Sebuah cerita tentang perjuangan hidup Erina, yang terpaksa menandatangani kontrak pernikahan 1 tahun dengan seorang Presdir kaya raya. Demi membebaskan sang ayah dari penjara. Bagaikan mimpi paling buruk dalam hidup Erina. Dia memasuki dunia pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap akan dicintai.
Akankah dia bisa menguasai hatinya untuk tidak terjatuh dalam jurang cinta? ataukah dia akan terperosok lebih dalam setelah mengetahui bahwa suaminya ternyata ada orang paling baik yang pernah ada di hidupnya?
Jika batas waktu pernikahan telah datang, mampukan Erina melepaskan suaminya dan kembali pada kehidupan lamanya? Atau malah cinta yang lama dia pendam malah berbuah manis dengan terbukanya hati sang suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Sebut Namanya
Mobil sport hitam baru saja memasuki gerbang utama kediaman pemilik Zenica Corpora. Beberapa orang penjaga terlihat tergopoh-gopoh datang menyambut kedatangan Tuan Muda mereka.
Mereka sama sekali tidak menduga, jika Tuan Muda mereka akan kembali secepat ini. Karena info yang mereka dapat Tuan Muda dan Nona Muda akan pergi sekitar dua minggu ke depan. Namun nyatanya baru juga tiga hari yang lalu mereka pergi dan sekarang mereka sudah sampai di rumah tanpa memberitahu terlebih dahulu.
"Kenapa kalian pulang secepat ini?" Kakek menatap heran pada cucunya. Pasalnya Arga sendirilah yang minta ijin untuk pergi selama dua minggu.
"Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan." Jawab Arga malas.
"Kenapa selalu memikirkan pekerjaan? Sudah ada Noah yang membereskan semuanya kan?" Bibi Sofia turut menimpali.
Arga berdecak kesal, tidak suka nama Noah di sebut-sebut. "Aku mau istirahat dulu." Ucapnya sambil berlalu. Kakek dan Bibi Sofia sepertinya sudah terbiasa dengan kelakuan anak tunggal di keluarga ini, mereka hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Kau juga, istirahatlah." Bibi Sofia mendorong pelan punggung Erina agar segera menyusul Arga naik ke atas.
Erina menyeret langkah kakinya menaiki tangga. Sampai di depan pintu kamar, Erina mematung di depan pintu yang sedikit terbuka. Rasanya enggan untuk masuk, dia malas berduaan dengan Arga di dalam kamar. Laki-laki itu selalu mengerjainya kapanpun ada kesempatan.
Erina mendorong pintu kamar tanpa suara, melongok kedalam mencari-cari sosok suaminya yang menyebalkan.
"Apa yang kau lakukan di sana? Naik!" Arga menepuk ruang kosong di sampingnya.
Tuhkan, dia sudah berbaring di tempat tidur? Apa lagi sekarang?
Arga sudah berada di bawah selimut saat Erina masuk kedalam. Ia menyibakkan selimutnya mengunggu sampai gadis itu mendekat. Erina terjerembab dalam pelukan Arga, karena laki-laki itu menarik tangannya tiba-tiba. "Kenapa lama sekali?"
"Maaf suamiku, tadi saya menyapa Kakek dan Bibi Sofia dulu"
Sekarang mereka duduk bersandar di tempat tidur, Arga melingkarkan tangannya memeluk Erina. Laki-laki itu mencari kenyamanannya sendiri. Sementara Erina mengeliat pelan ingin melepaskan diri. Sangat pelan, berusaha agar laki-laki di hadapannya tidak menyadari apa yang ada dipikirannya.
"Jangan bergerak!" Gawat, bahkan laki-laki itu sudah menyadarinya terlebih dahulu. Dia mengeratkan dekapannya, bahkan menyilangkan kakinya di atas kaki Erina.
Erina berfikir keras, bagaimana caranya agar Arga berhenti mengerjainya seperti ini. Sebuah ide muncul dalam benaknya.
"Anda tidak berniat menemui Nona Clara?"
Ayo kita mengobrol saja, kita bahas sesuatu yang bisa membuatmu senang. Pikirnya.
Erina berusaha mengalihkan perhatian Arga darinya. Namun sepertinya dia salah. Airmuka Arga berubah setelah Erina menyebut nama Clara.
"Kenapa kau bahas wanita itu?"
"Kalian terlihat seperti pasangan yang sangat serasi. Kalau saya tidak salah dengar dia bilang kalau masih mencintai anda."
