Malam itu, Gwen seorang gadis remaja tidak sengaja memergoki cowok yang dia kejar selama ini sedang melakukan pembunuhan.
Rasa takut tiba-tiba merayap dalam tubuhnya, sekaligus bimbang antara terus mengejarnya atau memilih menyerah, Karena jujur Gwen sangat takut mengetahui sosok yang dia puja selama ini ternyata seorang pria yang sangat berbahaya, yaitu Arsenio.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Gwen merasakan gelombang kecemasan saat ia duduk sendirian di ruang kelas. Sekolah telah berlangsung kembali bagi gadis itu, yang kini menghadapi gunungan tugas mengejar ketinggalan dari satu minggu absen - karena sakit.
Di depannya ada tumpukan buku dan lembar kerja yang tidak ia sukai, tapi ia tahu harus menghadapinya demi menjaga nilai demi masa depannya di universitas.
Sementara itu, Selly, sahabatnya, minta izin berada di ruang dance, mengasah bakat para junior untuk persiapan lomba.
Suasana hening di kelas tiba-tiba pecah oleh suara pintu yang dijebol kasar oleh Hery dan teman-temannya. Gwen merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat, rasa tidak suka bercampur dengan rasa takut saat Hery mendekat dan tanpa izin, duduk di sebelahnya. Otot-otot di tubuhnya berkontraksi, pertanda tubuhnya gemetar.
"Hy, cantik, ketemu lagi" ujar Hery sambil mencolek dagu Gwen dan dengan lancang mencium pipinya.
Gwen terkejut, matanya membelalak, dan dia berdiri dari tempat duduknya sambil mengusap pipinya yang terasa jijik.
"Jangan kurang ajar, ya!" bentak Gwen. Dia ingin kabur, tapi teman-teman Hery menghalangi pintu, membuatnya sulit untuk keluar. Hery semakin mendekat, seolah ingin mengurung Gwen.
"Jangan dekat-dekat, anjing!" teriak Gwen.
"Jangan takut Gwen, lo nggak boleh takut sama bajingan ini. Lo harus berani, lawan trauma lo. Ingat pesan Kak Nio," batin Gwen, mencoba menguatkan diri.
"Mau lari kemana sayang? Minta tolong sama pangeran kuda putih lo, Kak Arsen? Sayangnya, dia nggak tahu gue lagi godain lo," kata Hery dengan nada sinis, semakin mendekat.
Gwen mundur, tapi Hery terus mendekat hingga mereka nyaris bersentuhan. Dengan gerakan cepat, Gwen menendang bagian sensitif Hery dengan cukup keras.
Hery meringis kesakitan, memegangi bagian yang ditendang sambil berjongkok di lantai. " Gwen bangsat!" geramnya.
Saat rasa sakitnya mulai reda, dia berdiri dan berjalan cepat, ingin memukul Gwen dengan penuh emosi. Namun, tiba-tiba Gwen mengeluarkan pulpen dari saku roknya dan menodongkannya ke arah cowok itu.
Hery bersama kawan-kawannya malah terbahak-bahak saat melihat Hery memegang pulpen dengan tangan gemetar.
"Lo mau lawan gue pake pulpen?" cemooh Hery sambil mengambil beberapa pulpen dari meja terus dilempar ke arah Gwen. "Ambil tuh, biar lo punya amunisi lebih buat lawan gue," ujarnya lagi.
Gwen berusaha tetap tenang, "Jangan takut, lo harus berani. Kak Nio tolong! aku takut!," jerit Gwen dalam hati, tangannya gemetar masih mengarahkan pulpen ke Hery.
"Pergi sana!" bentak Gwen.
"Ga akan, sayang. Sebelum gue cium, biar rindu ini ilang," balas Hery.
"Gas pol, bro! Kali ini harus berhasil. Mumpung kak Arsen ga ada," celetuk salah satu teman Hery.
"Jangan kasih kendor buat yang bening-bening gitu," timpal teman yang lain.
"Kenapa lo bisa secepat itu keluar dari penjara hah!?" bentak Gwen.
Hery tersenyum remeh, "karena gue punya koneksi kuat,"
Tanpa peringatan, Hery menampar Gwen dengan keras, meninggalkan bekas tangan di pipinya yang pucat. Gwen menyentuh pipinya yang perih, air mata mengalir deras. Tidak pernah dalam hidupnya ia merasakan tamparan, apalagi dari seorang pria yang begitu kejam di depannya. Namun, dalam diamnya, ada keberanian yang mulai tumbuh.
Gwen mengepalkan tangannya, membuka tutup pulpen di tangannya hingga ujungnya menunjukkan ujung runcing yang berkilau seperti belati. Saat Hery menyadari, ekspresi terkejutnya memberi Gwen sedikit kepuasan di tengah air mata.
Gwen dengan cepat menggoreskan belati ke wajah Hery, meninggalkan garis darah yang memanjang, lalu beralih menusuk lengan Hery yang sedang memegang pipinya. Darah mengalir deras, bahkan mengenai tangan Gwen yang sudah bergetar hebat.
Dengan cepat, Gwen berlari menuju pintu, menodongkan belati ke arah teman-teman Hery yang terlihat ketakutan.
"Minggir!" teriak Gwen dengan tegas.
Mereka langsung menggeser tubuh, memberi ruang bagi Gwen untuk keluar dari kelas. Lily terus berlari, menyembunyikan belati di balik roknya, kakinya melangkah cepat di antara kerumunan siswa yang bingung menatapnya.
"Kenapa saat seperti ini, Ara ga datang. Seharusnya dia bantu aku lawan tuh cowok brengsek" Nafas Gwen terengah-engah rasa capek berlari serta rasa takut yang mendalam.
Gwen beralih menatap tangannya yang sedikit terdapat darah, lalu dengan kasar menghapusnya dengan roknya. Tangannya masih bergetar hebat, tak menduga dia bisa menusuk Hery dalam keadaan sadar.
Saat sedang mengatur nafas, tiba-tiba, suara notifikasi masuk membuat Gwen segera memeriksa ponselnya. Matanya membulat lucu saat melihat foto dirinya yang sedang tidur sambil mengemut jari. Rasa marah dan malu bercampur saat dia tahu siapa pengirimnya.
"Kak Nio, iseng banget sih!" Gwen bangkit dari tempat duduknya dan berjalan cepat mencari tersangka. Rasa takutnya seketika berubah menjadi rasa kesal.