NovelToon NovelToon
Pernikahan Di Atas Skandal

Pernikahan Di Atas Skandal

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Lari Saat Hamil / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Btari harus menjalani pernikahan kontrak setelah ia menyetujui kerja sama dengan Albarra Raditya Nugraha, musuhnya semasa SMA. Albarra membutuhkan perempuan untuk menjadi istru sewaan sementara Btari membutuhkan seseorang untuk menjadi donatur tetap di panti asuhan tempatnya mengajar.
Sebenarnya Btari ragu menerima, karena hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Apalagi Btari menikah hanya untuk menutupi skandal Barra dengan model papan atas, Nadea Vanessa yang juga adalah perempuan bersuami.
Perdebatan selalu menghiasi Btari dan Barra, dari mulai persiapan pernikahan hingga kehidupan mereka menjadi suami-istri. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan kedua manusia ini?
Bagaimana jika keduanya merasa nyaman dengan kehadiran masing-masing?
Hingga peran Nadea yang sangat penting dalam hubungan mereka.
Ini kisah tentang dua anak manusia yang berusaha menyangkal perasaan masing

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KELUARGA

Barra tiba di rumah sakit dengan langkah tergesa. Kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya, terutama setelah membaca pesan dari salah satu kenalannya yang mengatakan bahwa melihat Btari di rumah sakit. Baru saja ia akan mulai memberi ruang untuk gadis itu, namun mendengar nama Btari dikombinasikan dengan kata rumah sakit membuat jantungnya berdetak hebat. Ia bahkan langsung pergi meninggalkan Ryan dan Dika yang tadi masih berada di ruangannya.

Ada apa dengan gadis itu?

Tepat saat ia melewati meja resepsionis, tiba-tiba ia melihat Azalea, adiknya. Apakah Btari memang separah itu sehingga adiknya pun berada disini.

"Alea!" Panggil Barra. Gadis di depannya berbalik. Wajahnya pun tak kalah terkejut melihat sang kakak datang.

"Kok Kakak disini? Siapa yang ngasih tahu?" Tanya Azalea kaget.

Barra mengusap wajahnya dengan kasar. Ada kekesalan di hatinya mendapatkan pertanyaan itu. Ia kemudian berjalan mendekati sang adik.

"Btari-"

"Oooh, Mbak Btari yang bilang. Padahal aku sengaja nggak mau bilang karena kata Mama mau dibilang ke Kakak juga Kakak nggak akan peduli sama Papa." Sahut gadis itu memotong perkataan Barra.

Tunggu-tunggu, Papa? Barra jadi tidak mengerti apa maksudnya.

"Papa dirawat disini?" Tanya Barra pelan. Kali ini ia jantungnya semakin berdetak tak karuan.Apalagi yang ia tahu kondisi kesehatan papanya sudah cukup stabil.

Alea-panggilan Azalea pun mengangguk. "Emang Mbak Btari bilang apa ke Kakak sampai-sampai wajah Kakak sepanik ini?"

Barra kemudian memberi tahu apa yang ia tahu dari temannya. Alea mengangguk lalu menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Tentang kondisi papanya yang mendadak memburuk. Saat rasa panik itulah, Alea langsung menghubungi Btari karena Arshaka-kakak tertuanya sedang ada urusan bisnis di Jepang.

Bersama Alea, Barra pun berjalan menuju ruang penanganan papanya. Ia tiba-tiba teringat dengan mamanya. Perempuan itu pasti sedang panik dan sedih. Tersentil rasa bersalah di hatinya mengingat sang ibu lebih meminta Alea menghubungi Btari dibandingkan dirinya.

Pikiran Barra melayang kepada kejadian satu tahun yang lalu. Saat ia lebih memilih menemani Nadea yang sedang sakit daripada menemani mamanya yang saat itu sedang dilanda sedih karena kondisi papanya sedang memburuk.

