Seorang pemuda tanpa sengaja jiwanya berpindah ke tubuh seorang remaja di dunia lain. Dunia dimana yang kuat akan dihormati dan yang lemah menjadi santapan. Dimana aku? Itulah kata pertama yang diucapkannya ketika tiba di dunia yang tidak dikenalnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepuluh
Keluarga Nugraha
Pagi hari, Keluarga kecil Arsa bangun dengan suasana yang ceria. Semua orang telah menerobos ke tingkat yang lebih tinggi setelah menyerap tanaman obat yang diberikan oleh Arsa.
Meskipun sudah berada pada tahap akhir, awalnya mereka merasa kesulitan untuk meningkatkan kultivasi. Namun mengingat waktu dan minimnya sumber daya, mereka hanya bisa pasrah atas kemacetan yang cukup lama.
Bagi Wahyu Nugraha, terobosan ini merupakan berkah yang paling membahagiakan. Selain tingkat kesulitan dari tingkat Keenam ke tingkat Ketujuh, sumber daya langka yang diberikan oleh putranya, telah memberikan peningkatan yang sangat luar biasa.
Bahkan terobosan Wahyu Nugraha sudah mencapai tingkat Ketujuh puncak dari Tahap Penyempurnaan Qi, dan itu hanya dalam waktu satu malam saja, sungguh hal yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.
Ayunda juga tidak terkecuali. Malahan, Ibu Arsa ini telah mencapai Tahap Penyempurnaan Qi tingkat Kelima Menengah. Dan jika berita ini tersebar, dipastikan bisa menyebabkan kegemparan besar dikota Dreams.
“Arsa! Apa kamu sudah bangun?” panggil Wahyu Nugraha sambil mengetuk pintu kamar putranya.
“Ayah! Tunggu sebentar,” sahut Arsa yang sedang berpakaian.
Setelah beberapa saat, Arsa membuka pintu kamarnya. Tetapi ia tertegun, mendapati Ayahnya berdiri didepan pintu sambil melotot kearahnya, seolah sedang melihat hantu.
“Arsa! Bagaiamana Kultivasimu langsung ke Tahap Pembentukan Tubuh Tingkat Kedelapan?” tanya Wahyu Nugraha dengan tidak percaya.
Jelas bagi Wahyu Nugraha, sebelum hari ini, dan itu tepatnya adalah malam tadi, kultivasi putranya ini berada pada Tahap Pembentukan Tubuh Tingkat Kelima.
“Oh, kebetulan tadi malam aku juga menerobos.” jawab Arsa sambil tersenyum, menggaruk bagian belakang kepalanya sendiri.
Padahal, Arsa sudah menanyakan hal ini kepada System sebelumnya. Tubuh Naga Kuno yang telah terbangun ke level sepuluh adalah salah satu penyebabnya.
Di samping itu, berbagai teknik yang ia kuasai juga meningkat. Sehingga teknik Pernapasan tidak lagi memungkinkan untuk menekan Kultivasinya terlalu jauh.
Pun begitu dengan tubuh kekosongan, juga terus menyerap energi alam secara otomatis, yang menyebabkan kekuatan tubuh Arsa terus bertambah tanpa disadari.
System juga menjelaskan, bahwa setelah Teknik Pernapasan mencapai tingkat Kedelapan keatas, maka akan lebih efektif menyembunyikan hingga sepuluh tingkat. Sedangkan untuk saat ini, maksimal hanya lima tingkat.
Dan karena penyesuaian penggunaan, maka tingkat kultivasi yang disembunyikan lebih dari lima tingkat, akan muncul setiap tiga hari, hal itu harus segera di antisipasi oleh Arsa jika tidak ingin terjadi kegemparan.
“Kebetulan? Memang ada menerobos tiga tingkat adalah Kebetulan?” gumam Wahyu dengan heran, tetap menatap putranya itu yang tampak cengegesan didepan wajahnya.
Namun tidak dapat dipungkiri, Wahyu Nugraha juga senang dengan terobosan gila putranya itu. Dengan usianya kali ini, putranya termasuk dalam kategori jenius kota Dreams.
