NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Mihrab Pesantren

Takdir Cinta Mihrab Pesantren

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Gerimis Malam

Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.

Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.

Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Hari ini adalah hari terakhir Fatih menjalani hukuman bakti sosial. Hari terakhir Fatih di tempatkan di panti jompo untuk membantu perawat-perawat yang menjaga lansia.

Fatih tercengang ketika memasuki pekarangan panti jompo. Tampak orang yang sudah berumur sedang bercengkrama. Pemandangan yang tak pernah dilihat sebelumnya oleh Fatih.

"Kalian benar-benar ingin kami bekerja disini?" protes Fatih. Bukan hanya Fatih seorang, tapi beberapa siswa yang ikut melakukan tawuran juga akan melakukan pelayanan di tempat itu.

"Tentu saja. Apa kalian juga lebih memilih penjara dari pada bekerja di tempat ini?" tantang seorang petugas yang bertugas mengawasi mereka. Melakukan pelayanan di panti jompo bukan pilihan yang baik, tapi jika di bandingkan dengan penjara. Panti jompo adalah pilihan yang tepat bagi Fatih dan siswa lainnya.

Fatih memutar matanya, dengan langkah enggan dia berjalan masuk menyusuri koridor untuk bertemu dengan perawat yang akan menjelaskan tentang hal yang akan mereka kerjakan. Tidak seperti dugaan Fatih, tempat ini sangat bersih dan harum. Tidak bau tanah seperti pikirannya.

Kedatangan mereka di sambut ramah oleh perawat. Senyum yang menghias menandakan bahwa kedatangan mereka di terima.

"Selamat datang." sambut perawat yang berpakaian seragam ungu. Wajah cantik dengan lesung pipi semakin membuatnya menawan.

"Sus... Kalian tahukan kedatangan kami ke sini bersama rombongan. Seperti biasa..." kata petugas yang mendampingi Fatih dan lainnya. Seperti biasa, kedatangan petugas itu untuk memberi efek jera pada kenakalan yang di lakukan siswa sekolah.

"Tentu saja Pak. Langsung saja. Perkenalkan nama saja Andine, saya akan menjelaskan hal apa saja yang akan kalian lakukan. Tapi terlebih dahulu, saya harus memastikan bahwa kedatangan kalian disini untuk membantu, bukan untuk membuat onar." ucap perawatan yang bernama Andine tersebut.

"Kenapa tidak ada yang menyahut? Kalian tidak DENGAR?"

Fatih menggaruk-garuk telinganya karena suara keras dari petugas itu sangat mengganggu pendengarannya.

"Dengar..." jawab mereka serentak kecuali Fatih.

"Hooeee Kamu!" panggil petugas itu melihat ke arah Fatih. Fatih menoleh dengan enggan.

"Dari tadi saya perhatikan kamu, muka SONGONG kamu itu jangan di perlihatkan!" kata petugas tersebut dengan penekanan.

Fatih tersenyum sinis, "Dari tadi bapak perhatikan saya? Bapak suka sama saya, sampai-sampai saya di perhatikan? Tapi maaf Pak. Saya masih normal." cetus Fatih membuat gelak tawa secara bersamaan terdengar menggema di koridor.

Jangan di tanya wajah Pak Santos seperti apa, wajahnya merah padam dengan tangan terkepal. Dia sangat merasa terhina dengan perkataan Fatih.

"Anak kurang ajar seperti kamu itu tidak pantas berada di sini. Lebih pantas membekam di dalam penjara." ucap Pak Santos.

"Bapak dari tadi jangan benci banget sama saya. Bapak enggak tahu hukum alam tentang benci jadi cinta. Saya tolak cinta bapak, bapak nangis-nangis ngejer." kata Fatih remeh semakin membuat teman-temannya tertawa.

"Saya keluar dulu Bu Andine, takut saya meledak disini." kata Pak Santos pada Ibu Andine, kemudian pergi meninggalkan rombongannya dalam asuhan ibu Andine.

"Kalian seharusnya tidak bersikap seperti itu pada orang yang lebih tua." kata ibu Andine menasihati.

