NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:907
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Boleh peluk?

Angin malam berembus pelan, membelai wajah Hana yang mulai memerah. Kata-kata Dominic berputar di kepalanya, menyentuh sisi terdalam yang selama ini ia abaikan.

Ia menggigit bibir, berusaha menahan air matanya. Tapi semakin ia mencoba, semakin perih hatinya terasa. Hingga akhirnya, tanpa bisa ditahan lagi, setetes air mata jatuh, diikuti oleh yang lainnya.

Dominic, yang masih berdiri di sampingnya, melirik sekilas sebelum mendesah pelan. 

“Kenapa selalu ditahan?” tanya Domi lembut, suaranya seakan menggapai ke dalam celah hati Hana yang retak. 

 “Aku nggak mau kelihatan lemah.” Hana buru-buru menyeka air matanya. 

Langkah refleks yang sudah menjadi kebiasaan. Entah kenapa, Hana benci terlihat rapuh di depan siapa pun, termasuk Dominic.

   Dia tersenyum kecil, senyum yang membuat Hana merasa sekaligus nyaman dan kesal. 

“Menangis bukan tanda kelemahan. Itu tanda kalau kamu masih manusia.” Kata-katanya menyentuh, tapi ia merasa semakin kecil. 

Hana menunduk. Ada benarnya apa yang dia katakan, tapi di sisi lain, ia tak ingin menangis dan memperlihatkan betapa mudahnya ia goyah. 

Hana ingin bicara, ingin membalas apa pun yang ia ucapkan, tapi lidahnya kelu. Seolah setiap kata yang tersusun di benaknya tercerai-berai sebelum sempat ia suarakan. 

Yang tersisa hanyalah kepingan perasaan ini, berat, penuh, nyaris tak tertahankan. Mungkin aku hanya ingin kehangatan, sesuatu yang sederhana namun sulit kuungkapkan. 

Akhirnya, Hana mendengar dirinya sendiri berbisik. Kalimat itu keluar begitu saja, hampir tak terdengar, tetapi penuh kejujuran. 

“Mmm… boleh peluk aku?”

   Dominic menoleh, alisnya sedikit terangkat seakan tak percaya. Tapi hanya sedetik. Setelah itu, senyum khas yang terlalu familiar muncul di wajahnya.

Senyum jahilnya.

“Hanya peluk?” katanya, nadanya sedikit menggoda. “Lebih dari itu juga boleh.”

   Hana mendengus kesal, perasaannya masih bercampur antara sedih dan jengkel. Tapi reaksi spontan itu seolah menjadi celah baginya untuk sejenak lupa akan sakit di hati. 

“Iiihh… nanti aku mau lho!” Balas Hana dengan nada setengah serius, sambil meliriknya tajam melalui sisa-sisa air mata yang belum sepenuhnya mengering.

   Dia terkekeh pelan, tawa yang seperti mencoba memecah atmosfer yang tegang di antara kami. Tanpa kata lain, dia perlahan merentangkan tangannya. Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa lama, ia merasa aman, bukan karena dia berkata sesuatu yang meyakinkan, tetapi karena dia ada, tepat di hadapanku.

Hana diam sejenak, ragu. Tapi akhirnya, perlahan, ia melangkah mendekat dan membenamkan wajahnya di dada Dominic.

Pelukan itu… terasa lebih menenangkan dari yang ia bayangkan.

Dominic tidak mengatakan apa-apa, hanya membiarkan tangannya melingkari tubuh Hana dengan erat, memberikan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan.

“Menangislah sepuasnya, setelah ini, kamu akan merasa lebih baik.” bisik Dominic di atas kepalanya. 

Hana mengepalkan jemarinya di dada Dominic, lalu mengangguk pelan. Ia akhirnya membiarkan dirinya larut dalam tangisan, tanpa perlu berpura-pura kuat.

Dan malam itu, di bawah langit yang luas, Hana merasa untuk pertama kalinya… ia tidak sendirian.

Sejak malam itu, sesuatu di antara mereka berubah.

Hana dan Dominic bukan lagi dua orang asing yang kebetulan bertemu di tengah luka. Ada sesuatu yang mengikat mereka lebih erat, meski tak terucapkan.

Dominic selalu ada. Entah bagaimana caranya, pria itu selalu muncul saat Hana merasa lelah dengan hidupnya. Saat ia pulang dari kampus dengan mata lelah, Dominic tiba-tiba mengirim pesan.

"Keluar. Aku di depan kost."

Dan saat Hana melangkah keluar, Dominic sudah bersandar di mobilnya, menyodorkan sekotak es krim. 

