Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Lin Lian melihat ibu dan anak itu yang terkejut melihat wajah putri tertuanya, lalu segera mengambil inisiatif untuk mengurai kecanggungan.
"Nyonya Bai, izinkan aku memperkenalkan putri-putriku," ujar Lian dengan suara tenang.
"Yang Anda lihat adalah putri sulungku, Lin Fang Li. Anda sudah bertemu dengan putri keduaku, Lin Fang Hua. Putri bungsuku yang berdiri di sebelah pelayan pribadi kami, Lin Fang Ling. Gadis bertopeng itu bernama Li Jing, dan tentunya, tabib terkenal yang sedang Anda bicarakan adalah putri ketiga ku, Lin Yu Jie."
Fang Yin menatap Lin Lian dengan mata membulat. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Yu Jie. Nama yang sudah lama tak terdengar di kediaman Bai, kini malah melekat pada seorang gadis yang terkenal akan keahliannya dalam pengobatan.
Lin Lian balas menatap Fang Yin dengan sorot mata tajam. Kali ini, dialah yang akan memegang kendali untuk memainkan emosi mantan selir itu.
"Ada apa, Nyonya Bai? Anda terlihat terkejut mendengar nama putri ketiga ku," ucap Lian dengan nada datar.
Fang Yin berusaha menenangkan diri. Padahal dialah tuan rumahnya, tapi mengapa justru dia sendiri yang mendapat kejutan tak terduga dari tamunya?
"Ah, tidak! Nama tabib Lin hanya kebetulan mirip dengan nama seorang anak kerabatku," dusta Fang Yin, tersenyum tipis.
Lian tersenyum kecil. "Bukankah hanya sebuah nama? Nama yang mirip atau bahkan sama bukan berarti orangnya juga sama. Seperti ketiga putriku yang namanya mirip dengan nyonya. Meskipun terdengar serupa, mereka tetaplah orang yang berbeda."
Penjelasan Lin Lian hampir saja membuat Fang Yin melakukan kesalahan fatal. Sedikit saja keliru dalam berbicara, dia bisa menimbulkan kecurigaan yang tidak diinginkan.
"Nyonya Lin benar," jawab Fang Yin cepat.
"Oh, ya! Sejak tadi, Anda belum menyebutkan nama Anda sendiri," timpal Fang Yin.
"Namaku Lin Lian," jawab Lian singkat.
Fang Yin sedikit terhenyak. "Lian," gumamnya pelan.
Nama itu terdengar tidak asing baginya. Namun, tak ingin memberi celah lebih lanjut, dia segera mengendalikan dirinya.
"Aku adalah Nyonya Bai, Huang Fang Yin. Ini putriku, Bai Mei Yin. Selamat datang di kediaman Bai. Aku harap tabib Lin beserta keluarga betah tinggal di sini," ucap Fang Yin dengan senyum dibuat-buat.
"Terima kasih. Maaf, aku ingin segera ke tempat tinggal ku. Perjalanan kami sangat panjang, dan aku yakin ibu, adik-adikku, serta pelayan pribadiku kelelahan," Yu Jie berucap lugas.
"Silakan," jawab Fang Yin.
Kemudian, dia menoleh ke dua pelayannya.
"Cai Hong! Dai Lu! Antar tabib Lin dan keluarganya ke kediaman bagian barat. Kalian berdua akan bertugas melayani mereka selama mereka tinggal di sini!" seru Fang Yin.
"Baik, nyonya," jawab Cai Hong dan Dai Lu serempak.
"Tabib Lin, jika ada pelayanan kami yang kurang berkenan, jangan ragu untuk mengatakannya. Aku tidak segan menghukum pelayan yang tidak becus dalam pekerjaannya. Tentu saja, aku akan mengganti mereka dengan yang lebih baik lagi," kata Fang Yin.
Yu Jie tersenyum kecil. "Tentu saja, Nyonya Bai."
Nada bicara Yu Jie terdengar biasa saja, tetapi Fang Yin menangkap sesuatu yang berbeda. Ada ketidaksukaan terselubung saat gadis itu menyebut 'Nyonya Bai'. Sekali lagi, Fang Yin dibuat tidak nyaman oleh tabib Lin.
Setelah keluarga tabib Lin menuju kediaman bagian barat, Fang Yin meminta Mei Yin untuk mengikutinya ke kamar.
"Ji Heng, suruh mereka keluar dan tutup pintunya! Setelah itu, kau masuk kembali!" tegas Fang Yin.
