Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Kembali ke jurang Panguripan.
Di sela-sela latihan yang dilakukan Dirga, Sarwana mendatangi pemuda tersebut dan mengajaknya berbicara. "Dirga, aku kembali mendapat laporan dari rakyatku jika ada pergerakan mencurigakan di dalam hutan. Aku sedang tidak enak badan saat ini, bisakah kau melihatnya ke sana?"
Melihat raut wajah Sarwana yang terlihat lemah, Dirga menganggukkan kepalanya. "Serahkan saja padaku. Kau beristirahatlah!"
Setelah mendapat arahan dari Sarwana, Dirga melompat tinggi ke atas pohon dan melesat ke pohon lainnya dengan begitu lincah dan ringan.
Sesampainya di tempat yang diarahkan Sarwana, pemuda tampan itu mengawasi dari pohon yang tinggi dan rimbun. Dia bersembunyi di balik batang pohon yang besar, jadi mustahil jika ada yang bisa mengetahuinya.
Tak berapa lama, Dirga menyipitkan kedua matanya setelah melihat seorang lelaki tua berpakaian serba hitam bertubuh kecil berjalan mendekati pohon tempatnya mengawasi.
Pandangan mata lelaki tua itu menyapu sekeliling seperti sedang mencari sesuatu. Di tangannya tergenggam sebuah tongkat kayu yang terlihat biasa saja, tapi Dirga bisa merasakan jika ada energi besar yang merembes keluar.
"Percuma kau bersembunyi di atas pohon, turun atau aku yang akan memaksamu turun!" kata lelaki tua itu tiba-tiba. Ujung tongkat kayu yang dipegangnya sudah terarah ke tempat Dirga mengawasinya.
Pemuda tampan itu tentu saja terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka jika tanpa melihat, lelaki tua itu bisa mengetahui tempatnya mengamati.
Dengan ringan, pemuda itu kemudian meluncur dan mendarat mulus di atas tanah. Saking ringannya, tidak ada sedikitpun suara yang terdengar ketika kakinya menapak tanah.
"Kau mau pamer kemampuan kepadaku? Ilmu baru seujung kuku saja mau berlagak di depanku!" bentak lelaki tua tersebut cukup keras.
Dirga menggaruk kepalanya kebingungan.
"Bukannya kakek yang menyuruhku turun? Tapi kenapa Kakek marah setelah aku sudah di bawah?"
"Karena kau pamer kemampuan di depanku!" Lelaki tua itu menatap Dirga dengan tajam. "Tidak salah lagi, pasti kau orangnya!"
"Aku kenapa, Kakek?" Dirga jelas dibuat kebingungan. Sebab dia bertemu lelaki tua itu pun juga baru kali ini.
"Kau jangan banyak alasan! Pasti kau yang telah membantai murid-muridku!" bentaknya, sambil kembali menunjuk Dirga dengan ujung tongkatnya.
Dirga kembali menggaruk kepalanya. Dia tidak bisa beralibi untuk memberi bantahan, karena bisa jadi orang-orang yang dibunuhnya beberapa hari lalu adalah murid lelaki tua di depannya.
"Itu salah mereka sendiri kenapa membuat kekacauan di dalam hutan ini. Jadi wajar jika aku memberi hukuman kepada mereka!"
"Wajar kau bilang? Apa hanya karena mereka mendatangi hutan ini lalu kau membantai mereka sesuka hatimu?"
"Susah jika bicara dengan orang yang sudah tua." Dirga berdecak sedikit kesal, "Murid-murid Kakek bukan hanya mendatangi hutan ini, melainkan juga membuat kekacauan. Karena peringatan yang kuberikan tidak mereka indahkan, maka jangan salahkan aku jika membunuh mereka.
"Bangsat! Kau harus membayar kematian mereka!" Wajah lelaki tua itu seketika memerah terbakar emosi.
"Aku tidak berniat melawanmu, Kakek. Tapi jika kau memaksa, aku akan meladenimu!" balas Dirga. Dia tidak bisa berpikir panjang, dan tampaknya memang ditakdirkan untuk bertarung melawan lelaki tua itu
"Bedebah...! Berani menantang Suromenggolo adalah sebuah kesalahan fatal. Tapi aku akui sungguh besar nyalimu, Anak Muda!"