“Katanya, manis bisa bikin suasana hati lebih baik.”

Kadang, mereka hanya duduk di dalam mobil, mendengarkan lagu tanpa bicara.

Kadang, mereka pergi ke tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota, hanya untuk melihat matahari terbenam.

Kadang, Dominic hanya menatapnya lama, lalu berkata, “Hari ini lebih baik dari kemarin?”

Dan saat Hana tersenyum kecil, Dominic akan mengangguk puas, seolah itu adalah pencapaiannya sendiri.

Namun, semakin dekat mereka, semakin besar kebingungan di hati Hana.

Dominic selalu membuatnya nyaman. Tapi kenyamanan itu datang dengan tanda tanya besar.

Siapa sebenarnya Dominic?

Ia tahu pria itu lebih tua darinya, enam belas tahun bukan jarak yang kecil. Ia tahu Dominic punya kehidupan yang belum pernah ia sentuh.

Hana ingin bertanya. Tapi setiap kali bibirnya terbuka, Dominic selalu berhasil mengalihkan pembicaraan.

Sampai akhirnya, suatu malam…

Mereka duduk di pinggir danau, seperti biasa. Hana memeluk lututnya, menatap pantulan bulan di air yang tenang.

“Kenapa kamu baik banget sama aku?” tanya Hana tiba-tiba, suaranya terdengar ragu. 

Hana bisa merasakan ketidakpastian di dalam pertanyaannya, seperti dia mencoba memahami sesuatu yang tak terjangkau oleh logikanya. 

“Maksudnya?” Dominic mengangkat alis, mengarahkan pandangannya yang tajam dan tenang ke arahnya.

“Kita nggak kenal lama, kamu bisa aja pergi setelah malam itu, tapi kamu tetap ada di sini. Kenapa?” lanjut Hana pelan, matanya menatap ke arah tanah sejenak sebelum kembali mendongak.

Hana bisa melihat ekspresi Dominic berubah, seperti ada sesuatu di pikirannya yang enggan ia bagikan. 

Angin malam menerpa rambutnya, menciptakan suasana sunyi yang menggantung di antara kami berdua. Dia terdiam cukup lama, sampai akhirnya menjawab dengan suara yang nyaris seperti bisikan.

“Aku nggak tahu, tapi mungkin… karena aku nggak suka lihat kamu sendirian.” Kata-kata itu sederhana, tapi cukup untuk mengguncang pikirannya.

Apakah benar itu alasannya? Aku menatapnya dalam diam, mencoba mencari kepastian di sorot matanya. Tapi jawaban itu terasa seperti teka-teki baru yang tidak mudah terpecahkan. 

Hana menggigit bibir, berusaha memikirkan kalimat selanjutnya. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hati, sesuatu yang tidak bisa ia pendam lebih lama. 

Hana menarik napas panjang sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya, “Kamu sudah punya pasangan?” 

Dominic, yang sebelumnya terlihat tenang, tiba-tiba tegang. Itu adalah reaksi yang tidak kuharapkan, dan cukup membuatku bertanya-tanya. Dia memalingkan wajahnya sejenak, seolah berusaha menyembunyikan sesuatu dari tatapanku. 

Namun, akhirnya dia berbalik lagi, menatapku dengan ekspresi yang sulit untuk kuterka. Senyumnya muncul, tapi senyum itu berbeda kali ini, sedikit getir, sedikit samar.

“Apa aku terlihat seperti pria yang sudah berkomitmen?” tanyanya pelan, namun ada nada tak biasa di balik suara itu. 

Suara yang lebih gelap, nyaris seperti sedang menguji atau melindungi sesuatu. Haana hanya bisa menatapnya, terpaku oleh pertanyaannya, seolah dia baru saja melemparkan jawaban yang tidak akan pernah kudapatkan.

Hana menghela napas. “Bukan itu pertanyaanku.”

Dominic tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Hana lama, seolah sedang menimbang sesuatu.

Lalu akhirnya, ia berkata, “Aku nggak menikah. Tapi aku pernah hampir menikah.”

Hana terdiam. Hatinya mencelos.

Hampir menikah?

Ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. Tapi sebelum ia sempat membuka mulut, Dominic sudah lebih dulu berkata, “Bukan malam ini, Hana. Aku akan cerita… tapi bukan malam ini.”

Dan entah kenapa, meskipun hatinya dipenuhi rasa penasaran, Hana memilih untuk diam.

Karena untuk pertama kalinya, ia melihat sesuatu di mata Dominic yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Luka.

Sama seperti dirinya.

"Mau jadi pasangan saya?"

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!