Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama berlanjut.
“Siapa dia?” Ellara mematung di depan pintu. Dia masih diam memperhatikan sosok gadis yang terlelap damai tidur di lantai kamarnya dengan alas kasur kecil.
Tangan Ellara mengepal kuat, sorot tajam itu menghunus ke arah depan. Gegas dia berjalan masuk, tidak langsung merebahkan diri di ranjang, Ellara lebih dulu ke kamar mandi. Dia mengisi air ke dalam wadah, kemudian kembali masuk ke kamarnya.
Dia mendekati tubuh wanita tersebut, memperhatikan wajah damai itu dengan senyum smirk-nya dan___
Byurrrrrrrrrrr
Air dalam wadah itu kini tumpah semua mengenai kepala gadis cantik itu.
“Akhhhhhhhhhh mama, hujan.....” teriak gadis itu gelagapan. Dia terbangun dengan wajah yang basah, duduk di kasur sambil mengusap wajahnya.
“Selamat malam princess” sapa Ellara dengan suara datar. Dia duduk berhadapan dengan gadis itu, menopang dagu dengan tangan di atas lutut. Dia menatap lekat wajah gadis di depannya yang kini menunduk ketakutan.
“Ka, kak Ellara..” sapa gadis itu dengan suara pelan. Tubuhnya gemetaran, entah karna kedinginan atau karena takut, Ellara juga kurang tahu pasti. Tangan Ellara tergerak, dia mengangkat dagu gadis di depannya agar tidak terus terusan menunduk. Jujur, Ellara sangat tidak suka jika harus melihat orang yang dia ajak bicara menunduk seperti itu.
Perlahan pandangan gadis itu terangkat, manik matanya bertemu pandang dengan sorot cokelat Ellara yang sangat tajam.
“Lancang!” suara Ellara sangat pelan tapi terdengar angkuh.
“Berani kamu masuk ke kamar ku, siapa yang mengizinkanmu masuk kamarku, Sialan!!!!”
“Siapa? Saya tanya siapa yang mengizinkanmu masuk ke kamarku, hah?” bentak Ellara keras. Dia mencengkram dagu gadis itu sangat erat, hingga mata gadis itu mulai berkaca kaca.
“To, tolong lepaskan, i-ini sakit shhhh” gadis itu berdesis tertahan. Dia berusaha keras melepaskan cengkeraman Ellara tapi nihil, cengkeraman itu terlalu kuat untuknya.
“Dan apa ini, berani sekali kamu memakai pakaianku tanpa seizin pemiliknya, sekarang lepaskan! Lepaskan semua pakaian yang ada di tubuhmu itu sekarang!” sebelum melepaskan tangannya, Ellara lebih dulu menarik rambut panjang gadis itu ke belakang, membuat gadis tersebut mendongak dengan air mata yang perlahan mulai luruh.
Baik Bi Lastri, Papa Morgan dan Luna berlari menuju kamar Ellara setelah mendengar keributan dari kamar tersebut.
Kebetulan pintu tidak terkunci, mereka bertiga langsung masuk begitu saja dan tercengang melihat apa yang terjadi.
“Ellara apa yang kamu lakukan?” teriak papa Morgan dengan nada yang menggelegar. Dia menghampiri Ellara dan gadis itu, menarik tangan Ellara agar menjauh dari sana.
“Kenapa Melody menangis? Dan apa ini, kenapa dja basah kuyup? Apa yang kamu lakukan padanya Ellara?” sekali lagi pria itu berbicara dengan nada geram. Wajahnya yang memerah dengan bola mata yang melotot tajam menggambarkan seberapa emosinya pria itu.
“ouhhh, jadi namanya Melody? Nama yang sangat indah. Namun keindahan namanya berbanding terbalik dengan sikap kurang ajarnya itu!!! Menurut anda, apakah saya tidak akan marah jika seseorang masuk ke kamar saya? Orang asing masuk ke kamar saya, bukankah itu terlalu lancang Tuan? Satu lagi, dia memakai pakaian saya, ini tidak bisa di terima, lepaskan pakaian saya wanita murahan!!! LEPASKAN SEKARANG!!!” Teriak Ellara penuh murka. Bukan pelit, tapi dia tidak pernah suka barangnya di pakai sama orang lain, apalagi orang itu adalah orang yang paling dia benci.
“ELLARA!!” suara Papa Morgan memecah kesunyian ruangan. Di susul dengan nada lembut, “Dengarkan papa, dia bukan orang asing. Dia adik kamu, anak papa”
Ellara menatap dengan mata tajam, Suaranya berpekik lantang “Hahahahha, adik Anda bilang? Lucu. Ellara tidak punya adik, sekali lagi saya katakan, ELLARA TIDAK PUNYA ADIK!!” wajahnya memerah, napasnya terengah engah.