“Kita ke tempat Kakekmu dulu, Arsa. Agar Kakekmu itu tidak khawatir tentang keadaanmu kemarin. “Ajak Wahyu Nugraha, mendapat anggukan langsung dari Arsa tidak lama kemudian.
Ayah dan anak berjalan berdampingan menuju aula utama keluarga. Begitu tiba di aula utama, keduanya melihat lelaki tua usia tujuh puluh tahunan, tampak sedang mondar-mandir dengan ekspresi cemas.
“Ayah!” sapa Wahyu Nugraha memanggil.
“Bagaiamana dengan Ars—-“ belum selesai ia bicara, lelaki tua itu menoleh dan melihat sosok Arsa berada dibelakang putra sulungnya.
Lelaki tua yang tidak lain adalah Patriak Nugraha, yang pada awalnya sangat cemas, seketika digantikan dengan keheranan, “Bagaimana keadaanmu? Apa kamu baik-baik saja? Dan… dan kultivasimu?”
Tiga hari sebelumnya, Patriak Nugraha mengetahui bahwa cucunya ini, Arsa Nugraha, masih berada pada Tahap Kelahiran tingkat Kedelapan.
Namun sekarang, tepat di depan matanya, pemuda belia itu sudah berada pada Tahap Pembentukan Tubuh tingkat Kedelapan. Ini benar-benar diluar imajinasinya.
“Aku baik-baik saja, Kakek. Kebetulan aku mendapat Keberuntungan. “jawab Arsa sambil tersenyum, sedikit membungkuk sebagai tanda hormat.
Seakan tidak mendengar perkataan Arsa, Patriak Nugraha bergegas menghampiri cucunya. Memandangi dari ujung ke ujung, menyentuh tangan, bahu, pipi, hingga mengusap kepala cucu laki-lakinya itu.
Patriak Nugraha tertawa terbahak-bahak disaat berikutnya, diikuti air liur yang muncrat kemana-mana.” Hahaha… akhirnya… akhirnya Jenius Keluargaku kembali.”
Lelaki tua itu segera mengajak putra dan cucunya duduk di dalam ruangan aula. Ekspresi wajahnya sangat gembira sekaligus penasaran dengan apa yang sudah dialami oleh cucunya itu.
“Ceritakan pada Kakek! Apa yang terjadi padamu!” pinta Patriak Nugraha, yang juga adalah Kakek Arsa, ayah dari Wahyu Nugraha.
Tidak menolak, Arsa menceritakan sebagaian kecil apa yang dia alami di dalam Hutan Kegelapan. Namun tentang system, celah batu dan tindakan pembunuhan yang dilakukan Keluarga Bohim, tetap ia simpan di dalam hati.
“Hm, jadi kamu menemukan Pil dan Elixir di hutan itu. Ini sungguh keberuntunganmu, Nak. Keberuntungan bagi Keluarga Nugraha kita, “Ujar Patriak Nugraha dengan gembira.
Sebelum Patriak Nugraha akan melanjutkan pertanyaan lain, Lelaki tua itu menoleh kearah Wahyu Nugraha, tertegun sejenak sebelum bertanya. “Kamu sudah menerobos?”
“Iya, Ayah. Ini berkat Arsa yang memberiku sebuah Elixir, “jawab Wahyu Nugraha dengan antusias.
Patriak Nugraha terdiam, silih berganti antara memandang Arsa dan Wahyu Nugraha. Pikirannya campur aduk saat ini, ada dua situasi yang berkecamuk disaat yang sama.
Patriak Nugraha berkata setelah menghela napas. “Arsa, mungkin aku harus menyampaikan ini, setidaknya kamu tidak salah paham terhadap Kakek dan semua pamanmu.”
Melihat Arsa terdiam dengan alis terangkat, patriak Nugraha melanjutkan, “paman pertama dan Paman Keempat, sebenarnya selama ini selalu mendesak Kakek untuk mengambil sebagian penghasilan mereka sebagai tetua keluarga.
Untuk apa? Untuk diserahkan kepada ayahmu, Nak. Namun ayahmu menolak dengan alasan ia merasa tidak layak menerimanya.”
