Lelaki yang sangat ingin kuhindari justru menjadi suamiku?
•••
Kematian Devano dan pernikahan kedua sang Papa, membuat kehidupan Diandra Gautama Putri berubah. Tidak hanya itu, dia menjadi pasangan seorang Kaiser Blue Maverick ketua geng motor HORIZON. Cowok bad boy yang membencinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tiatricky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
"Ja jangan! Sa sakit! Ka kalian..."
"Hiks! Kalian jahat semua. Apa salahku sama kalian? Hiks. "
Kaiser tampak gelisah dengan mata terpejam. Lelaki itu menendang selimut hingga terjatuh. Kasurnya benar-benar berantakan.
Keringat dingin bercucuran membasahi wajah laki-laki itu. "A aku nggak tahu apa-apa. Tolong aku! Kalian salah. Aku..."
Diandra terusik dengan gumaman tidak jelas. Gadis itu lantas bangkit dan menoleh pada suaminya. Dia sedang bermimpi buruk?
Diandra pun tidak tega dan kesulitan tidur. Dia melihat kearah jam yang menunjukkan pukul 23.55 WIB. Sebentar lagi tengah malam.
Bangkit dari tidurnya lalu dia pun berjalan dengan pelan menuju kearah kasur. Tangannya terulur memegang kening sang suami. "Tidak demam. "
Grap
"Hangat. " Laki-laki itu mencekal tangan Diandra. Dia terlihat nyaman dan tenang. "Nggak mau. Jangan pergi. Jangan tinggalin aku. Aku butuh kamu. "
Diandra menghela nafas panjang. Dia menepuk pelan pipi laki-laki itu. "Kai. Bangun kamu. Bangun Kai!. "
Perlahan-lahan mata itu terbuka. Dia seolah-olah melihat seorang gadis yang sangat dicintainya. "Vanesa.."
"Aku bukan Vanesa. Aku Diandra. Sadarlah. Buka matamu lebar-lebar. " Gadis itu tampak kesulitan untuk berpikir. Matanya tidak kuat lagi untuk terbuka.
Bruk
"Aku suka posisi ini sayang. " Kaiser memeluknya erat. "Kamu milikku dan aku milikku. "
•••
Pukul setengah enam pagi, Kaiser terbangun dari tidurnya. Laki-laki itu cukup terkejut dengan dirinya sendiri. Apa-apaan ini? Gue pelukan sama cewek killer ini?
Dia bersandar di dinding kamar. Rambutnya berantakan. Melirik kearah sampingnya. Kenapa gue rasa gue peluk cewek ini? Sial. Kenapa semakin kek gini sih?
"Argh!." Laki-laki itu mengacak-acak rambutnya gusar. "Bangun Lo! Siapa yang nyuruh Lo tidur sini hah?." Menyentak dengan tatapan tajam.
Diandra tidak menyahut. Matanya masih terpejam rapat. Sangat nyaman dan tenang sekali wajah itu.
Kaiser kesal melihatnya. Dia melirik kearah nakas dan mengambil gelas berisi air putih. Menciprat sedikit demi sedikit pada Diandra. "Cepetan bangun! Udah pagi ini. "
"Woi! Bangun cepetan bisa kan?. "
Perlahan-lahan mata itu terbuka. Begitu menyadari bahwa dirinya tidur di kasur lantas dia pun terduduk dengan jantung berdegup kencang. "Maafkan aku. Kemarin malam kamu mimpi buruk. Aku nggak bisa tidur nyenyak."
Grap
Lelaki itu menarik rambut Diandra dengan kasar. Matanya tajam. "Gue gak percaya. Lo pasti memanfaatkan kesempatan selama gue tidur kan? Gak usah bohong Lo! Gue tahu muka Lo sebenarnya. "
Diandra menggelengkan kepalanya. Tangan mencoba melepaskan rambutnya. "Aku nggak bohong sama kamu. Memang tadi malam kamu mimpi buruk. "
"Oh, masih nggak mau ngaku ya. Oke, gue bakal bikin Lo menderita. " Kaiser tersenyum licik.
Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat. "Jangan! Aku nggak mau mengaku karena memang ak— arghhh!."
Bruk
Diandra terduduk di lantai dingin. Airmata turun dari pelupuknya. "Hiks. Kamu jahat Kai sama aku. "
Kaiser beranjak dari kasur. Lelaki itu menuju kearah lemari pakaian. "Gue mau mandi duluan. Lo siapin tas gue sama seragamnya. "
•••
Beberapa saat kemudian di kamar mandi, Kaiser mengenakan handuk di pinggangnya. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Tangannya terkepal kuat. Devano..
Tes
Satu bulir air mata menetes dari pelupuk. Dengan kasar laki-laki itu membersihkannya. Gue gak bakal maafin siapapun yang udah bikin Lo mati. Gue bakal bikin hidup dia menderita.
Ceklek
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Diandra. Gadis itu terdiam sejenak sambil menelan ludah sendiri. Terpesona. "Bukunya sudah aku masukin semua. A aku masuk dulu ya. "
Grap
Kaiser mencekal lengan Diandra. "Pakein dasi gue sama sepatu. Ngerti?."
Diandra mengangguk kepala dengan patuh. "Iya."
