Letnan satu Bisma Dwipangga patah hati setelah diputuskan oleh tunangannya. Hubungannya yang sudah terjalin cukup lama itu, kandas karena sebuah alasan. Demi sebuah jenjang karier yang masih ingin digapai, dr. Jelita Permata terpaksa mengambil keputusan yang cukup berat baginya.
"Aku ingin melanjutkan studiku untuk mengejar dokter spesialis. Kalau kamu tidak sabar menunggu, lebih baik kita sudahi hubungan ini. Aku kembalikan cincin tunangan ini." Dr. Lita.
"Kita masih bisa menikah walaupun kamu melanjutkan studi menjadi Dokter spesialis, aku tidak akan mengganggu studi kamu, Lita." Lettu Bisma.
Di tengah hati yang terluka dan patah hati, Bu Sindi sang mama justru datang dan memperkenalkan seorang gadis muda yang tidak asing bagi Letnan Bisma.
"Menikahlah dengan Haura, dia gadis baik dan penurut. Tidak seperti mantan tunanganmu yang lebih mementingkan egonya sendiri." Bu Sindi.
"Apa? Haura anak angkat mama dan papa yang ayahnya dirawat karena ODGJ?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Ancaman Bisma
Mobil Bisma sudah tiba di depan halaman rumah kedua orang tuanya. Dia segera keluar dan masuk rumah dengan wajah masam. Di dalam ruang tamu, sudah ada sang mama menatap heran kedatangan Bisma yang sendiri.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Mana Haura?" tanyanya dengan kening yang mengkerut.
"Haura tidak ada saat Bisma jemput, Ma. Tahunya kata salah satu teman satu jurusannya, Haura sudah pulang 10 menit yang lalu, sedangkan Bisma sudah menunggunya hampir setengah jam. Gila, enak benar anak itu mempermainkan aku dan membiarkan aku menunggu di depan gerbang kampus. Emang dasar tidak punya adab anak angkat itu," umpat Bisma kesal.
"Ya ampun Bisma, itu bicaranya dijaga, ya, jangan sampai kedengaran oleh orangnya. Haura bisa sakit hati, lho. Lagian, kenapa kamu sampai tidak melihat Haura lewat atau jalan di depan kampusnya? Jangan-jangan kamu sedang main Hp saat menunggu Haura. Kamu ini memang tidak bisa diandalkan. Lalu ke mana Haura pergi, dia juga sampai saat ini belum pulang?" heran Bu Sindi merasa khawatir.
"Mungkin dia ke butik Mama, dia kerja paruh waktu di butik Mama, bukan?"
"Tidak, hari ini Haura tidak bekerja. Dia ambil kerja di butik kalau kebetulan kuliahnya siang." Bu Sindi menyangkal.
"Biarkan saja, Ma. Paling sebentar lagi dia pulang. Dia itu kelayapan dulu bersama teman cowoknya mungkin," ujar Bisma seraya berlalu.
"Tidak. Haura tidak pernah kelayapan yang tidak jelas setelah pulang kampus. Pasti kalau telat pulang begini, Haura pasti ada keperluan lain yang mendadak," bela Bu Sindi masih dengan wajah yang was-was.
"Mama percaya begitu saja. Perempuan muda seperti Haura pasti sedang asik-asiknya bertemu pacarnya, Haura pasti sedang pacaran saat ini," duga Bisma menyangkal keyakinan sang mama.
"Tidak. Setahu mama, Haura tidak memiliki pacar. Dia tidak pernah berpacaran. Lagipula kamu ini, kenapa juga membiarkan Haura lepas begitu saja? Menjemput tapi main Hp," dumel Bu Sindi menyalahkan Bisma. Bisma ingin protes, tapi suara seseorang yang mengucap salam mengurungkan niatnya.
"Assalamualaikum." Haura tiba-tiba sudah ada di depan pintu dan mengucap salam, disambut bahagia oleh Bu Sindi. Sedangkan Bisma menoleh dan mengurungkan niatnya untuk menaiki tangga, tadinya ia akan ke kamarnya, tapi saat melihat Haura ia mengurungkan niatnya. Bisma justru ingin menumpahkan perasaan kesalnya terhadap Haura karena saat dijemput, Haura justru tidak ada.
