Terpikat Pesona Pacar Setingan

Jeff sejenak membaca pesan yang Mytha kirim sebelum dia pergi bersama Cecilia dan Daniel.

“Mytha mana, Jeff?” tanya Cecilia.

“Dia pulang bersama Ibunya,” sahut Jeff, dia membuang pandangannya kearah lain.

“Ah, jadi Ibunya datang kemari. Maaf, aku yang memberikan alamatmu padanya, kemarin Ibunya Mytha menelpon Daniel dan menanyakan soal Mytha.” Jelas Cecilia.

Jeff hanya mengangguk pelan, entahlah hatinya merasa tak karuan saat ini, bibirnya pun terkatup rapat.

“Yang, Ibunya Mytha dapat no kamu darimana?” tanya Cecilia.

“Dari penjaga keamanan apartemennya Mytha, saat itu aku meninggalkan nomor telponku disana.” Sahut Daniel.

“Oh pantes. Apa yang Ibunya Mytha katakan padamu, Jeff?”

“Tidak ada,” sahut Jeff, “hari ini dia bilang dia tidak bisa datang bekerja,” tambahnya.

“Lah, ko gitu?” protes Cecilia, dia sudah terbiasa dengan adanya Mytha, karena pekerjaannya jadi lebih ringan.

“Aku nggak tahu Kak, dia hanya bilang tidak bisa datang, itu saja.” Dusta Jeff, entahlah dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada Cecilia.

“Haish, ya sudah kalau begitu.”

Hari-hari berlalu dengan cara yang sama, Jeff bekerja tanpa Mytha. Dan Mytha bekerja sebagai kasir di toko milik Jonathan.

Mytha berdecak kesal, dia duduk termenung dengan tangan menumpu dagu, dia benar-benar merasa bosan sekaligus rindu kegiatannya saat dia bekerja sebagai Asisten Jeff.

“Apa kau merasa bosan?” sapa Jo.

“Hem,” sahut Mytha acuh.

“Ayo kita duduk diluar, cuacanya sedang bagus,” ajaknya.

“Males ah Jo, kamu sendiri aja sana.”

“Ck udah ayo, lagian toko juga lagi sepi.” Ujarnya, dia menarik tangan Mytha dan membawanya keluar, mereka duduk di kursi besi yang ada di teras toko. Cuaca memang sedang bagus, bahkan bintang-bintang pun terlihat jelas sekarang ini.

Jo menyodorkan minuman soda kalengan pada Mytha yang di tanggapi langsung tanpa penolakan.

“Mytha, apa kau ingat dulu saat pertama kali kita bertemu. Kau memberikanku minum seperti ini juga, minumannya tetap sama tapi entah mengapa rasanya berbeda.” Komentarnya.

“Entahlah, aku sudah lupa,” tanggap Mytha acuh sambil menenggak minumannya.

Jo mendengus senyum, “Jika saja orang tua kita tidak menikah, apa mungkin kita yang akan menikah.” Cetusnya.

“Semuanya sudah takdir Jo, tidak ada kata 'Jika',” pungkas Mytha.

“Orang bilang saudara tiri tetap bisa menikah karena mereka tak punya hubungan darah. Mytha, aku ingin jujur padamu kalau selama ini perasaanku terhadapmu masih tetap sama dan terjaga dengan utuh, aku tidak bisa membuka hatiku untuk orang lain.”

“Jo, bisakah kita tidak membahas ini.” Pinta Mytha, dia benar-benar tak ingin membahas masalalunya dengan Jonathan.

“Mytha!” suara seseorang yang Mytha kenali tiba-tiba terdengar, ternyata itu Cecilia. Mytha bangkit, kemudian berjalan menghampiri mobil yang Cecilia tumpangi.

“Kak Cecil, Pak Daniel. Jeff,” sapa Mytha, “kalian dari mana?”

“Kami baru pulang dari lokasi syuting. Kamu sendiri ngapain disini, dan itu siapa?” pertanyaannya merajuk pada Jonathan.

“Oh, itu Kakak tiriku namanya Jonathan.” Mytha memperkenalkannya.

Jo hanya diam, rahangnya terkatup rapat tanpa senyuman.

Jeff turun dari mobil. Mytha mengerutkan kening, ‘Tumben banget dia turun dari mobil?’ Mytha menelaah sekitar, takut jika sampai ada orang yang mengenalinya bisa gawat kan nanti.

“Mytha, aku ingin bicara denganmu.” Ucapnya, dia menoleh kearah Jo, tak lupa menyematkan senyum di bibirnya. Namun laki-laki itu, Jo. Dia hanya diam dengan wajah datar.

“Katakan saja, kau ingin bicara apa?” tanya Mytha.

“Tidak disini, aku hanya ingin bicara berdua denganmu.” Jelasnya.

Jo berjalan mendekat, “kenapa kau hanya ingin bicara berdua? Katakan saja disini, aku juga bukan orang lain,” ujarnya.

“Ini hanya antara aku dan Mytha,” tegas Jeff.

Jo mendengus tawa, “Ibunya melarang dia bertemu denganmu, sebagai Kakak yang baik aku harus menjaganya dari pria tak jelas sepertimu.” Sinisnya.

“Apa maksudmu dengan pria tak jelas sepertiku?” Jeff tak terima dengan kata-kata Jo barusan.

“Jo cukup, kami hanya ingin bicara. Kau ini berlebihan sekali,” tegur Mytha.

“Ya sudah, kalau begitu kalian bicara di hadapanku kenapa harus sembunyi-sembunyi,” Ucapnya bersikukuh.

“Tidak bisa, ini masalah pribadi. Mytha, jika kau tidak mau aku tidak akan memaksa.”

“Tidak papa, ayo kita bicara disana,” tunjuk Mytha ke tempat nongkrong yang terbuat dari batang pohon yang di potong seadanya, yang masih ada di area toko namun agak sedikit berjarak dari keramaian.

“Katakanlah, kau ingin bicara apa?” tanya Mytha.

Jeff menatap Mytha dengan serius, “aku akan memenuhi permintaan Ibumu. Aku akan datang ke rumahmu.” cetusnya.

Mytha menggeleng pelan, “sebaiknya jangan Jeff, masalahnya tidak akan jadi sederhana lagi jika sudah menyangkut orang tua. Aku tidak ingin menambah masalah.”

“Tapi semua masalah sudah terjadi Mytha, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita ikuti saja alurnya sampai tiga bulan ke depan.”

Mytha menghela nafas berat, “kalau begitu terserah kau saja.”