Begitu pintu tertutup, Fang Yin menjatuhkan dirinya ke kursi. Sebelah tangannya bertumpu di meja, sementara satu tangan lagi memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Ibu, apa racunnya bereaksi lagi?" tanya Mei Yin, khawatir.
Fang Yin menggeleng pelan. Bukan racun yang membuatnya merasa tidak nyaman, tetapi pertemuan dengan keluarga tabib Lin yang telah mengusik pikirannya.
"Kau sendiri melihat gadis itu, bukan?" tanya Fang Yin, menatap putrinya tajam.
Mei Yin mengangguk.
"Tapi, Ibu… Aku tidak yakin dia gadis yang Ibu bunuh dua tahun lalu. Lagipula, dia adalah putri pertama Nyonya Lin. Mungkin saja ini hanya kebetulan dia memiliki bekas luka di wajahnya. Seperti yang tadi Nyonya Lin katakan, nama boleh mirip atau sama, tetapi orangnya berbeda," ujar Mei Yin, mencoba menenangkan ibunya.
Fang Yin mendengus pelan. "Semuanya terlalu kebetulan. Nama tabib Lin sama dengan gadis buangan itu. Ketiga saudari tabib Lin memiliki nama yang mirip denganku. Sekarang malah ada bekas luka di wajahnya," gumamnya, masih memijat kepalanya.
Ji Heng, yang sedari tadi diam, mulai berbicara. "Nona Mei Yin, maksud nyonya bukan sekadar mirip, tetapi terlalu mirip. Bukankah dua tahun lalu, gadis buangan itu pergi bersama empat pelayan? Tabib Lin hanya memiliki seorang ibu dan tiga saudari. Bukankah itu kebetulan yang mencurigakan?"
"Ji Heng, kau tahu sendiri bahwa mereka semua sudah mati terjun ke jurang!" sela Mei Yin, kesal.
"Mereka memang dinyatakan tewas, tetapi tubuh mereka tidak pernah ditemukan," Ji Heng bersikeras.
Suasana seketika hening. Fang Yin membiarkan putrinya mengutarakan pendapatnya. Mungkin ini yang dia butuhkan dari sudut pandang lain.
Mei Yin mendesah pelan. "Ibu, tabib Lin Yu Jie jelas berbeda dengan gadis buangan itu. Gadis buangan itu memiliki tubuh lebih berisi, kulitnya kusam, dan tingkahnya ceroboh, jauh dari kesan anggun. Sedangkan tabib Lin… meskipun ada bekas luka kering di wajahnya, aku bisa melihat bahwa dia sangat pandai merawat diri. Kulitnya putih dan halus."
"Tapi, nona… bagaimana dengan bekas luka di wajah pelayan pribadi mereka?" tanya Ji Heng.
Mei Yin terdiam sesaat sebelum menjawab, "Kalau itu… aku tidak yakin. Aku bahkan tidak ingat wajah anak haram tabib Lim dengan jelas. Aku juga tidak ingat di mana letak luka di wajahnya. Ibu, apakah ibu mengingatnya?"
Fang Yin menggeleng pelan. Dia tidak pernah benar-benar memperhatikan wajah gadis itu saat malam eksekusi.
Mei Yin kemudian tersenyum. "Begini saja. Aku akan mencoba menjalin hubungan baik dengan adik bungsu tabib Lin. Anak bungsu biasanya lebih mudah dibujuk. Aku lihat, Lin Fang Ling cukup lugu dan mudah didekati. Aku akan mencari tahu lebih lanjut."
Fang Yin menatap putrinya, lalu mengangguk. "Baiklah. Untuk saat ini, lakukan seperti caramu."
Mei Yin tersenyum puas sebelum undur diri kembali ke kamarnya.
Begitu Mei Yin pergi, Fang Yin menoleh ke Ji Heng. "Mei Yin melupakan satu hal. Apa kau tidak merasa aneh bahwa tabib Lin memilih tinggal di kediaman bagian barat?"
Ji Heng menunduk hormat. "Nyonya benar. Semua ini terlalu kebetulan."
"Ji Heng, kirim beberapa orang untuk mengawasi kediaman bagian barat."
"Baik, nyonya."
"Aku ingin laporan setiap hari. Sekecil apa pun informasinya, jangan sampai ada yang terlewat."
"Baik, nyonya. Hamba akan memilih pengawal terbaik."
Fang Yin mengangkat tangannya. "Ingat! Jangan sampai Mei Yin mengetahui ini! Dia terlalu menginginkan tabib Lin sebagai tabib pribadinya. Putriku… dia akan melakukan apa pun demi keinginannya."
"Hamba mengerti, nyonya," jawab Ji Heng, menunduk dalam.