Mistis dan hal ghoib bagi Nayla hanyalah mitos sebelum dia mengalami kejadian yang membuatnya terpaksa mempercayai hal-hal yang berbau suprantural itu setelah mengalaminya sendiri.
Meninggal akibat konspirasi suami dan kakak angkatnya, Nayla hidup kembali ditubuh seorang gadis dengan nama yang sama dengannya yang memang telah disiapkan untuknya.
Siapakah orang yang sengaja membangkitkan jiwa Nayla?
Mampukah Nayla membalaskan dendam dan menguak teka-teki kehidupannya?
Penasaran...
Ikuti kisah Nayla dalam membalas dendam yang sarat akan hal mistis dan ghoib, yang tentunya sangat menegangkan dan membuat jantung kita berdegub kencang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TEROR
Krieeettt...
Krieeettt...
Krieeettt...
Bunyi pintu berderit memecah kesunyian malam, membuat Gisel yang pada awalnya masih cuek, namun lama kelamaan, telinganya pun merasa risih, iapun membuka matanya lebar-lebar dan bangun.
Gisel mengedarkan pandangannya, menyapu setiap sudut ruangan, namun dia tak menemukan siapapun disana.
“Siapa sih malam-malam iseng begini”, gumannya menggerutu.
Kunti yang berada disana, terkikik pelan, suara tawanya tentu saja membuat bulu kudu Gisel merinding hingga diapun segera menaikkan selimut hingga menutupi kepalanya sambil meringkuk.
Melihat Gisel ketakutan, Kunti pun segera mengkode teman-temannya untuk beraksi dan mereka tak akan berhenti hingga fajar menjelang.
Didalam ruang rawatnya, Gisel semkain meringkuk dibawah kasur dan berharap dia bisa segera terlelap agar tak lagi mendengar suara-suara tawa kuntilanak yang terus tertawa cekikikan ditelinganya.
Begitu suara tawa menakutkan itu berhenti, Gisel merasa jika selimut bagian bawahnya terangkat dan sebuah tangan yang snagat dingin menyentuh kakinya dan ingin menarikanya.
“Aaarrghhh...tidak! lepaskan aku!”, teriaknya sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan harapan tangan yang memegang kedua pergelangan kakinya terlepas.
Gisel terus berteriak sambil menhentakkan kedua kakinya dengan kedua mata tertutup rapat.
Setelah tak lagi merasakan tangan dingin dipergelangan kakinya, dengan cepat Giseil menarik selimut yang tadi sempat tersingkap dan kembali meringkuk seperti bola dengan degub jantung beredat cepat.
Untung saja jantung Gisel telah diberi lapisan kekuatan tadi ketika jiwa Nayla dengan sengaja menyentuhnya, sewaktu Gisel berada dalam kondisi tak sadarkan diri dalam ruang penanganan, jadi setakut apapun Gisel sekarang, meski jantungnya berdetak sangat kencang, wanita itu tak akan merasakan sakit seperti jika berada dalam keadaan normal.
Karena jantungnya tak lagi merasa sakit maka secara otomatis, Giselpun tak akan mudah pingsan meski dia mengalami ketakutan yang teramat sangat.
Kunti yang telah mengantongi informasi penting tersebut pun tak lagi menyia-nyiakan kesempatan yang ada sehingga membuat permainan malam ini menjadi semakin seru.
Hanya dengan sekotak besar dupa, kemenyan dan sesajen, semua mahkluk astral yang ada dirumah sakit ini langsung mengikuti perintah Nayla untuk bersenang-senang dengan Kunti malam ini.
Nayla sendiri tak menyangka jika mengendalikan para makhluk halus ini cukup mudah, hanya dengan sogokan makanan yang menjadi kesukaan mereka, semuanya akan mengikuti perintahnya tanpa syarat.
Gisel yang sudah meringkuk hampir satu jam sambil sesekali tangannya bergerak untuk menghalau tangan-tangan dingin yang berusaha menarik kakinya, kini merasa badannya kaku semua.
Merasa diluar sudah mulai tenang dan tangan –tangan asing itu tak lagi merabanya, sambil menekan rasa takut yang ada, Giselpun mulai meluruskan tubuhnya dalam posisi terlentang, masih dengan selimut yang membungkus seluruh tubuhnya.
Baru seperkian detik Gisel merasa lega ketika tubuhnya mulai terasa rilek, tiba-tiba dia mencium bau yang snagat menyengat, seperti bau bangkai yang telah lama membusuk.
Dengan penuh tekad, Gisel yang terus menekan rasa takut dalam hatinya, perlahan membuka kedua matanya.
“Aaargggh!”
Gisel kembali menjerit histeri begitu dia melihat didepan matanya, diatas tubuhnya ada wajah rusak penuh nanah dan belatung menyeringai lebar didepannya.
Tes...tes...tes....
Nanah bercampur darah terus menetes kewajah Gisel, aroma busuk yang terhirup, membuat perutnya bergejolak.
Namun Gisel tak bisa berbuat apapun karena tubuhnya telah membeku, tak bisa digerakkan.
Bahkan suara yang tadi keluar dengan lancar kini seolah tercekat ditenggorokan, sulit untuk dia keluarkan.