"Berarti yang ibu Anline maksud kita boleh mengatakan seperti itu pada orang yang lebih muda."

"Ha.. ha.. ibu Anline, susu dong." celetuk anggota Fatih yang berada di sekolah yang berbeda.

"Kan emang punya susu..." tambah siswa dari sekolah yang di serang oleh Fatih. Mereka tampak menjadi akrab setelah mengahabiskan waktu bersama selama seminggu.

"Maksud Luh susu dalam kulkas?"

"Susu mana lagi? Emang ada susu lain?"

"Adalah. Susu dalam tempurung." tambah Fatih. Kemudian mereka kembali tertawa tak mempedulikan wanita yang sejak tadi melihatnya.

Ibu Andine masih berumur sekitar 25 tahunan, tentu saja belum menikah. Mendengar percakapan yang siswa-siswa di bawah umur, ibu Andine menggeleng prihatin.

"Oh... Kalian semua sudah menguasai ilmu persusuan yah? Pikiran mesum aja kalian pada pinter. Pelajaran di sekolah, kalian kuasai juga enggak?" sengaja ibu Andine meladeni dengan guyonan juga agar mereka diam. Ternyata mereka memang diam. Anak-anak seperti mereka jika di hadapi dengan emosi maka akan bertambah rumit dan permasalahan tidak akan selesai. Mereka tidak akan pernah mangaku kalah, karena watak anak seperti mereka memang demikian.

"Oke.. tak perlu berlama-lama lagi saya menjelaskan panjang lebar. Pagi ini beberapa dari kalian akan bertugas untuk memandikan opa-opa. Ada yang memberi makan. Ada yang membersihkan tubuh mereka nanti karena ada beberapa yang tidak boleh mandi..."

Setelah membagi tugas, mereka kemudian berpencar mengikuti perawat yang akan membimbing. Fatih mendapat bagian memandikan.

Pemuda itu kemudian masuk di salah satu ruangan besar yang memiliki jumlah enam ranjang dan di huni oleh pria yang sudah berumur 65 tahun keatas.

Fatih menyusuri ruangan itu dengan matanya, menatap satu persatu lansia yang juga melihatnya. Ada rasa sedih yang tiba-tiba menusuk hatinya. Rasa sedih dan kasihan melihat sosok tua yang tak di dampingi oleh putra ataupun putri mereka.

"Selamat pagi semuanya.... Pagi ini adek Fatih dan teman-temannya akan membantu opa-opa untuk mandi. Ayo silahkan, opanya di bantu berjalan dek." kata perawat itu dengan ramah.

Fatih yang masih menjadi pemimpin di kelompoknya, tidak lagi merasa enggan. Langkahnya semakin menjadi pasti ketika dia menghampiri seorang pria yang berumur sudah sangat tua di banding teman sekamarnya. Teman-teman Fatih mengikuti apa yang dilakukan oleh Fatih. Mereka semua berubah menjadi sosok yang bertanggung jawab dan tidak banyak tingkah.

Fatih memegang tangan pria yang di ketahui sudah berumur 80 tahun. Tangan keriputnya terasa sangat kasar tapi tidak membuat Fatih merasa tidak nyaman. Justru Fatih merasa sangat nyaman karena genggaman pria tua  itu seperti seorang kakek yang sedang menggenggam tangan cucunya. Sorot mata teduh dan senyum yang tak punya gigi membuat Fatih ikut tersenyum ramah.

Selang beberapa saat Fatih pun mulai memandikan kakek itu.

"Dulu waktu muda saya seperti kamu. Tampan tinggi dan gagah berani. Punya tindik juga." kata kakek itu dengan suara yang kurang jelas karena giginya sudah tak lengkap.

Fatih hanya diam seraya terus menggosok tubuh kakek itu dengan sabun. Dia tampak fokus dengan pekerjaannya.

"Keluarga kakek dimana?" akhirnya pertanyaan yang sejak tadi ingin dia tanyakan, di ucapkan juga.

"Iya.... Waktu muda saya memang tampan, saya juga nakal seperti kamu. Tapi mengingat semua itu saya menyesal. Sekolah saya tidak beres dan menjadi gelandangan." ucap kakek itu, sama sekali tak mendengar pertanyaan Fatih yang di ucapkan barusan.

