"Pergi dari sini...aku tidak ingin melihat wajahmu di rumah ini!!! aku tidak sudi hidup bersama penipu sepertimu." Bentakan yang menggema hingga ke langit-langit kamar mampu membuat hati serta tubuh Thalia bergetar. sekuat tenaga gadis itu menahan air mata yang sudah tergenang di pelupuk mata.
Jika suami pada umumnya akan bahagia saat mendapati istrinya masih suci, berbeda dengan Rasya Putra Sanjaya, pria itu justru merasa tertipu. Ya, pernikahan mereka terjadi akibat kepergok tidur bersama dikamar hotel dan saat itu situasi dan kondisi seakan menggiring siapapun akan berpikir jika telah terjadi sesuatu pada Thalia hingga mau tak mau Rasya harus bersedia menikahi mantan kekasih dari abangnya tersebut, namun setelah beberapa bulan menikah dan mereka melakukan hubungan suami-istri saat itu Rasya mengetahui bahwa ternyata sang istri masih suci. Rasya yang paling benci dengan kebohongan tentu saja tidak terima, dan mengusir istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarfaras Wisatara.
"Tidak perlu berterima kasih, Thalia. Sebagai sahabat, aku hanya melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh seorang sahabat, mengerti pada sahabatnya meski dalam situasi terburuk sekalipun. Lagi pula aku yakin kamu pasti punya alasan sampai menyembunyikan kebenaran tentang hubungan kalian."
Pengertian Riri justru meyakinkan Thalia untuk menceritakan tentang hubungannya dengan Rasya, termasuk penyebab mengapa sampai mereka menikah saat itu. Thalia menceritakan semuanya tanpa ada lagi yang ditutupi, termasuk hubungan asmaranya di masa lalu bersama Abimana.
Riri menghela napas panjang setelah mendengar cerita Thalia. kini Riri merasa apa yang telah terjadi dalam hubungan rumah tangga sahabatnya tersebut bukan sepenuhnya kesalahan Rasya. Siapapun yang ada di posisi Rasya saat itu pasti akan berpikiran yang sama dengan pria itu, berpikir jika Thalia sengaja menjadikan dirinya sebagai sarana untuk mewujudkan ambisi dari keserakahan, dan dalam hal ini Thalia menjadi salah seorang diantaranya, menurut Rasya ketika itu.
"Aku tidak menyangka ibu kamu tega melakukan semua itu hanya demi ambisinya yang ingin berbesan dengan keluarga kaya raya, Thalia." komentar Riri tak habis pikir. Ternyata wanita serakah dan ambisius seperti itu bukan hanya ada di dalam cerita drama, melainkan terjadi pada ibunya Thalia.
"Lalu bagaimana dengan perasaanmu, apa kamu masih mencintai mantan kekasihmu itu???." sambung Riri.
Thalia menggeleng tanpa keraguan.
"Lalu bagaimana perasaanmu pada suamimu??? Apa kau mencintainya???."
Thalia terdiam sejenak mendengar pertanyaan sahabatnya itu.
"Sekarang perasaanku padanya tidak lah penting, Ri. Aku hanya ingin menjalani kehidupan yang tenang bersama dengan putraku. Aku tidak ingin lebih lama lagi membelenggu mas Rasya dalam hubungan yang tidak diinginkannya. mas Rasya tidak mencintaiku, bahkan dia sangat membenciku. Kau tau sendiri kan, bagaimana tersiksanya hidup bersama dengan seseorang yang tidak kita inginkan, pastinya sangat menyiksa. Aku tidak ingin menyiksa mas Rasya, dengan tetap mempertahankan pernikahan ini." Thalia mengutarakan semua isi hatinya dihadapan sahabatnya, Riri.
"Bagaimana jika nyatanya pak Rasya justru menginginkanmu dan juga mencintaimu??? Apa kau masih berniat menyudahi pernikahan kalian???."
Thalia tersenyum kecut mendengar pernyataan sekaligus pertanyaan yang sangat tidak mungkin menurutnya tersebut. "Ini kehidupan nyata, bukan lah drama, di mana rasa benci seseorang dengan mudahnya berubah menjadi cinta, Ri. aku tahu kau sayang padaku dan ingin aku hidup bahagia, tetapi kau juga jangan lupa bahwa kelak seorang anak yang pada akhirnya mengetahui kebenaran jika ayahnya membenci ibunya, tidak lebih baik dibanding hanya dibesarkan oleh seorang ibu, Ri."
Kini giliran Riri yang terdiam mendengar semua penuturan Thalia, terlebih sampai detik ini ia sendiri belum yakin dengan kesungguhan hati bosnya, yang ingin tetap mempertahankan pernikahannya bersama sang istri. bisa jadi Rasya bersandiwara dalam hal ini mengingat adanya seorang anak di dalam pernikahan mereka, dan tidak menutup kemungkinan pula Rasya rela mempertahankan keutuhan rumah tangganya hanya karena kehadiran putranya, bukan karena menginginkan Thalia sebagai istrinya.
"Apapun yang menjadi keputusanmu, aku akan tetap berada di pihak mu, Thalia." ujar Riri pada akhirnya.
Percakapan keduanya akhirnya terhenti saat seorang perawat memasuki ruangan, hendak memberikan resep obat yang harus ditebus di apotek. Sebelum beranjak menuju apotek, Riri mengambil alih bayi mungil tersebut dari pangkuan ibunya. "Sebaiknya menidurkan nya di box bayi, agar kau pun bisa beristirahat, Thalia!!!."