Hanya kedua bola matanya saja yang bergerak liar kesana kemari, berusaha menghindari tatapan tajam mahkluk menjijikkan yang ada diatasnya.
Masih diselimuti rasa takut dan jijik yang begitu dalam, tiba-tiba Gisel merasakan ada tangan dingin menyentuh lehernya dan tak lama kemudian, kuku-kuku tajam mulai menusuk kulit lehernya, membuatnya merasakan rasa sakit yang teramat sangat.
Bukan hanya menusuk kulit lehernya, satu tangan dingin tersebut juga mencekiknya hingga dia kesulitan bernafas.
Saat ini wajah Gisel sudah mulai membiru akibat kekurangan oksigen dan air matanya deras mengucur dipipinya dengan tatapan penuh kesakitan.
Kunti yang melihat Gisel hampir mati perlahan menepuk pundak temannya, dan tangan yang tadi mencekik leher Gisel tiba-tiba mengendur dan kuntilanak itupun mengilang, meninggalkan Gisel dengan pakaian bawah yang basah akibat terlalu takut hingga terkencing-kencing.
Gisel mengusap wajahnya dengan kasar sambil sesekali menngusap lehernya yang masih terasa perih.
Dia sama sekali tak menyangka jika rumah sakit ini sangat angker hingga para penghuninya terus mengganggunya dan tak membiarkannya beristirahat dengan tenang.
Meski sedikit takut, Gisel yang sudah tak nyaman dnegan pakaianya yang basah, perlahan turun dari atas ranjang untuk berganti pakaain dan membersihakn diri didalam kamar mandi.
Baru juga kedua kakinya menapak, suara derit pintu kembali terdengar nyaring, membuat bulu kudnya berdiri.
Sambil memegang tiang infuse, Gisel melangkah mendekati pintu. Dia tampak mengamati bagian bawah pintu yang terdapat lapisan karet yang bisa meredam suara ketika dibuka dari luar.
Tak puas melihat pintu depan, diapun berjalan menuju kearah pintu kamar mandi, jendela kamar, untuk memastikan semuanya.
“Semuanya memakai karet peredam. Lalu, suara yang aku dengar tadi darimana?”, gumannya bingung.
Gisel yang merasa ketakutan pun kembali ke ranjangnya dengan tubuh gemetar.
Baru saja duduk dipinggir ranjang, suara derit pintu kembali terdengar. Kali ini suaranya lebih jelas dan terasa nyata.
Kriiiet... Kriiiet... Kriiiet...
Bunyi gesekan besi ke ubin ini, membuat orang yang mendengarnya merasa ngilu, seperti kulit mereka sedang disayat oleh pisau yang tajam, sedikit demi sedikit hingga sampai ketulang.
Gisel menampilkan ekpresi kesakitan, seperti saat Nayla merasakan bagaimana pisau bedah menyayat daging didadanya secara perlahan.
Kedua pipi Gisel pun telah basah oleh air mata yang entah sejak kapan mulai deras mengalir dari kedua matanya, sambil satu tangannya memegangi dadanya sebelah kiri.
Gisel yang merasakan dadanya basah pun menunduk, melihat telapak tangan sebelah kiri yang dia buat menutup dadanya kini berwarna merah, diapun mulai panik, “Ini...ini darah”, gumannya syok ketika dia mendekatkan tangannya kearah hidung dan mencium aroma anyir.
Pakaian rumah sakit Gisel bagian atas kini telah berubah menjadi merah, dan dia merasa darah didada sebelah kirinya seperti mengalir dengan derasnya.
“Kenapa? Kenapa aku bisa berdarah”, ucapnya panik.
Gisel yang melihat pakaian atasnya sudah hampir semuanya berwarna merah pun bergegas berjalan menuju kamar mandi untuk melihat apa yang terjadi dengan jahitannya.
Begitu berada didalam kamar mandi, dengan tergesa-gesa, Gisel melepaskan satu persatu kancing bajunya.
Kedua matanya melotot sempurna dan mulutnya terbuka lebar begitu dia melihat jantung didalam tubuhnya terlihat jelas dikaca wastafel.
Jantungnya tampak berdenyut, Gisel terus saja memandanginya, takut jika jantung itu berhenti berdenyut maka nyawanya juga pasti akan melayang.
Dari pantulan kaca, tiba-tiba dia melihat ada satu tangan muncul dari belakang bahu sebelah kirinya dengan kuku-kuku panjang berwarna hitam, terus bergerak berusaha mengapai jantungnya.
“Kembalikan jantungku Gisel. Kamu tak berhak untuk memilikinya”
Bisikan lembut ditelinganya, membuat Gisel semakin ketakutan. Apalagi dari pantulan kaca tiba-tiba muncul wajah Nayla yang menatapnya penuh amarah.
“Kembalikan jantungku!”
“Kembalikan jantungku!”
Ucapan Nayla dengan kedua mata melotot penuh dendam, membuat Gisel semakin menggigil ketakutan dan pada akhirnya Giselpun jatuh tak sadarkan diri didalam kamar mandi berbarengan dengan sinar fajar yang mulai menampakkan diri.