"Jangan seperti saya, berubahlah menjadi lebih baik selama kamu masih punya sisa waktu. Menyesal di hari tua tidak ada gunanya." kakek tersebut kembali berucap seakan ingin membagi pengalaman kelamnya pada Fatih. Fatih mengangguk. Kakek pun tersenyum.

Setelah memandikan, Fatih kembali membantu kakek itu memakai pakaiannya. Selepas itu beberapa lansia yang sudah terlihat rapi dengan pengawasan siswa yang di tugaskan tadi. Berjalan menuju taman. Beberapa lansia duduk dan bercengkrama, hubungan sesama lansia sudah seperti keluarga. Sesekali obrolan mereka di selingi tawa. Tak di tanya, kakek pun berucap.

"Saya tidak punya keluarga. Anak saya meninggal di usianya yang masih kecil. Dan istri saya sudah meninggal. Saya menjadi gelandangan, hidup di trotoar. Kadang makan saja harus mencari di tong sampah." ucap kakek tersebut.

"Sedangkan saya." kata nenek yang berkacamata, pipi peyot yang sudah jatuh menampakkan usianya yang berumur di atas 60 tahun. "Saya di telantarkan anak saya." sambung Nenek itu. Suara terdengar menangis tapi air matanya tak juga turun. Sepertinya karena sudah berusia tua, air mata nenek itu sudah kering.

"Anak saya tega membawa saya kesini dan tak kembali lagi. Berhari-hari saya menunggu kedatangannya hingga bertahun-tahun lamanya. Mereka tidak pernah melihat saya. Nomor telepon yang mereka tinggalkan di kertas, sudah tidak bisa lagi di hubungi." Siswa yang berdiri mengelilingi para lansia itu, terenyuh mendengar cerita kelam sang nenek. Betapa tega seorang anak meninggalkan ibunya. Benar saja. Ibu bisa merawat sepuluh anak sekaligus dengan rasa kasih sayang tapi ada juga anak yang tak bisa merawat orang tuanya. Mereka lepas tangan, seakan orang tua adalah beban hidup mereka. Mata Fatih berkaca-kaca mendengar cerita sang nenek. Dia memang nakal, tapi pikirannya tidak pernah terbersit keinginan untuk meninggalkan orang tuanya jika sudah tua. Fatih Manarik nafas berat, ketika ponselnya berbunyi dan menampilkan nama mama yang memanggil.

"Assalamu'alaikum Nak." Salam ibu Fatih. Hari terakhir, siswa sudah boleh memegang ponselnya kembali.

"Wa'alaikumussalam Mah." jawab Fatih.

"Mama akan menjemput kamu yah. Mama kangen." kata Mama Fatih di seberang telepon.

"Fatih akan menjadi anak yang tidak akan meninggalkan Mama sendirian. Fatih akan merawat mama jika mama sudah tua. Fatih akan menggendong mama jika mama tak bisa berjalan. Fatih akan menemani mama dan Fatih tidak akan pernah mengirim mama di panti jompo." ucap Fatih. Tak ada hujan, tak ada angin tiba-tiba putranya berbicara hal yang sangat romantis pada ibunya. Membuat ibu Aminah meneteskan air mata senang. Jika hukuman itu adalah cara Allah menyadarkan sang putra. Ibu Aminah sangat ikhlas. Karena pertolongan Allah sangat dekat bagi hamba yang meminta pertolongan.

1
Ayu
hehehe ada ada aja ceritanya , lanjut kakak
Syafrinal Endri
lanjut Thor yg banyak bab nya
Aldebarand 98
Lumayan
Ayu
Masya Allah, nangis aku bacanya disini . kenapa taubatnya Fatih harus dibayar dengan mahal /Sob/
Ayu
sampai di bab 15 saya tidak bosan meneruskan baca novel ini , Semangat berkarya pokoknya /Rose/
Syafrinal Endri
lanjut Thor yg banyak bab nya makin seru aja
Evanscape
Cerita yang sangat bagus, jangan sampai dilewatkan. menarik banget.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!