Apakah mamanya masih menyimpan kekecewaan itu? Benak Barra tiba-tiba dipenuhi dengan rasa bersalah.

Begitu ia sampai di ruang tunggu, pandangannya langsung tertuju pada sosok Btari. Ia terkejut melihat istrinya berada di sana, tampak tenang sambil memegangi tangan mamanya, mencoba menenangkan perempuan itu yang jelas terlihat cemas.

"Mama, Papa pasti kuat," suara lembut Btari terdengar, sambil memberikan energi positif kepada mertuanya. "Dokter sedang melakukan yang terbaik. Kita doakan saja."

Melihat pemandangan itu, Barra tertegun. Tidak menyangka Btari akan datang dan berada di sisi mamanya. Sebelum ia bisa melangkah lebih dekat, Azalea tiba-tiba memeluknya erat.

Adiknya yang berusaha tegar di hadapannya tadi tiba-tiba langsung terisak di pelukannya.

"Kak Barra! Aku takut banget. Papa tadi pingsan tiba-tiba, terus langsung dibawa ke sini, aku nggak siap kalau harus ditinggal Papa." ujar Azalea, suaranya bergetar. Barra membalas pelukan adiknya sambil menepuk punggungnya pelan.

"Tenang, Lea. Papa pasti baik-baik saja," ucap Barra, mencoba menenangkan adiknya, meskipun di dalam hatinya sendiri ia diliputi kekhawatiran.

Barra akhirnya mendekati mamanya dan Btari, lalu duduk di samping mereka. Ia menyentuh tangan mamanya dengan lembut. "Ma, gimana kondisi Papa?" tanyanya.

Mamanya menoleh, matanya sedikit memerah karena menahan tangis. "Dokter belum keluar, Bar. Mereka masih memeriksa lebih lanjut. Semoga nggak ada yang parah sama Papamu."

"Aamiin. Papa pasti bisa melewati ini, Ma." Barra menyemangati mamanya.

"Kamu kesini dihubungi Btari, ya?" Tanya Indah pada sang anak.

"Temanku tadi yang bilang. Ia nggak sengaja melihat Btari masuk rumah sakit." Jawab Barra yang melihat ke arah Btari.

Btari hanya melirik Barra sekilas sebelum kembali fokus kepada mertuanya. "Mama harus istirahat juga. Kalau Mama sakit, nanti Mama nggak bisa jagain Papa." ucapnya dengan nada lembut, membuat Indah mengangguk pelan, meski wajahnya masih penuh kecemasan.

Barra memperhatikan interaksi itu tanpa berkata apa-apa. Dalam hati, ia merasa bersyukur atas kehadiran Btari. Meski hubungan mereka sedang rumit, Btari tetap hadir dan menunjukkan perhatian kepada keluarganya. Ada perasaan hangat yang tiba-tiba muncul di dadanya, meski ia tak mau mengakuinya.

"Terima kasih sudah ada di sini," ucap Barra pelan kepada Btari saat mamanya mulai tenang dan duduk di pojok ruangan bersama Alea.

Btari menoleh, tatapannya tetap tenang namun agak canggung. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Bagaimanapun, mereka keluargamu."

Barra ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi ia memilih untuk diam. Saat ini, prioritasnya adalah memastikan kondisi papanya. Namun, dalam hati kecilnya, ia tak bisa mengabaikan rasa kagumnya pada Btari yang selalu ada di saat-saat penting seperti ini.

Tiba-tiba terbersit hal lain di pikirannya.

****************

Btari duduk di sofa kecil di sudut ruangan, memperhatikan mama mertuanya dan Azalea yang sudah tertidur lelap di tempat tidur tambahan. Pandangannya beralih pada Barra, yang tampak kelelahan dengan wajah yang masih menyimpan kekhawatiran. Ia mendekati Barra yang sedang duduk di kursi dekat tempat tidur papanya.

