" Maaf Al, kita nggak bisa lanjutin hubungan kita ini."
Sakit hati Alna, tiba-tiba diputuskan oleh sang tunangan yang merupakan seorang tentara. Tanpa ada alasan yang jelas, hubungan yang sudah berjalan 3 tahun itu pupus begitu saja.
Sebenarnya Alna bukan lah korban "Hallo Dek!", karena dia juga merupakan seorang tentara. Ia dan Bimo berada di kesatuan yang sama.
Untuk mengobati sakit hatinya, Alna mengusulkan dirinya sendiri untuk pergi melakukan tugas sebagai seorang dokter di sarang mafia besar yang disinyalir mendanai perang. Tapi siapa sangka sang mafia malah jatuh cinta kepada Alna.
" Aku akan terus mengejarmu meskipun kau menolak ku. Aku bahkan rela membuang semua ini asalkan kau mau menerimaku." Ahmed Yusuf Subrata.
" Tapi aku adalah orang yang ingin menangkap mu." Alna Gyantika Kalingga
Bagaimana kisah cinta Mayor Alna?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentara dan Mafia 10
" Kenapa A', kayak lihat sesuatu?"
" Eh enggak kok, nggak ada apa-apa. Cuma orang lewat yang kaya Aa' kenal. Kamu udah dapet barang yang dimau semuanya? Kalau udah kita pulang ya. Aa' ada mau ketemu sama orang."
" Iya udah kok."
Bimo berjalan sedikit lebih cepat menuju ke mobil diikuti oleh Mila. Karena belum pernah pergi berdua seperti ini, jadi Mila beranggapan bahwa memang begitu cara berjalan Bimo. Padahal bukan, Bimo jalan seperti itu bukan karena cara jalannya melainkan karena dia terburu-buru.
Bimo yakin bahwa yang baru saja dia lihat dan mata mereka bertemu adalah Alna. Bagaimanapun dia tidak mungkin salah lihat orang.
Setelah mengantarkan Mila sampai di tempatnya, Bimo langsung pamit pergi dengan alasan ingin bertemu orang karena sudah janji. Mila hanya mengiyakan tapi wanita itu merasa bahwa saat ini Bimo tengah gusar.
" Jangan tanya aneh-aneh ah, entar dikiranya aku cewek yang posesif lagi. Dan lagian kita belum punya hubungan yang jelas. Jadi tahan Mila, tahan sampai waktunya tiba nanti."
Mila mengatakan itu pada dirinya sendiri. Dia mencoba menenangkan kegusarannya sendiri.
Sedangkan Bimo, saat ini dia sudah berada di jalan dekat rumah Alna. Ia ingin turun terus mendatangi rumah mantannya itu, tapi Bimo merasa ragu. Tidak dipungkiri dia takut menghadapi kedua orang tua Alna. Padahal sebelumnya Bimo berkata dengan lantang bahwa dia akan bicara sendiri terkait putusnya mereka berdua.
" Al, bukannya itu yang agak kesanaan itu mobilnya Bimo ya?"
" Oh hu'um Bund."
" Dah biarin aja, nggak usah disamperin. Coba dia berani nggak datang kemari, dan ngapain juga dia kesini. Awas ya Al, Bun, jangan disamperin."
Dita dan Alna mengangguk secara bersamaan atas ucapan Alsaki. Tapi meskipun ayahnya itu tidak bicara demikian, Alna juga tidak punya keinginan sama sekali untuk mendatangi pria itu.
Alna melenggang masuk ke dalam kamar. Dan ponselnya berbunyi, sudah Alna duga bahwa itu telpon dari Bimo.
Drtzzz
Drtzzz
Sekali dua kali Alna membiarkan panggilan itu. Hingga yang ketiga kalinya baru dia menjawabnya.
" Ada apa?"
" Al, aku mau tanya, kamu serius mau pergi?"
Alna menyeringai, lagi-lagi hanya hal itu yang Bimo tanyakan. Bimo sama sekali tidak berkata apapun tentang wanita itu. Bimo juga tidak meminta maaf yang benar tentang hati Alna yang sudah ia bikin hancur. Malah sekarang kesannya sepeti tidak pernah melakukan apapun.
" Yaah, apa sih yang kamu harepin dari pria kayak gini Al."
" Maksud kamu apa, Al?"
" Heh Bimo, serah ya aku mau ngapain. Aku mau pergi kek, nggek kek, peduli setan sama kamu. Kamu bukan apa-apa nya aku juga, sekarang ngapain sok-sokan pengen tahu. Lagian ya yang namanya tugas, nggak perlu diomongin sama orang yang nggak berkepentingan. Bye! Aah iya, JANGAN PERNAH GANGGU AKU LAGI!"
Tuuuuut
Alna memutuskan panggilan telponnya dengan Bimo. Ia sangat kesal sekali karena mantannya itu terkesan sok ikut campur dengan urusannya. Padahal pada hakikatnya mereka sekarang merupakan dua orang asing yang tidak perlu saling bersua lagi.
Lagi pula Bimo ini sungguh aneh sekali. Dia sudah memutuskan pertunangan dengan Alna tapi seolah-olah ingin tetap berhubungan baik.