Mendengar ini, Arsa sedikit menoleh ke kanan, menatap ayahnya yang tertunduk, ada rasa hormat yang begitu dalam di hati Arsa pada sosok ayahnya ini.
Patriak Nugraha melanjutkan, “Selain itu, Keluarga kita mengalami kemunduran dalam dua-tiga tahun terakhir. Sehingga sulit untuk meningkatkan jumlah sumber daya yang berkualitas dalam meningkatkan kekuatan keluarga kita.”
“Paman Ketigamu juga sama dengan Ayahmu. Semenjak dia mengalami kemacetan di Tahap Penyempurnaan Qi Tingkat Keenam, Paman Ketigamu itu tidak ingin menerima sumber daya lebih. Alasannya sama, yakni tidak ingin membebani Keluarga, “imbuh patriak Nugraha, kembali menghela napas panjang.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Kakeknya, Arsa merasakan kehangatan akan keluarga. Ia tidak menyangkan bahwa pamannya yang terlihat acuh tak acuh, ternyata selama ini sangat menyayangi ayahnya.
Hal ini membuat Arsa semakin bertekad bulat, kekuatan keluarga besarnya harus segera dintingkatkan semaksimal mungkin, itulah yang terbesit di dalam benak Arsa saat ini.
“Apakah kemunduran keluarga kita ini ada kaitannya dengan Keluarga Bohim?” tanya Arsa memastikan dugaannya.
Lagi, patriak Nugraha menarik napas panjang sebelum menjawab. “Tidak dapat dipungkiri, ini memang ada kaitannya dengan Keluarga Bohim.
Selain itu, Kekuatan dibelakang Keluarga Bohim adalah Keluarga kelas satu. Dan menurut informasi yang Kakek dapat, Kekuatan dibelakang Keluarga Bohim ini juga merupakan keluarga teratas di kerajaan.”
Hening sejenak, Patriak Nugraha menambahkan. “Apalagi sekarang, Kekuatan Patriak Bohim sudah setengah langkah lagi menuju Tahap Prajurit Alam. Maka kita tidak dapat berbuat apa-apa dengan tindakan arogansi mereka.”
“Bagaimana dengan Tuan kota, Ayah?” Wahyu Nugraha bertanya.
“Haaa… Tuan kota juga tidak bisa berbuat apa-apa. Jabatanya tergantung kepala Distrik, meskipun mediang ayahnya adalah adik seperguruanku, tapi pengaruh keluarga kelas satu di Distrik Florence sangat besar,” ungkap patriak Nugraha, yang lagi-lagi mendesah tak berdaya.
Arsa menyela, “Kakek tenanglah! Suatu hari nanti, tidak ada lagi yang akan menganggu atau menindas keluarga kita.”
Belum sempat patriak Nugraha menanggapi, Arsa mengeluarkan sesuatu yang mengejutkan, “Kakek, aku memiliki ini. Manfaatkan untuk meningkatkan kekuatanmu dalam menerobos Tahap Prajurit Alam.”
Dua Rumpun Rumput Awan Merah dan Pil Mida Bintang Delapan, membuat Patriak Nugraha melebarkan mata tidak percaya, “ini Rumput Awan Merah? Pil Mida Bintang Delapan? Ini sangat langka.
“Cucuku, darimana kamu mendapatkan harta karun ini?” seru patriak Nugraha dengan suara gemetar, menatap Arsa dengan sejuta tanya dikepala.
Arsa tersenyum dan menjawab dengan tenang “Sudah aku katakan sebelumnya, aku mendapatkan keberuntungan.”
Setelah mengatakan itu, Arsa mengeluarkan enam rumput Rumpun Awan Merah lagi, berkata dengan ekspresi serius, “Kakek, berikan ini kepada para pamanku, masing-masing dua rumpun. Dalam waktu singkat, mereka pasti akan menerobos ke tingkat yang lebih tinggi.”
Tidak bisa tidak, mulut patriak Nugraha ternganga lebar, menatap jumlah elixir langka yang dikeluarkan Arsa dengan begitu santai, seolah-olah itu bukanlah barang yang istimewa.