"Barra," panggil Btari pelan sambil mengulurkan sebuah kantong kain kecil. "Ini baju ganti. Aku bawakan dari rumah. Maaf tadi aku masuk ke kamar kamu tanpa izin."

Barra melirik kantong itu, lalu menatap Btari sebentar sebelum mengangguk. "Nggak apa-apa. Terima kasih," jawabnya singkat. Ia langsung bangkit dan berjalan ke kamar mandi tanpa banyak bicara.

Btari hanya menghela napas, lalu kembali duduk di sofa. Ia memandang keluar jendela, mencoba mengalihkan pikirannya dari situasi yang terasa semakin rumit.

Setelah beberapa menit, Barra keluar dari kamar mandi dengan pakaian bersih. Ia terlihat sedikit lebih segar, meski lelah masih terpancar dari wajahnya. Tanpa berkata apa-apa, ia duduk kembali di kursi yang sama. Keduanya terdiam untuk waktu yang cukup lama, hanya suara alat medis di ruangan itu yang terdengar.

"Kamu tidur saja," kata Barra akhirnya, memecah keheningan. Ia menatap Btari dengan ekspresi serius. Sekarang bahkan sudah jam dua dinihari.

Btari menggeleng. "Aku nggak ngantuk."

"Btari, aku serius. Kamu butuh istirahat," ujar Barra lagi, nada suaranya lebih tegas. Namun Btari tetap duduk tegak, menolak untuk bergerak.

"Aku nggak apa-apa, Barra," jawab Btari lembut namun mantap.

Barra mendesah, lalu menatapnya dengan mata yang sulit dibaca. "Kamu nggak perlu terlalu masuk ke dalam keluarga ini," Katanya tiba-tiba.

Btari mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan ucapannya. "Maksud kamu apa?"

Barra mengalihkan pandangannya, menatap lantai. "Mama dan Alea sudah terlalu nyaman sama kamu. Kalau nanti kita berpisah, itu akan sulit buat mereka. Buat semuanya."

Ucapan Barra membuat hati Btari mencelos, tapi ia berusaha menyembunyikannya. Ia menatap Barra dalam-dalam sebelum menjawab, suaranya sedikit bergetar. "Aku cuma ingin membantu, Barra. Aku nggak pernah punya niat untuk membuat keadaan jadi sulit."

Barra mengangguk pelan, tapi tidak menjawab. Dalam hati, ia tahu Btari tidak bermaksud seperti itu. Tapi rasa bersalahnya semakin membesar setiap kali melihat bagaimana Btari begitu diterima oleh keluarganya, sementara hubungan mereka sendiri berbeda dengan suami-istri pada umumnya.

"Kita jalani saja. Nggak perlu berpikir sejauh itu," tambah Btari akhirnya, mencoba menenangkan situasi.

Barra menatapnya lagi, ingin mengatakan sesuatu, tapi ia memilih untuk menahan diri. Keduanya kembali terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Di satu sisi, Btari merasa semakin bimbang dengan perasaannya. Di sisi lain, Barra semakin tersiksa dengan konflik batinnya yang terus berlanjut.

Btari memandang ke arah Barra yang sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. Ia terlihat serius, mungkin sedang memberi kabar pada Arshaka atau memastikan urusan rumah sakit tetap terkendali. Sesaat, Btari membuang napas panjang, menyandarkan tubuhnya ke sofa di sudut ruangan.

Barra memintanya untuk menjaga jarak dari keluarganya. Sebuah permintaan yang terdengar sederhana, tapi kenyataannya tidak mudah. Keluarga Barra adalah keluarga yang hangat—sesuatu yang sulit untuk tidak ia pedulikan. Ia mengingat bagaimana Mamanya Barra menyambutnya dengan senyuman tulus setiap kali mereka bertemu, bagaimana Azalea sering mengirim pesan hanya untuk menanyakan kabarnya, dan bagaimana Papa Barra, meski jarang bicara, selalu memberikan rasa nyaman dengan kehadirannya.