Cih! Tahu apa kau masalah pribadiku dengan Clara.
"Apa kita perlu menjelaskan hubungan kita pada Clara? Supaya Clara tidak salah paham." Erina buru-buru menutup mulutnya saat melihat tatapan tajam dari kedua bola mata Arga.
Kenapa? Kenapa dia terlihat kesal begitu, seharusnya dia senang saat aku membahas orang yang dia cintai.
"Clara sangat cantik dan..."
Arga meraih dagu Erina kuat sebelum Erina menyelesaikan ucapannya. Menatap lekat gadis itu. Erina sudah berusaha memalingkan wajah, namun percuma saja cengkraman tangan Arga terlalu kuat. Arga melumat habis bibir Erina sampai gadis itu benar-benar tersengal.
"Jangan berani-berani menyebut namanya dengan mulut manismu itu," Arga tetap tak melepaskan tangannya dari dagu Erina. "Kalau tidak, aku akan menghapus jejaknya setiap kali kau menyebut nama wanita itu."
"Ma-maafkan saya, saya tidak tahu kalau anda masih marah pada Clara." Erina terhenyak, dia menyadari kesalahannya sudah mengucap nama Clara lagi. Padahal baru saja dia diperingati untuk tidak menyebut nama wanita itu.
"Kau benar-benar senang membuatku marah ya!" Erina menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Menggigit bibir bawahnya. Sambil memperlihatkan tatapan mengiba. Bisanya hal itu selalu berhasil meredam amarah suaminya.
"Aku dulu sudah pernah bilang, jangan bicara formal padaku, kau bisa bicara santai pada Bibi Sofia, bahkan Kakek. Tapi dengan suamimu sendiri masih pakai bahasa formal begitu." Menuding Erina dengan jari telunjuknya. "Panggil aku apa?"
Apa? Aku memanggilnya dengan sebutan suamiku kan.
"Suamiku, saya sudah memanggil anda dengan sebutan suamiku, suamiku, suamiku." Erina sengaja mengulang-ulang kata suamiku dengan nada yang manja. Membuat laki-laki itu tersenyum tanpa sadar.
"Tapi kamu masih pakai bahasa formal memanggilku." Tidak terima diperlakukan berbeda dari Bibi dan juga Kakeknya. "Sayang, panggil aku dengan sebutan sayang. Jangan memanggilku dengan sebutan anda, anda, anda." Kali ini Arga yang mengulang-ulang kata anda, namun dengan nada sebal.
Eh, dia lucu juga kalau bersikap begitu.
Erina tertawa kecil melihat Arga yang pundung karena tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
"Apa seperti ini. Sayang agak geser tubuhmu sedikit, aku sudah mau jatuh dari tempat tidur. Begitukan?"
"Benar. Apa! Barusan kau bilang apa? Jadi maksudmu aku terlalu menempel!" Menjauhkan tubuhnya kesal. "Kau tidak suka aku menempel padamu? Iya!?" Sudah kesal, sampai mau berdiri meninggalkan Erina di tempat tidur. Tapi tetap saja dia tidak benar-benar pergi, dia hanya berdiri diam di samping ranjang.
"Tidak sayang, aku suka di peluk kok. Suka sekali! Tadi aku hanya memberi contoh." Menarik tangan Arga agar kembali ke posisi semula, kemudian menghambur memeluk pinggang Arga. Walaupun Arga menggerutu kesal Erina tetap tidak melepaskan pelukannya sampai Arga berhenti mengomel.
Ish, dia benar-benar lucu kalau bersikap manja begini.
"Lepaskan aku!"
"Tidak mau!" Sambil menggoyang-goyangkan kepalanya di dada Arga.
"Lepas!"
"Tidak mau!"
"Aku bilang lepas!"
"Aku bilang tidak mau"
"Kau suka sekali ya menguji kesabaran orang lain." Arga menciumi kepala Erina. Membalas pelukannya erat.
Meskipun nada bicaranya terdengar kesal, namun dia tidak dapat menyembunyikan senyuman bahagianya.
.
.
(BERSAMBUNG)
jujurlah sama erina tentang apa yg kamu rasakan dan kejadian dikantor tadi
erina harus tegas, hempaskan clara walau belum ada cinta ke arga setidaknya pertahankan rumahtangga
perjuangkan nasib sendiri, sedikit egois boleh ya erina
buat erina hamil ya kak dan arga bucin
lanjut kak/Coffee//Rose//Drool/