Mungkin dalam profesionalisme pekerjaan itu bisa dilakukan, akan tetapi untuk hubungan pribadi tentu sulit untuk dilakukan.
*
*
*
" Hati-hati ya sayang, jika bisa memberi kabar ke rumah maka lakuin. Tapi kalau nggak bisa ya udah nggak apa-apa. Yang penting kamu sehat ya."
" Baik Ayah, Bunda. Jaga kesehatan juga ya."
Dita dan Alsaki memeluk erat putri mereka secara bergantian. Meskipun bukannya baru sekali ini Alna pergi tapi tetep saja mereka merasa khawatir.
Dalam tugas, sudah biasa bagi mereka untuk melepaskan seluruh rasa yang dimiliki. Karena tugas seorang prajurit tidak pernah ada yang tahu bagaimana hasilnya nanti. Mereka sudah dilatih siap untuk kehilangan.
Meskipun demikian, tetap saja setiap akan pergi, baik Dita maupun Alsaki sangat berat melepaskannya.
" Sampai jumpa kembali, Ayah, Bunda."
" Iya Nak, sampai jumpa lagi. Doa kami mengiringi mu, Sayang."
Sebuah mobil sudah menunggu di depan rumah, Alna masuk ke sana dan mobil itu langsung melaju pergi.
Tes
Kini air mata Dita tidak lagi bisa dibendung. Dia menangis sejadi-jadinya.
" Kamu hebat sayang, udah bisa menahan sejauh ini."
" Alna akan baik-baik aja kan, Mas?"
Alsaki mengangguk. Memang hal yang paling berat adalah melepas anak-anak mereka untuk menjalankan tugas, dimana mereka tidak bisa tahu apa isi tugasnya.
" Kita pasrahkan kepada Allah saja, Allah pasti akan menjaga anak-anak kita. Allah pasti akan menjaga Alna."
Di dalam mobil Alna sudah menerima semua yang diperlukan. Identitas baru berupa KTP, paspor dan sebagainya. Bahkan surat elektronik atas namanya juga sudah dibuat. Latar belakang serta berasal dari lulusan mana dia, semua sempurna.
" Nah ini hape baru kamu Al, kamu udah ninggalin hape lama kamu kan?"
" Udah Om, sesuai yang Om instruksikan bahwa semua tentang Alna Gyantika Kalingga harus ditinggalkan, termasuk kenangan buruk itu. Dan sekarang aku adalah Alna Bellona."
" Siip, semoga hasilnya segera terlihat biar kamu nggak perlu lama-lama di sana."
Alna menganggukkan kepalanya, ada satu sisi dirinya ingin segera kembali, tapi ada satu sisi yang lain yang mana tidak ingin buru-buru kembali.
Alna ingin memanfaatkan tugas ini untuk melupakan semua tentang Bimo. Dan entah mengapa dalam hatinya dia punya keyakinan akan hal itu.
" Cepat atau lambat, semoga semuanya sesuai yang diharapkan."
Alna bergumam lirih. Dia lalu melihat ke luar jendela. Meminta izin untuk membuka kaca jendela kepada Irawan. Ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan di sini.
Tanpa terasa matanya terasa basah, Alna buru-buru mengusapnya agar tidak menetes ke pipi.
" Berbahagialah dengan pilihanmu, dan jangan pernah lagi mengusikku nanti. Jika itu terjadi maka aku tidak akan pernah membiarkanmu. Selamat tinggal hati yang lara, yakinlah bahwa di depan sana banyak hal yang indah."
Sebuah senyum terlukis di bibir gadis itu. Kali ini dia sungguh-sungguh sudah mengikhlaskan kekasihnya pergi. Dia sungguh sudah menerima tentang sakit hati dan kehilangan dalam orang yang ia cintai dalam hidupnya.
" Yaah mari kita bersenang-senang."
" Kamu disana bukannya untuk liburan, Alna."
" Hahaha iya Om, tau kok. Tapi ya nyambi nggak masalah kan? Om tau kan, kalau aku lagi sakit hati. Ya itung-itung ini jadi pengobat sakit hati."
Irawan mengerutkan alisnya, ia ingin mendengar cerita jelasnya tentang putusnya Alna dan Bimo dari kapan hari tapi belum juga kesampaian.
" Jadi apa sih sebabnya kalian putus, Om heran deh bisa tiba-tiba gitu?"
" Dia punya wanita lain Om."
" Apa, waaah muka gila tuh si Bimo. Bisa-bisanya kamu diselingkuhi?'"
Alna hanya menaikkan kedua bahunya. Selain orang terdekatnya dia memang enggan mengatakan penyebab putusnya dia dan Bimo. Tapi tidak masalah jika itu Irawan yang memang sudah sepeti pamannya sendiri.
" Gila tuh orang."
" Aku mungkin kurang pantes dijadiin istri sama dia, Om. Tapi nggak apa-apa sih, mungkin jodohku lagi disiapin lebih baik lagi. Ya nggak, Om?"
" Ya bener, pasti kamu akan diberi pria yang baiknya berkali-kali lipat dari pada si Bimo itu. Semangat Al!"
TBC
semangat Thor 💪.