Btari seperti menemukan keluarga baru saat ia sendiri tinggal sendiri disini.

Btari tersenyum kecil, lebih kepada dirinya sendiri. "Mungkin begini rasanya ketika aku minta Barra menjaga jarak dariku, pikirnya. Beberapa waktu lalu, ia meminta Barra untuk tidak terlalu peduli karena ia takut. Takut terjebak lebih dalam dalam perasaan yang tak seharusnya ada. Tapi sekarang, aku baru benar-benar mengerti bagaimana sulitnya itu."

Sadar atau tidak, keluarga Barra sudah menjadi bagian kecil dari hidupnya. Ia terlalu sering terlibat dalam kehangatan mereka, hingga ia lupa bahwa seharusnya semua ini hanya sementara.

“Kenapa?” suara Barra membuyarkan lamunannya. Ia menatap Btari dengan alis terangkat, menyadari ekspresi gadis itu yang tampak lebih tenang tapi penuh pikiran.

“Enggak apa-apa,” jawab Btari singkat, mencoba menyembunyikan isi hatinya.

Barra menatapnya lebih lama, seperti ingin memastikan apakah jawaban itu benar adanya. Tapi pada akhirnya, ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh.

Btari mengalihkan pandangannya, menatap jendela kamar rumah sakit yang besar. Di luar sana, langit ?masih gelap. Ia tahu permintaan Barra ada benarnya. Ia tahu ia harus menjaga jarak. Tapi seperti apa caranya? Bagaimana ia bisa menjauh dari keluarga yang sudah ia anggap seperti miliknya sendiri?

Ia menggigit bibirnya pelan, berusaha meredam perasaan yang mulai membebani. Tidak, ia tidak akan menangis. Karena pada akhirnya, ini memang jalan yang ia pilih sejak awal—menikah dengan lelaki yang bahkan tidak ia cintai, untuk tujuan yang lebih besar.

Namun siapa yang menyangka, dalam prosesnya, justru hati yang jadi taruhan?

Bagaimana bisa ia kemudian seolah mampu mengatasi perasaannya kepada Barra namun terasa sulit mengatasi perasaannya kepada keluarga lelaki itu?

1
jen
aku nunggu bgt update nya Thor... ini dibikin penisiriiin /Sob/
Mundri Astuti
iiiihhhh othor bikin pinisirin aja

next thor
jen
aku suka karakter Btari /Good/
jen
mengecewakan. ngapain mau SM cwo ga punya prinsip
jen
kayak nyata kak ... cm suka bingung sm namanya kak.
ceritanya kayak beneran, jd senyum" sendiri
Mundri Astuti
semangat kk author, jangan sampai luluh btari, bisa"nya barra ngomong gitu, kelakuannya semaunya sendiri ngga menghargai
Mundri Astuti
nah bagus btari kamu harus punya sikap dan mesti tegas ke barra
Mundri Astuti
si barra bener" ngga punya hati, dah lah btari jangan percaya bualan barra lagi, bodoh banget barra masih ngarep sama pacarnya aja, bener" ini yg namanya cinta itu buta, ... kucing berasa coklat .
Mundri Astuti
barra baru begitu dah cemburu, gimana perasaan betari saat di tlpnan ma kekasihnya, saat dia perhatian dan khawatir sama kekasihnya
Mundri Astuti
si barra kelaguan, biar aja betari dilirik org noh, dah ada yg mo nadangin, blingsatan" dah
Mundri Astuti
cuekin aja btari jangan diangkat, ngga usah diladenin si bara
Arsène Lupin III
Saya terhanyut dalam dunia yang diciptakan oleh penulis.
Oscar François de Jarjayes
Cinta banget sama karakter-karaktermu, thor. Mereka bikin ceritamu semakin hidup! ❤️
Aishi OwO
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!