"Waalaikumsalam. Haura, kamu sudah pulang? Panjang umur kamu. Barusan mama dan kakakmu sedang membicarakan kamu karena kamu tidak pulang bersama kakakmu. Lantas, kamu ke mana dulu pulang dari kampus? Mama sampai khawatir, dan kenapa tadi kamu tidak menghampiri mobil kakakmu, Bisma menjemputmu di depan kampus sampai setengah jam," tutur Bu Sindi menceritakan.
Haura menghampiri Bu Sindi lalu mencium tangannya. "Haura tadi tidak melihat mobil Kak Bisma, Ma. Haura langsung nyebrang dan menaiki angkot," jawab Haura.
"Lho, kenapa harus nyebrang dan naik angkot di situ, bukankah angkot ke rumah ini tidak harus nyebrang?" heran Bu Sindi.
"Haura ke toko emas Berlian 99 dulu, Ma."
"Ke toko emas Berlian 99, untuk apa? Apa kamu membeli perhiasan?" Bu Sindi masih penasaran.
"Tidak, Ma. Haura tadi mematri kalung Haura yang patah," jawab Haura.
"Mematri kalung yang patah? Kok bisa patah, kenapa?" Kening Bu Sindi mengkerut dalam.
"Iya, kalung Haura patah, karena ...."
"Nah, ini dia orangnya. Sudah dijemput dan ditungguin lama, ehhh malah pergi naik angkot. Tidak tahu adab banget." Bisma datang memotong ucapan Haura. Lagipula kalau saja dia sudah pergi dari ruang tamu, kemungkinan besar Haura keceplosan dan mengatakan hal yang sebenarnya tentang kalung yang patah itu.
"Haura minta maaf, Kak. Karena Haura memang tidak melihat kiri kanan dulu, sehingga Haura tidak tahu kalau Kak Bisma menjemput," balas Haura.
"Sudah, sudah. Tidak apa-apa. Sekarang Haura sudah pulang dengan selamat tanpa kurang satu apapun. Sekarang kalian masuk, ganti pakaian masing-masing lalu makan siang," ucap Bu Sindi menengahi.
Bisma mendelik, dia masih belum beranjak sebelum Haura berlalu dari ruang tamu. Haura mulai melangkahkan kakinya dari ruang tamu. Ketika di ruang tengah, Bisma menahan langkahnya lalu memperingatkan.
"Haura, aku peringatkan jangan sampai kamu keceplosan. Kalau kamu keceplosan, maka kamu akan tahu akibatnya," ancam Bisma seraya berlalu dan menaiki tangga.
Satu jam kemudian, mereka berempat kini sudah berada di meja makan untuk makan siang.
"Setelah makan siang, mama dan papa akan pergi dulu. Kalian jangan sampai bertengkar saat kami pergi. Kalau kalian ada perlu apa-apa, minta tolong Bi Mimin. Bisma, mama mohon tolong jaga Haura, jangan kamu marahi lagi gara-gara dia tidak ikut mobil kamu," peringat Bu Sindi seraya merapikan bajunya setelah makan.
"Papa dan Mama memangnya mau ke mana?" lontar Bisma. Bu Sindi tidak mengatakan akan ke mana, mereka hanya bilang pergi keluar untuk menemui kerabat dekat.
"Ya sudah, Mama dan Papa hati-hati." Bisma mengulurkan tangannya pada kedua orang tuanya lalu diciumnya.
"Mama dan Papa hati-hati, ya," ucap Haura mengikuti Bisma lalu mencium tangan kedua orang tua angkatnya.
Bu Sindi dan Pak Saka pergi, tidak ada yang tahu bahwa kepergiannya ini untuk menemui rumah kedua orang tuanya Jelita. Mereka ingin tahu alasan dan kejelasan hubungan antara Bisma dan Jelita.