"Kapan aku menantangmu? Bukankah kau yang ingin membunuhku? Masa iya aku harus diam saja tanpa memberi perlawanan? Satu yang perlu kau tahu, aku tidak akan lari jika memang harus bertarung," jawab Dirga dingin. Rasa hormatnya kepada yang lebih tua sudah pupus seiring sikap lelaki tua itu yang berhasrat membunuhnya.
"Hahaha ... Kau sudah gila ternyata! Dengan kemampuanmu yang seujung kuku itu, kau hanya akan aku jadikan perkedel dengan mudah!"
Dirga mengernyitkan dahinya, "Kenapa dia tidak bisa membaca energiku?" hatinya bertanya-tanya.
"Aku tahu pasti kau merasa takut sekarang?" Lelaki tua itu menunjukkan kesombongannya.
"Takut? Tidak terdapat sedikitpun rasa takut dalam jiwaku. Jika kau ingin membuktikannya, silahkan!" sahut Dirga tidak mau kalah.
"Bocah tidak tahu di untung! Akan kurobek mulutmu itu...!"Baru saja selesai Suromenggolo berucap, tubuh Dirga terpental jauh ke belakang. Begitu cepat serangan lelaki tua tersebut, hingga tidak bisa terlihat pandangan mata pemuda tampan itu.
Jungkir balik tubuh pemuda tampan itu dan kemudian tersungkur hingga menciptakan siring yang cukup dalam. Dia baru berhenti setelah tubuhnya menghantam sebuah pohon besar yang langsung berderak tumbang.
Tanpa dia sadari, energi di dalam tubuhnya membentuk selubung yang menghindarkannya dari luka yang lebih parah.
Pemuda tampan itu terbatuk kecil sebelum langsung memuntahkan darah segar dari bibirnya. Darah pertama yang keluar dari pertarungannya melawan sesama manusia.
Dirga bangkit berdiri sambil mengalirkan tenaga dalamnya untuk menghilangkan rasa nyeri di dadanya. Matanya sedikit berkunang-kunang, tapi masih bisa dikendalikannya.Bukannya terkejut dengan mampu bertahannya pemuda tampan itu dari serangannya, Suromenggolo malah tersenyum lebar. "Hahaha kau lumayan juga bisa menahan serangan awalku, Anak muda."
Dirga tidak menjawab ucapan lelaki tua itu. Dia lalu berjalan setelah bisa memulihkan nyeri yang melanda tubuhnya.
Wajah Suromenggolo tiba-tiba berubah setelah merasakan energi besar merembes keluar dari tubuh pemuda tampan yang berjalan ke arahnya. Energi besar itu secara perlahan menekan tubuhnya dengan kuat,
Meski sedikit tertekan dengan energi yang keluar dari tubuh Dirga, tapi dia langsung mengeluarkan energi yang tak kalah besar dan membuat Dirga tertekan balik.
Dirga berusaha keluar dari tekanan energi Suromenggolo. Tapi dia tidak menduga kalau lelaki tua itu kembali menyerangnya secepat kilat.
"Aaaaakh!"
Teriakan kecil terdengar keluar dari bibir Dirga.
Tubuhnya kembali terpental ke belakang beberapa meter. Tapi dia sudah belajar dari pengalaman serangan pertama dan tidak sampai jatuh bergulingan. Secara cepat dia mampu menyeimbangkan tubuhnya dan berhenti tepat setelah punggungnya kembali menghantam sebuah batang pohon
Dirga menyeringai sambil kembali menahan nyeri di dada dan punggungnya.
"Serangannya sangat cepat. Bahkan aku tidak bisa melihat gerakannya," gumamnya dalam hati.
Pikiran Dirga berselancar mencari cara agar dia bisa melihat gerakan lawan yang begitu cepat.
Dia kemudian teringat ketika belajar menggunakan ilmu meringankan tubuh. Dengan memusatkan sebagian energinya di kaki dia bisa berlari secepat angin. Kali ini dia akan mencoba memusatkan sebagian energinya di kedua bola matanya.
Percobaan pertama membuat Dirga begitu menderita. Kedua bola matanya terasa perih dan panas yang sangat menyengat.
"Aaaakh!" Pemuda tampan itu berteriak sambil menutup kedua matanya dengan telapak tangan.
Suromenggolo menatap heran dengan apa yang terjadi pada pemuda tampan tersebut. Tapi dia mengindahkannya dan bersiap untuk melakukan serangan berikutnya.
Rasa perih dan panas itu terjadi hanya beberapa saat saja. Setelah deritanya menghilang, Dirga membuka kedua matanya kembali.