"Kau hanya perlu duduk dan menghabiskan uangku, tapi satu hal yang harus kau penuhi, yakni kepuasan!" Sagara Algyn Maheswara.
"Asal kau bisa membuatku keluar dari rumah sialan itu, aku bisa memberikan apapun termasuk yang satu itu, Tuan." Laura Alynt Prameswari.
Laura menderita karena hidup dengan keluarga tirinya, ayahnya menikah lagi dan selama itu dia selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh keluarga barunya itu, membuat Laura ingin bebas.
Akhirnya, dia bertemu dengan Sagara. berawal dari sebuah ketidaksengajaan, namun siapa sangka berakhir di atas ranj*ng bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Sshh.." Laura terbangun dari tidurnya, dia meringis saat merasa kakinya sakit karena tertindih kaki Sagara. Pria itu memeluknya semalaman, memang tidak melakukan apapun tapi dia tak melepaskan pelukannya sama sekali semalam.
"Kenapa?"
"Kaki ku sakit sekali.."
"Astaga, aku tak sadar telah menindihnya."
"Iya, gapapa kok, Dad." Jawab Laura sambil tersenyum. Dia melihat kakinya yang membiru, benar-benar membiru karena bekas pukulan kemarin malam.
"Lebam sekali.."
"Sudah biasa kok, ini belum seberapa." Laura mengusap kakinya pelan, lalu beranjak dari tidurnya.
"Mau kemana?"
"Ke kamar mandi, pengen pipis."
"Hati-hati." Peringat Sagara, Laura menganggukan kepalanya mengiyakan. Dia membiarkan gadis itu berjalan pelan ke kamar mandi. Langkahnya pincang, jelas saja karena kakinya sakit.
Sagara merebahkan kembali tubuhnya di ranjang. Semalam, dia tidur dengan lelap bahkan sampai tak ingat waktu. Andai saja dia tak merasakan pergerakan Laura di sampingnya, Sagara takkan terbangun pasti.
Laura keluar dari kamar mandi, dia menepuk-nepuk pakaiannya yang kusut setelah tidur semalam.
"Hari ini, jangan bekerja."
"Tapi, kenapa?" Tanya Laura. Dia duduk di pinggir ranjang, Sagara yang melihat hal itu pun mendekat dan menatap sendu luka di betis Laura.
"Dengan keadaanmu sekarang ini? Berjalan saja kau terlihat kesusahan, Baby. Bagaimana mau bekerja?"
"Aku sudah biasa kok, tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil."
"Menurutlah, aku juga takkan pergi ke kantor. Aku akan menemanimu disini." Jawab Sagara yang membuat Laura terdiam, biasanya dia akan tetap bekerja meskipun habis dipukuli habis-habisan. Malamnya dia meriang merasakan sakit akibat pukulan itu, tapi pagi harinya dia bisa beraktivitas seperti biasa, seolah tak terjadi apa-apa di malam harinya.
Bahkan, Laura sering melihat Lily menangis setelah melihat luka-luka di tubuhnya. Dia yang paling tahu bagaimana kehidupannya, menyedihkan sekali. Dia hidup dalam keluarga yang tak menganggap berharga kehadirannya.
"Baiklah, Daddy. Tapi, bagaimana dengan pekerjaan Daddy?"
"Itu urusanku, baby."
"Eungh, baiklah." Jawab Laura sambil menghela nafasnya.
"Kemarilah dan beri aku morning kiss." Pinta Sagara. Gadis itu menurut, dia mendekat dan pria itu langsung menariknya hingga terjatuh di pangkuannya.
"Ini tugas pertamamu, baby."
"Aku mengerti, Dad." Jawab Laura. Untungnya, dia sudah mencuci muka dan gosok gigi. Jadi, dia takkan takut mulutnya bau karena dia sudah menggosok giginya. Sedikit banyak, dia sudah mengetahui apa saja tugasnya dari Lily. Gadis itu menanyakannya pada Lily sebagai panduan awal.
Laura mengalungkan tangannya di leher Sagara, sejujurnya dia gugup setengah mati. Ini pertama kalinya dalam hidup dia melakukan hal ini, berdekatan dengan laki-laki pun jarang sekali karena tak ada juga yang mau berdekatan dengan seorang gadis yang berasal dari keluarga yang kacau.
"Ini pertama kalinya, kalau aku melakukan kesalahan, aku minta yaa Dad."
"Ya, teruskan." Jawab Sagara. Gadis itu menangkup wajah sang pria lalu menciumm bibiirnya dengan lembut. Sagara tersenyum kecil, dia hanya diam saja ingin mengetahui sampai mana keberanian gadis itu. Pria itu memejamkan matanya saat merasakan sapuan lembut bibiir sang gadis. Mana tahan, akhirnya dia menekan tengkuk gadis itu dan membalas ciuman itu jauh lebih ganas dan brutal.
Laura yang pertama kali merasakannya pun terkejut, dia pikir Sagara takkan sebrvtal ini saat menciumnya, tapi ternyata dia melupakan kalau Sagara adalah pria dewasa yang memiliki hasraat tinggi.
Gadis itu memejamkan matanya, dia menikmatinya, membalas cium4n itu tak kalah brvtalnya. Jujur, ini pengalaman yang sangat mengesankan bagi Laura. Hingga beberapa menit berlalu, keduanya masih asyik saling mencivm satu sama lain dengan liar. Bahkan tangan Sagara sudah mulai nakal merayap kemana-mana.
