Tak ada jalan untuk kembali
Killa Okta Brahmana dan Salpa Radiatul Brahmana merupakan saudara kandung, setelah lulus kuliah di luar Negeri sebagai Desainer profesional, Killa menjadi satu-satunya penerus perusahaan peninggalan mendiang sang Ibunda. Sementara Salpa masih menempuh pendidikan tinggi dengan profesi yang sama dengan Kakaknya, Killa.
Setelah Killa sah menjadi penerus perusahan keluarga besar Brahmana, akhirnya Killa menikahi Diantoro Sultan yg tak lain merupakan keturunan dari sahabat sang Ayah, Joko Brahmana.
Setelah 3 tahun menikah pernikahan Killa dan Diantoro belum dikaruniai keturunan sehingga Diantoro berselingkuh dengan adik kandung Killa.
Lantas bagaimana dengan Killa dan cerita selanjutnya?
Intip terus ya update selanjutnya 😉 siapa tau makin penasaran sama kelanjutan ceritanya 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhyras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Informasi Yang Membingungkan
*****
Keesokkan harinya ...
Hari ini Killa kembali berencana untuk bertemu seseorang.
Setelah Diantoro pergi bekerja, Killa pun segera bergegas pergi menemui Aji, seorang pesuruh yang Killa perintahkan untuk mencari tahu siapa pemilik rumah pinggiran kota itu.
Sesampainya di taman kota, Aji sudah menunggu Killa disana.
"Gimana, udah dapat kabar, kan?" tanya Killa tanpa basa-basi.
"Sudah, Bu! Rumah itu sekarang ditinggali sama seorang wanita muda, Bu!" jawab Aji.
"Gadis? Siapa?" tanya Killa penasaran.
"Namanya ...," Aji tiba-tiba lupa. "Oh iya namanya Salpa, Bu!" sahut Aji.
"Salpa? Kamu gak salah informasi, kan?" tanya Killa memastikan.
"Iya benar, Bu! Saya sudah tanya orang sekitar sana, Bu Salpa pemilik perusahaan busana yang baru berdiri!" jawab Aji dengan mantap.
Killa terdiam sejenak. 'Killa yang beli rumah itu? Tapi buat apa? Bukannya Salpa udah punya rumah?' pikir Killa.
Killa semakin penasaran dengan rumah pinggiran kota itu.
"Bu Killa? Apa ada yang ingin Ibu ketahui lagi?" tanya Aji.
"Eh iya?" Killa tersadar dari lamunan. "Enggak, udah cukup kok! Makasih banyak ya?" ucap Killa.
"Sama-sama, Bu! Kalau Bu Killa butuh informasi lain, saya siap kapan aja! Ibu tinggal hubungi saya!" sahut Aji.
"Iya! Ini ada sedikit buat kamu!" tutur Killa sambil memberikan beberapa lembar uang kertas pada Aji.
"Wah ... makasih banyak, Bu Killa? Kalau gitu saya permisi, Bu!" Aji tampak senang.
Setelah Aji pergi, Killa berdiam diri sejenak disana sambil memikirkan cara untuk mencari tahu lebih detail tentang Salpa dan rumah pinggiran itu.
'Aneh! Kenapa Salpa beli rumah itu? Dan kenapa aku sama sekali gak tau apa-apa? Apa tujuan Salpa sebenernya? Dan siapa orang yang udah menghamili Salpa?' pikir Killa.
Killa beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya karena merasa pusing dengan semua itu. Semakin Killa mencari tahu, semakin Killa terjebak oleh teka-teki permasalahan Salpa.
'Kenapa Salpa gak mau jujur dan terus terang sama aku? Dia anggap apa aku ini? Maafkan aku ayah, ibu, aku gagal menjaga Salpa! Dan sekarang Salpa ... aku gak tau apa yang harus aku lakukan sama dia!' keluhnya.
Saat Killa mulai bingung, tiba-tiba Killa teringat seseorang yang tahu tentang rumah pinggiran kota itu.
'Benar! Aku harus tanya Pak Mul, aku yakin dia pasti tahu betul tentang rumah itu!' pikir Killa.
Tapi saat Killa hendak bergegas pergi, seseorang datang menyapa.
"Hi, Kill? Kamu sedang apa disini?" tanya Rangga.
"Rangga? Kamu kok ada disini?" Killa heran kenapa Rangga selalu muncul tiba-tiba.
"Aku kebetulan lewat, habis jogging tadi pagi!" jawab Rangga. "Kamu sendiri lagi apa? Kok sendirian disini?" tanya Rangga sambil melihat sekeliling.
"Oh gitu!" Killa menghela nafas panjang. "Aku lagi bosan aja, jadi aku jalan kesini!" sahut Killa.
"Kalau gitu mau aku temenin? Biar kamu ada temen bicara!" tawar Rangga.
"Enggak usah, Angga! Makasih, aku kebetulan mau pergi lagi kok!" Killa menolak tawaran Rangga. "Kalau gitu aku duluan ya?" ucap Killa. Kemudian Killa terburu-buru melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Rangga.
"Killa tunggu!" panggil Rangga sambil menggenggam pergelangan tangan Killa.
Killa menoleh pada Rangga dan tangganya.