Patriak Nugraha telah berusia sekitar dua ratus tahun, namun hingga detik ini, dia belum pernah menggunakan elixir langka seperti yang ada di depan matanya.
Melihat bahwa semua benda langka itu adalah untuk keluarganya, yang diberikan oleh cucunya sendiri, patriak Nugraha gemetar. Mata tuanya memerah, menatap Arsa dengan rasa terima kasih yang tak terkira.
“Arsa, terima kasih. Terima kasih, Cucuku, “Kata patriak Nugraha, air matanya mengalir begitu saja.
Wahyu Nugraha menyela dengan peringatan. “Ayah, jangan sampai hal ini tersebar keluar. Cukup kita saja yang tahu.”
“Aku mengerti,” sahut patriak Nugraha dengan sungguh-sungguh.
Sangat dipahami oleh patriak Nugraha, bahwa jika hal ini sampai diketahui oleh pihak lain diluar sana, maka bisa menyebabkan bencana bagi keluarganya, terutama cucunya yang sudah memberikan hal yang tidak terduga ini.
“Patriak, kabar buruk! Rombongan Tuan Mastur diserang perampok, “Lapor seorang penjaga dengan tergesa-gesa.
Sontak suasana menjadi hening dan tenang seketika, tidak ada orang yang mengeluarkan suara apapun selama beberapa saaat.
“Apa? Darimana kamu tahu?” teriak Patriak Nugraha terkejut.
Dengan cepat penjaga itu menjawab. “Salah satu penjaga yang bersama dengan Tuan Mastur ada di depan, Patriak. Dan dia terluka parah.”
Patriak Nugraha, Wahyu Nugraha dan Arsa, segera bergegas ke luar aula menuju gerbang keluarga. Mendapati seorang pria berusia sekitar tiga puluh lima tahun, berlumuran darah dan sedang dibantu oleh pelayan keluarga.
Melihat kehadiran Patriak Nugraha, pria berlumuran darah itu melapor dengan terbata-bata, “Patriak, Tuan Mastur sedang bertarung di perbatasan kota Dreams. Kami disergap kawanan perampok ketika di perjalanan kembali.”
“Bawa dia ke dalam dan berikan perawatan secepatnya!” perintah Patriak Nugraha kepada beberapa orang pelayan.
Melihat kondisi mendesak, Wahyu Nugraha segera mengambil sikap, “Ayah aku akan berangkat ke perbatasan bersama Rozak, Ayah.”
“Bawa beberapa penjaga!” angguk patriak Nugraha, antara khawatir dan geram, campur aduk seperti nano-nano di dalam pikirannya.
Begitu Ayah dan paman Ketiganya berangkat ke perbatasan kota Dreams, Arsa menuju bukit belakang rumahnya. Untuk menghindari kecurigaan, ia menyampaikan kepada ibunya, bahwa dirinya akan berlatih.
Tiba dibukit belakang rumahnya, Arsa menukar lima ratus Poin System dengan kupon undian. Pun meminta System untuk langsung mengundinya.
System. “Ding! Selamat Tuan. Anda belum beruntung.”
System. “Ding! Selamat Tuan. Anda mendapatkan lima butir Mutiara Kesialan.”
System. “Ding! Selamat Tuan. Anda belum beruntung.”
System. “Ding! Selamat Tuan. Anda mendapatkan Teknik Pemulihan Tingkat Legendaris.”
System. “Ding! Selamat Tuan. Anda belum beruntung.”
Sambil mendengar bunyi notifikasi system, Arsa melompat dari pohon ke pohon dengan kecepatan penuh, hampir serupa dengan lompatan seekor kera.
Waktu tempuh menuju ke perbatasan dengan kecepatan ayah Arsa, setidaknya bisa memakan waktu satu hari di perjalanan.
Namun berbeda dengan Arsa, dia memiliki elemen angin dan teknik Langkah Angin. Dengan tekniknya yang berada pada level empat, dia hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam saja untuk sampai ke perbatasan kota.