao mengusap wajahnya dengan kasar lalu berkancah pinggang.

Sepertinya mengusir keluarga cabang kedua adalah keputusan yang salah.

Nyonya Mei datang bergabung, siap menyalakan sumbu untuk membakar amarah mertuanya.

"Ayah, ibu..! sepertinya mereka sengaja melakukan itu..? pura-pura cacat dan menyebarkan rumor palsu."

Alis kakek Xiao menukik tajam, mata nenek Gong mendelik nyalang.

"Apa maksudmu..?"

"Ibu, bukankah A-Yun itu sangat pintar..? mereka pasti tahu jika dimasa depan A-Yun bisa lulus ujian negara dan menjadi pejabat. Mereka sengaja berpura-pura agar dipisahkan dari keluarga, supaya dimasa depan tidak berbagi kemakmuran."

Kakek dan nenek Xiao bertukar tatapan.

Masuk akal juga apa yang dikatakan menantu bungsunya itu.

"Kurang ajar sekali mereka..? serakah, tidak tahu diri." suara nenek Gong meninggi.

"Ini pasti ulah jalang kecil Liu itu. Sejak pertama kali dia datang kerumah ini, aku sudah bisa menilai kalau dia itu licik dan berhati hitam."

Ayo nyonya Mei, terus taburkan racun untuk ditelan oleh mertuamu. Kau mau memakai tangan mereka untuk balas dendam kan..?

Buat kedua orangtua itu muntah darah karena marah.

"Dulu keluarga cabang kedua sangat patuh, tapi setelah kedatangan jalang Liu itu mereka berubah. Ayah, ibu..! kita harus memisahkan A-Yun dengan istrinya. Kalau tidak, dimasa depan dia yang akan menikmati nama besar A-Yun."

Tuan dan nyonya Xiao sama-sama memutar otak, saling melirik dengan sinaran penuh makna.

Sedangkan nyonya Mei menyeringai licik.

Nyonya Mei sangat mengenal mertuanya yang tamak. Dikompori dengan mengulik kekayaan, kesuksesan dan kemakmuran, tentu akan mudah tersulut emosi.

"Suamiku, kau harus bertindak. Jangan sampai jalang sialan itu mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milik kita." kata nyonya Gong.

Kakek Xiao mengangguk "kau tenang saja, aku akan membuat A-Yun menceraikan rubah liar itu."

Mereka tidak menyadari jika obrolan itu dicuri dengar oleh Xiao Muli, yang kini sudah bersorak riang.

Sedangkan Xiao Yong yang baru pulang mengangkut tebu, langsung melengos pergi menuju rumahnya.

"Dage...!"

"Kau sudah pulang...?"

Sapa Xiao Shi dan tanya nyonya Ying.

"Berulah apalagi mereka..? aku dengar teriakan nenek tadi."

Nyonya Ying dan Xiao Shi langsung bercerita tanpa titik dan koma.

"Ck, jalang itu..!" umpat Yong yang ditujukan bagi Xiao Muli.

"Dage, aku ingin bekerja. Apa kau bisa membantuku dengan bertanya kepada Yan niang..?"

"Iya, ibu juga ingin bekerja. Ibu sudah lelah disini, tolong kami Yong'er..!"

Xiao Yong menatap ibu dan adiknya penuh iba. Ia tahu betul penderitaan mereka, jika ia dan ayahnya tak ada dirumah.

Xiao Heilan yang bekerja dikota memang jarang pulang.

Dalam satu bulan, cuma dua kali Xiao Heilan diberi libur. Pekerjaannya juga bisa dari pagi sampai malam. Jadi untuk setiap hari pulang tentu tidak bisa, walau cuma satu jam perjalanan saja.

Lagi pula kalau pulang setiap hari akan menghabiskan banyak uang untuk biaya masuk kekota dan ongkos perjalanan.

"Besok aku akan tanyakan kepada Yan niang, kalian bersabar ya..?"

Nyonya Ying dan Xiao Shi tersenyum, mengangguk patuh.

Mereka bertiga saling merangkul sesaat.

Xiao Yong mengeluarkan tanghulu dan roti daging dari saku bajunya.

"Makanlah, tadi Yan niang memberikannya padaku."

Netra Xiao Shi berbinar, begitu juga dengan nyonya Ying.

Kedua makanan itu amat sangat jarang mereka nikmati. Kalau tidak salah, terakhir kali mereka makan itu sekitar empat bulan lalu.

"Kunci pintunya dulu..!" bisik nyonya Mei.

Xiao Shi bergegas memasang palang kayu, lalu dengan lahap memakan roti daging dan tanghulu.

"Tadi Yan niang memberi aku satu tahil perak lima puluh wen. Ibu mau menyimpannya..?"

Nyonya Ying menggeleng "kau saja yang simpan. Nenekmu itu selalu memeriksa lemari ibu."

Xiao Yong mengangguk "tapi nanti kalau kalian butuh apa-apa, bilang saja padaku ya..?"

Nyonya Ying dan Xiao Shi kompak mengiyakan.

Sementara itu dirumah keluarga Xiao cabang kedua, kesibukan masih nampak terlihat.

Selepas tuan Lu dan kepala koki Jiao Tong pergi, aktifitas yang sempat tertunda mereka lanjutkan.

Xiao Yun yang masih merasakan amarah, sejak sore tadi diam membisu tanpa ada senyum.

"Ibu harus bisa melawan mereka, jangan terus mau ditindas." sengit Xiao Yun menyahuti nasehat ibunya.

"Yun'er, mau bagaimana pun dia itu orangtua."

"Orangtua macam apa yang menyiksa keluarganya sendiri..?" sambar Liu Liyan.

"Ibu bisa diam saja dipukuli, tapi kami tidak bisa menerimanya. Apa ibu pernah memikirkan bagaimana perasaan kami saat melihat ibu dipukuli..?"

Guo Xia tercenung, apa yang diucapkan menantunya menancap tepat dijantung.

Benar, dia tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan anak-anaknya.

Ia fikir dengan diam saja ketika dipukuli, itu sudah akan bisa menjauhkan anak-anaknya dari rasa sakit.

Nyatanya bukan nenek Gong yang menyakiti anak-anaknya dengan pukulan, tapi Guo Xia sendiri yang menyakiti dengan kebodohannya.

Guo Xia menghela nafas sesal "maaf, ibu tidak berfikir sejauh itu."

Xiao Yun menghela nafas, meraih telapak tangan sang ibu yang berada diatas meja.

"Ibu bisa mengerti kan..? jadi mulai sekarang jangan diam saja, ibu harus berani untuk melawan. Persetan dengan penilaian orang lain, yang merasakan sakit itu kita."

Guo Xia mengangguk, mengusap lengan putra pertamanya dengan penuh kasih. "Maafkan ibu..!"

Senyum manis nan meneduhkan akhirnya terbit dari bibir Xiao Yun.

Liu Liyan, Xiao Yue dan Xiao Yan, turut terbawa suasana.

Dimasa depan tidak akan ada lagi kesempatan untuk keluarga utama menindas mereka. Guo Xia akan melawan, Xiao Yue dan Xiao Yan akan turun tangan membantu.

Xiao Yun dan Liu Liyan, akan menjadi algojo untuk mengeksekusi diakhir permainan.