Thalia pun mengangguk setuju. dengan banyak beristirahat akan membuat kondisinya semakin membaik, dan dengan begitu ia bersama putranya bisa segera meninggalkan rumah sakit, begitu pikir Thalia.
Sesaat setelah kepergian Riri, Rasya pun kembali dari ruangan dokter usai membahas tentang kondisi kesehatan istrinya bersama dokter Arfan.
"Klek."
Thalia menoleh ke arah pintu, di mana Rasya baru saja memasuki ruangan. Pria itu melangkah ke arah boks bayi di mana saat ini putranya sedang terlelap dengan wajahnya yang terlihat begitu menggemaskan. setelah memandangi wajah tampan putranya barang sejenak, Rasya kembali melanjutkan langkahnya mendekati tempat tidur pasien.
Rasya yang mengenakan kemeja biru dengan lengannya digulung hingga sebatas siku tersebut, mendaratkan bobotnya di tepi tempat tidur. menyadari tatapan tak biasa yang terpancar dari kedua manik mata hitam milik Rasya, Thalia pun segera memalingkan wajahnya ke samping.
"Apa kamu sudah mempersiapkan nama untuknya???." suara Rasya terdengar begitu lembut.
Mendengar itu, Thalia sontak diselimuti perasaan bersalah pada putranya. kesibukannya kala itu demi mencari uang untuk membayar biaya persalinan , membuatnya sampai lupa mempersiapkan sebuah nama untuk sang buah hati.
Sesaat kemudian, Thalia beralih pada Rasya lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sebenarnya Rasya sudah menyiapkan sebuah nama untuk buah hati mereka tersebut, namun Rasya tidak ingin Thalia menganggap dirinya terlalu melampaui batas, mengingat perbuatannya selama ini pada sang istri.
Suasana pun hening, baik Rasya dan juga Thalia tak ada lagi yang bersuara, sampai suara pintu yang dibuka dari arah luar memecah keheningan.
"Assalamualaikum." ternyata ibu yang datang.
"Waallaikumsalam." keduanya menjawab hampir bersamaan.
"Bagaimana keadaan kamu, sayang???." ibu mendekat. kini wanita paruh baya itu berdiri di samping tempat tidur pasien.
"Alhamdulillah...Bu." sama seperti sebelum-sebelumnya, Thalia sangat menghormati ibu mertuanya. Sekalipun ke depannya hubungan rumah tangganya bersama Rasya akan berakhir, tidak akan merubah sikap Thalia terhadap wanita itu.
"Oh iya...apa kamu sudah memberikan nama untuk cucu gantengnya ibu, sayang???." pertanyaan yang hampir sama di lontarkan ibu mertua, dan untuk kedua kalinya Thalia menggelengkan kepala.
Menyaksikan sang menantu menggelengkan kepala, ibu pun beralih pada putranya.
Paham dengan arti dari sorot mata ibu, Thalia pun berkata. "Jika mas ingin memberikan nama untuknya, silahkan saja!!
Kalimat Thalia bagaikan segelas air yang membasahi kerongkongan kering di tengah hari terik, begitu menyejukkan bagi Rasya, namun begitu Rasya tak langsung bersikap tak tahu diri dengan mengiyakannya. Ia tak ingin Thalia mengatakan itu semua hanya karena merasa tak enak hati pada ibu.
"Kamu mamah_nya. Kamu lebih berhak memberikan nama untuknya." kata Rasya.
"Mas kan papah_nya...mas juga berhak memberikan nama untuknya."balas Thalia, tak ada unsur keterpaksaan dihatinya.
Ingin rasanya Rasya berdendang ria, saking Senang mendengar kata papah yang baru saja terucap dari mulut sang istri.
"Sarfaras Wisatara."Rasya mengucapkan sebuah nama indah yang akan di berikan pada buah hatinya tersebut.
"Nama yang bagus. ngomong-ngomong apa arti dari nama yang akan kamu berikan pada putramu, nak???." tanya ibu.
"Wisatara artinya pemberani. Selain itu, di akhir Wisatara ada Tara, yakni perpaduan Antara nama papa dan mamanya." jelas Rasya tentang arti dari nama yang akan diberikannya pada sang putra.
"Kalau untuk Sarfaras sendiri, Rasya sudah menyiapkan nama itu sejak remaja dulu, sejak Rasya paham apa itu cinta." sambung Rasya.
Dari sekian banyak penjelasan Rasya, yang terkesan di benak dan pikiran Thalia yakni kata cinta yang barusan terucap dari mulut Rasya.
Raut wajah Thalia berubah seketika. entahlah, yang jelas di pikiran wanita itu saat ini adalah nama yang diberikan Rasya pada anak mereka adalah sebuah nama yang pernah dipersiapkan pria itu sewaktu bersama dengan wanita pujaan hatinya dahulu. Tapi biarlah, bukankah nantinya ia akan memutuskan berpisah dari pria itu, lalu apa untungnya memikirkan hal yang tidak terlalu penting seperti itu, begitu pikir Thalia.
semoga ringan dan gak belat belit 😍😍😍
Jangan dibuat berbelit-belit ya thorrr
Terima kasih sudah menulis cerita ini 😍😍
lha slm jdi istrimu sja... km sia2kan... km perlakukan dgn bgitu buruknya...
makasih udah up lagi kk...
semoga sering2 update lagi ya kk🤗🙏🏻
ayo deh baby kamu rewel sepanjang malam,biar papa mu bisa tidur dengan mama mu...
udah bolak balik di intip...😅
Selalu ada untuk temannya...
makasih kk othor akhirnya udah up lagi 🤗🙏🏻
jangan cuma omdo...