"Eh maaf!" ucap Rangga sambil menarik kembali genggamannya. "Em ... aku ... maksudku, kenapa kamu terburu-buru pergi?" Rangga salah tingkah.
"Aku ada urusan penting!" jawab Killa.
"Apa mau aku temani?" tanya Rangga.
Killa menggeleng. "Enggak usah! Makasih." Sahut Killa.
"Apa kamu gak bisa tinggal disini lebih lama?" tanya Rangga.
"Rangga please jangan halangi aku! Aku harus pergi, ada banyak urusan yang harus aku selesaikan!" pinta Killa mulai kesal.
"Kalau gitu biar aku antar kamu ya?" tawar Rangga.
"Gak usah! Lagipula aku bawa kendaraan sendiri kok!" Killa menolak tawaran Rangga dengan mantap.
Rangga menghela nafas berat. "Baiklah kalau gitu, maaf aku gak ada maksud halangi kamu! Aku cuma ... " Rangga kehabisan kata untuk menahan Killa agar tinggal lebih lama.
"Rangga maaf aku sudah punya suami, aku harap kamu mengerti dan aku harap kamu juga jangan campuri urusanku." Emosi Killa mulai tak terkendali karena ada banyak masalah yang sedang Killa hadapi.
"Aku mengerti, Kill! Tapi apa kita gak bisa saling berteman? Aku gak bermaksud lain, aku cuma ingin kita baik-baik saja selayaknya seorang teman!" ucap Rangga.
"Terserah kamu Rangga!" cetus Killa.
Killa segera bergegas pergi, tak lagi menghiraukan Rangga.
Rangga hanya bisa terdiam sambil menatap kepergian Killa.
*****
Usai bertemu dengan Rangga, Killa langsung bergegas menemui Pak Mul. Tapi sayangnya Pak Mul ternyata sedang tidak ada di rumah, hanya ada istri dan anaknya disana. Tapi Killa tidak menyerah begitu saja, Killa mencoba menggali informasi dari istri Pak Mul.
"Maaf Mbak Gina, kalau saya ganggu waktunya! Ada hal yang mau saya tanyakan sama Mbak Gina!" ucap Killa dengan santun.
"Tidak apa-apa, Mbak! Saya sama sekali gak keganggu kok! Kalau boleh tau, ada hal apa ya Mbak Killa?" tanya Gina.
"Begini, Mbak! Sekitar setahun yang lalu, Pak Mul sempat menawarkan rumah dipinggiran kota sebelah timur, apa Mbak Gina tau?" tanya Killa.
Gina mencoba mengingat-ingat. "Oh iya betul, Mbak! Saya tau! Memangnya ada apa dengan rumah itu ya, Mbak?" tanya Gina.
"Tidak apa-apa, Mbak! Waktu itu suami saya gak jadi beli, kan? Kalau boleh tau, waktu itu siapa yang membeli rumah itu ya, Mbak?"
Gina terdiam sejenak. "Bukannya rumah itu sudah dibeli sama Pak Diantoro ya waktu itu?" Gina sedikit heran. "Setahu saya waktu itu Pak Diantoro jadi beli rumah itu, Mbak! Bahkan suami saya bilang, surat rumah itu sudah di alih nama kan atas nama Mbak Killa!" jawab Gina. "Maaf, Mbak! Kalau boleh tau, memangnya Pak Diantoro gak ngasih tau Mbak Killa?" tanya Gina penasaran.
Killa terdiam sesaat. Killa merasa semakin dibuat pusing oleh beberapa informasi yang berbeda. 'Mas Toro jadi beli rumah itu? Tapi dia bilang gak tau! Dan tadi Aji bilang rumah itu milik Salpa, sekarang Mbak Gina bilang rumah itu atas nama aku! Jadi informasi yang mana yang benar? Kenapa masalahnya jadi serumit ini sih?' pikir Killa.
"Mbak?" tegur Gina.
"Eh iya, Mbak?" Killa tersadar dari lamunan. "Mungkin suami saya lupa kasih tau saya, Mbak!" Killa berusaha tetap tenang dan menyembunyikan masalahnya. "Makasih banyak ya infonya Mbak Gina? Mohon maaf kalau kedatangan saya jadi ganggu aktivitas Mbak Gina!" ucap Killa.
"Ah sama sekali enggak ganggu kok, Mbak! Oh maaf saya sampai lupa! Mbak Killa mau minum apa?" tanya Gina.
"Enggak usah repot-repot, Mbak! Saya enggak lama kok! Saya mau langsung pamit!" sahut Killa.
"Loh kok pamit, Mbak? Nanti saja Mbak Killa, barangkali Mbak mau nunggu suami saya pulang! Biar nanti Mbak Killa bisa tanya langsung sama suami saya!" tutur Gina dengan ramah.
"Tidak usah, Mbak! Sudah cukup kok, makasih banyak ya atas waktunya? Kalau begitu saya permisi, Mbak?" ucap Killa.
"Sama-sama, Mbak! Kalau gitu hati-hati di jalan ya Mbak Killa?" pesan Gina.
Killa tersenyum. "Iya, Mbak!" ucap Killa.
Usai berpamitan, Killa segera bergegas pergi dari kediaman Pak Mul.
jangan lama² lah thor