Disaat tengah panas-panasnya, tiba-tiba saja ponsel Laura berdering cukup nyaring. Terpaksa, Sagara harus melepaskan gadisnya. Laura kelabakan menghirup oksigen, dia belum selesai Sagara untuk mengambil nafas di tengah civman panas mereka.
"Lily.." Sagara memberikan ponselnya pada Laura, tapi gadis itu terlihat sibuk mengambil oksigennya. Pria itu tersenyum kecil, lalu memutuskan untuk mengangkat telepon itu.
“Hallo..”
'Lau, Lo kerja gak? Ini udah jam berapa coba? Jangan bilang Lo ketiduran!'
“Ini Sagara, Laura izin tak pergi bekerja saat ini. Kakinya sakit habis dipukul nenek lampir.”
'Astaga, nenek gayung itu berulah lagi ya? Yaudah, tolong jagain Laura ya Om. Dia anaknya agak keras kepala, kalau dia ngeyel cubit aja pipinya.'
“Ya. Tolong izinkan Laura.”
'Baik. Setidaknya aku sedikit tenang kalau dia ada bersamamu, Om. Sekali lagi, tolong jaga Laura yaa.'
“Dia aman bersamaku, Lily.”
'Aku percaya.' Balas Lily, setelahnya panggilan pun selesai. Laura mengernyitkan keningnya.
"Apa katanya?"
"Dia hanya menanyakan apa kamu tidak pergi bekerja."
"Ohh iya, kau lupa ngabarin dia tadi." Laura tersenyum kecil.
"Lily sangat peduli padamu yaa?" Tanya Sagara. Laura menoleh, lalu menganggukan kepalanya mengiyakan. Kalau saja ada penghargaan teman terbaik, mungkin Lily layak mendapatkan penghargaan itu.
"Kita temenan lumayan lama, dia anaknya baik meskipun sesat sih. Tapi hatinya baik, maksud dan tujuannya juga. Aku pikir, Lily adalah teman yang sangat baik, dia sangat perhatian."
"Hmm, mencari teman semacam itu di jaman sekarang agak sulit, baby."
"Daddy benar."
"Jadi, kapan kamu akan membalas dendam pada mereka?" Tanya Sagara. Dia mengambil iPad yang ada di atas meja nakas lalu menyalakannya.
"Jangan sekarang, Dad. Aku ingin glow up dulu, hehe."
"Daddy akan memodalinya, pertama kamu mau melakukan apa?" Tanya Sagara sambil tersenyum.
"Emm, apa yaa?"
"Perawatan ke klinik kecantikan."
"Boleh."
"Mau hari ini?"
"Tidak. Nanti saja, hari ini aku ingin bermalas-malasan. Apa boleh?" Tanya Laura sambil tersenyum kecil.
"Boleh. Mau bermanja-manja padaku juga boleh." Jawab Sagara sambil mengusap puncak kepala Laura dengan lembut.
"Daddy tingginya berapa meter sih? Tinggi banget perasaan."
"189 centimeter." Sagara menjawab dengan sabar, pertanyaan demi pertanyaan yang ditanyakan oleh Laura. Dia tidak masalah melayani rasa penasaran Laura tentangnya.
"Wah, tinggiku cuma 157 sentimeter. Pantesan aja aku kelihatan bogel kalo jalan sama Daddy."
"Kamu menggemaskan." Jawab Sagara, dia menatap wajah Laura dengan intens. Benar kata Sam, wajah Laura ini cantik dan manis. Bola matanya hitam sedikit kecoklatan, rambutnya panjang bergelombang, hidungnya bangir, bulu matanya lentik dan bibir yang terlihat plumpy, ranum dan kemerahan. Segar sekali, Sagara telah merasakannya dan dia sangat beruntung karena menjadi yang pertama untuk Laura.
"Aku kalo jalan-jalan sama Daddy, kelihatan kayak botol Yakult sama big cola yang jumbo pas dipajang di minimarket."
"Astaga, kepikiran aja kamu.."
"Hehe, habisnya badan Daddy gede banget. Aku jadi ngeri sendiri, kalo ditindih Daddy gimana yaa? Takut banget gepeng deh."
"Hahaha, ada-ada saja. Gak dong, gak bakalan gepeng. Kan Daddy nindihnya juga pake perasaan, baby. Kamu ini terlalu polos untuk jadi sugar baby!" Sagara mencolek pucuk hidung Laura dengan gemas lalu mengecup keningnya mesra.
Sagara tak menyangka, kenapa dia begitu tertarik dengan Laura. Saat Sam menunjukkan foto Laura, dia langsung tertarik, bahkan mau repot-repot menemuinya ke tempat kerja dan tanpa banyak omong, dia langsung menjadikannya sebagai sugar baby-nya.
"Daddy.."
"Ya, baby."
"Aku mau masak, Daddy mau makan apa?" Tanya Laura sambil tersenyum kecil.
"Bisa memasak hmm?"
"Bisa dong."
"Boleh. Aku bisa makan apapun, tak ada alergi."
"Oke." Jawab Laura, dia beranjak dari duduknya lalu bersiap untuk pergi keluar kamar. Tapi, baru beberapa langkah dia berbalik dan mengecup mesra pipi kanan Sagara. Setelah mengecupnya, barulah Laura pergi keluar kamar, menyisakan Sagara yang tengah senyam-senyum sendiri.
"Lucu sekali."
lanjut Thor dobel Napa Thor...