"Pah, apakah lebih baik Bisma juga ikut?" Bu Sindi menahan lengan Pak Saka, merasa ragu kalau tanpa sepengetahuan Bisma mereka pergi ke rumah orang tua dr.Jelita.
"Papa rasa tidak perlu, Ma. Jelita saja memutuskan hubungan begitu saja terhadap anak kita. Kita akan pertanyakan pada kedua orang tuanya, kenapa Jelita memutuskan hubungan saat Bisma sudah serius mengajaknya menikah," putus Pak Saka seraya melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah.
Sementara itu, setelah kedua orang tua Bisma pergi. Bisma dan Haura meninggalkan meja makan, Haura masuk kamarnya. Tanpa sepengetahuan Haura, ternyata Bisma mengikuti Haura lalu mendorong pintu kamar Haura sebelum Haura menutupnya.
"Kak Bisma, ada apa Kakak ikutin Haura?" Haura kaget saat Bisma berhasil mengikutinya dan kini sudah berada di dalam kamarnya.
Bisma menduduki bibir ranjang lalu menatap Haura dengan intens. Haura memalingkan muka karena tatapan Bisma itu mengingatkan dia dengan kejadian semalam.
"Kenapa kamu tadi main pergi begitu saja, bukannya hampiri aku? Kamu sengaja ingin hindari aku? Bagaimanapun kamu tidak bisa menghindari aku, karena kamu dan aku tinggal di rumah yang sama," tekan Bisma kesal.
"Haura tidak melihat ke kanan, Kak. Keluar dari gerbang kampus, Haura langsung nyebrang dan naik angkot," alasan Haura.
"Kamu tidak pergi dengan cowok kamu itu dan pacaran, kan?" lontar Bisma dengan nada menyelidik.
"Tidak. Lagipula Haura tidak punya pacar," sangkal Haura. Tiba-tiba Bisma berdiri lalu meraih tubuh Haura dan berbicara di depan muka gadis berparas ayu itu.
"Baguslah, itu artinya kamu tahu diri sebagai anak angkat. Kalau kamu mulai pacaran, maknanya kamu sudah harus siap meninggalkan rumah mama dan papaku," tegas Bisma membuat Haura merasa sakit hati karena ucapan Bisma terdengar menyinggung posisinya hanya sebagai anak angkat di rumah ini.
Mereka masih di posisi yang begitu dekat, dan Bisma belum melepas cengkraman tangannya di tubuh Haura. Sementara Haura, selain hatinya sakit, ia justru terbuai dengan bau mint dari mulut Bisma yang menyegarkan, mint yang ditimbulkan dari rokok yang selalu dihisap Bisma. Seketika kejadian malam tadi terbayang kembali. Buru-buru Haura menjauh dan melepaskan tangan Bisma yang mencengkram.
"Haura tahu diri, Kak. Kalau begitu, Haura mohon, Kakak keluar dari kamar ini, karena Kak Bisma tidak pantas berada di dalam kamar seorang anak angkat," ujar Haura mengusir Bisma dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Non Haura, ada siapa di dalam, apakah Non sedang bersama seseorang dan bertengkar?" Tiba-tiba Bi Mimin berteriak khawatir dari luar kamar dan sepertinya tadi mendengar Haura berbicara agak keras sehingga terdengar keluar.
Bisma dan Haura terkejut, Bisma langsung mendekati Haura lalu menutup mulut Haura supaya tidak bicara yang sesungguhnya.
Apa yang akan Haura katakan pada Bi Mimin sebagai alasan? Nantikan kelanjutannya setelah Author nyoblos Pilkada. Author nyoblos bupati dulu, ya. Doakan semoga Bupati yang Author coblos amanah dan bisa dipercaya.
kamu juga sering menghina Haura...
sama aja sih kalian berdua Bisma dan Jelita...😤
🤬🤬🤬🤬🤬🤬
cinta tak harus memiliki Jelita..siapa suruh selingkuh😁😁😁😁
ada ada aja nih jelita 😆😆😆😆😒
gak sia² si Bisma punya mulut bon cabe 🤣🤣🤣🤣
bilang aja kejadian yang sebenarnya...
Bisma salah paham...