•••
Kaiser memperhatikan Diandra yang memakaikannya sepatu. Laki-laki itu tersenyum miring. "Kenapa Lo nggak nolak pernikahan ini? Lo tahu kan gue benci sama Lo. "
Gadis itu mendongak kepala. Dia menghela nafas panjang. Tatapannya memancarkan kesedihan. "Aku nggak bisa. Ini kemauan Papa sama Mama. "
"CK! Cemen Lo! Gue bisa aja. Gak kaya Lo yang cemen ini. "
"Kalau kamu bisa, kenapa tidak menolaknya?."
"Kepo banget sih! Itu kan urusan gue bukan urusan Lo. Gak usah ngatur-ngatur deh." Laki-laki itu dengan sengaja mendorong dada Diandra hingga gadis itu terjungkal ke belakang.
"Aduh, sakit. " Diandra memegangi bokongnya.
Kaiser terkekeh geli mendengarnya. Laki-laki itu kemudian mencekal dagu Diandra. "Apapun yang terjadi sekarang, jangan kasih tahu bokap nyokap gue. Gue bisa bikin Lo dibenci banyak orang. Termasuk Abang sialan Lo itu. "
Diandra mengangguk kepala mengerti dengan sebelah mata sedikit tertutup. Tanpa kamu mengatakan pun aku tahu.
•••
"Jalan sendirian aja neng!. "
Diandra mempercepat langkahnya dengan terburu-buru. Dia berusaha untuk tetap tenang meskipun kondisinya darurat. Jantung berdegup kencang sekarang.
"Jalannya pelan-pelan aja neng! Gak usah buru-buru gitu. "
"Kenapa nggak naik ojek aja sih neng. Kan cepet sampainya. " Timpal yang duduk di belakang motor.
Gadis itu tidak menanggapi. Keringat dingin bercucuran membasahi wajah. Dia terlihat panik dan takut. Nggak boleh nyerah. Aku harus sampai ke sekolah.
Ckit
Motor itu tiba-tiba berhenti di depan Diandra. Kedua pria dengan rambut brewok itu mencekal kedua tangan Diandra. "Tolong! Lepasin aku!."
"Aduh, neng. Jangan teriak-teriak gini. Abang makin semangat jadinya. "
"Neng, main yuk sama Abang!." Ajak yang satunya lagi.
"Tolong aku! Kumohon, lepaskan aku! Aku mau sekolah. " Gadis itu berusaha untuk memberontak. Dia celingukan mencari seseorang.
Bug bug
Kedua pria itu reflek melepaskan tangannya begitu seseorang menendang dari belakang.
"Apa maksud Lo hah? Cewek ini urusan kita berdua. Lo pikir gue takut sama bocah kaya Lo?." Tantang pria itu dengan keberanian dengan tubuh terhempas ke jalanan.
Yang satunya langsung melayangkan pukulan namun dia malah kalah telak. "Akhhh! Lengan gue. Apa yang Lo lakukan brengsek? Argh!."
Diandra terkejut melihat orang itu. "Ken Kenzie.."
Bug bug bug
Kedua pria itu kalah telak melawan Kenzie. Mereka langsung kabur dengan ketakutan dengan wajah babak belur.
"Lo gak papa? Ada yang luka nggak?." Kenzie bertanya sambil memeriksa kondisi Diandra.
"Enggak papa. Nggak ada yang luka. Makasih ya udah nolongin aku. " Diandra tersenyum sumringah.
Laki-laki itu mengangguk kepala. "Bareng gue aja. Sebentar kelas masuk. Gue gak mau Lo kenapa-kenapa. "
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku bis—."
"Penolakan Lo, gue tolak. " Kenzie menyela pembicaraan dengan tatapan tidak suka.
Terpaksa Diandra mengikuti arahan Kenzie. Dia berusaha untuk menjangkau. Namun dia kesulitan naik ke atas motor itu.
"CK!." Kenzie berdecak lalu mengulurkan tangannya untuk membantu. "Pegangan tangan gue. "
Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu dia pun mengangguk dan menerima tangan terbalut kasut tangan. "Baik. "
Bug
"Pegangan. " Titah Kenzie diikuti Diandra. Laki-laki itu menutup kaca helm ketika gadis di belakangnya sudah bersiap.
Motor sport itu melaju sedang menuju ke SMA Andromax.
Diandra tersenyum kecil. "Kamu baik sama aku. Aku harap hubungan kita semakin baik. "
Kenzie mengangguk kepala. Dia tersenyum samar di balik helm. "Lo beneran nggak punya temen di kelas?."
Gadis itu terdiam sejenak kemudian menghela nafas berat. "Dulu aku punya banyak temen di kelas. Tapi karena kejadian itu, mereka nggak ada yang mau temenan sama aku. "
"Anggep aja gue temen Lo. Gue minta nomor HP Lo boleh?. Gue maksa. " Kenzie bertanya dengan sedikit hati-hati.
Diandra tersenyum mengangguk kepala. "Iya. Boleh banget. Aku nggak keberatan sama sekali. Justru aku seneng banget. "
Motor itu akhirnya sampai di SMA Andromax. Dengan segera Kenzie masuk ke dalamnya.
"Bos!."
Bersambung...