Papa Morgan berusaha menenangkannya “Ellara, tolong----“
Tapi Ellara melanjutkan, suaranya penuh kemarahan “Dia orang asing, dia hanyalah anak wanita jalang yang merangkak ke tempat tidur orang kaya, menghancurkan pernikahan orang, anak wanita murahan, anak pelacur, anak__
Plakkk!!!
“jaga omongan kamu!” satu tamparan yang sangat keras tertempel di pipi Ellara. Tamparan itu berhasil membuat kepala Ellara berputar, telinganya berdenging, dan menyisakan kemerahan bekas jari yang membengkak.
Tangan papa Morgan gemetaran, dia tidak bermaksud menampar putrinya, hal itu reflek karena Ellara terlalu banyak bicara dan membuatnya emosi. Jika di pikir pikir, ini adalah kali pertama pria itu menampar Ellara.Dia langsung meraih tubuh Ellara masuk dalam pelukannya.
“lepas!!” teriak Ellara.
“Anda menampar saya karena dua jalang ini? Anda bajingan, brengsek!” sekuat mungkin dia berontak. Ellara tidak menangis, dia kembali melihat Melody yang kini sesegukan dengan tubuh yang gemetar takut.
“lepaskan pakaian saya, dan Anda tante..” jarinya menunjuk ke arah Luna yang sejak tadi berdiri diam di samping Melody, wanita paruh baya itu mengusap pelan rambut putrinya untuk sekedar menenangkan.
“Anda tidak punya urat malu? Itu baju mama saya kenapa Anda pakai, sialan!! Kalian berdua harus melepaskan pakaian itu sekarang!”
“Tapi Ellara_”
“Kenapa? Anda mau protes? Emang Anda siapa berani protes? Itu bukan baju Anda melainkan baju saya dan mama. Saya tidak akan pernah terima barang barang di rumah ini di sentuh oleh dua jalang itu, apalagi pakaian saya dan mama, camkan itu baik baik! Dengar dan resapi, jangan hanya plonga plongo kayak orang gila!”
“SEKARANG GANTINYA!” dia seperti orang yang berkuasa malam ini. Tidak menghiraukan tatapan sendu dari melody, Ellara berlalu dari sana, kembali ke ruang keluarga yang ada di lantai atas.
...----------------...
“Ella tunggu, dengarin papa Sayang. Mereka berdua tidak ada pakaian ganti, makanya untuk malam ini izinkan mereka pakai pakaian itu ya..” dengan nada lembut, papa Morgan berujar sembari menyusul Ellara yang sudah keluar dari pintu kamarnya.
Gadis cantik itu menghentikan langkahnya. Dia menoleh perlahan, tatapan matanya sangat tajam bak belati yang siap menghunus pria tersebut. Ellara kembali mendekatinya, menciptakan jarak beberapa centi. Dia mendongak, memperhatikan wajah pria paruh baya itu dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Tidak ada pakaian? Hahhah, benarkah mereka tidak ada pakaian? Terus datang kesini tadi tidak bawa apa apa? Mereka bukan anak jalanan yang Anda pungut kan? Aku rasa bukan. Dan satu lagi, Anda belum bangkrut sampai tidak bisa membeli mereka pakaian di jalan tadi kan? Jangan banyak menciptakan alasan, karena aku bukan orang bodoh yang gampang di bujuk!” datar Ellara.
“Suruh mereka menggantikan pakaian itu, dan juga saya tegaskan, jangan pernah Anda membawa jalang itu ke kamar mama! Banyak kamar di rumah ini, kenapa harus masuk ke kamarku dan kamar utama, kenapa? Anda tidak bisa tegas sedikit, hah? Pantas Anda berlaku seperti itu? Ingat, Anda masih punya istri sah, jadi jangan macam macam!” tegas Ellara kemudian berlalu. Dia bahkan menulikan pendengarannya saat berkali kali papa Morgan memanggilnya dari belakang.
Pria paruh baya itu kembali ke dalam kamar. Dia memperhatikan Melody dan istrinya Luna. Luna, istri sirih yang dia nikahkan lima belas tahun lalu. Istri bayang bayang yang selalu dia sembunyikan karena takut ketahuan oleh Delina, nyonya besar Copper, ibu dari Ellara.
Sama halnya pepatah, sepintar pintarnya bangkai di tutupi, baunya tetap akan tercium juga, begitulah yang terjadi dalam rumah tangga mereka.
Pernikahan yang dia sembunyikan bertahun tahun tetap terbongkar juga pada akhirnya, walaupun mama Delina tahunya tujuh tahun terakhir.
Tidak main main, nyatanya hal itu ternyata sangat berbuah fatal untuk kesehatan mental dan fisik mama Delina kala itu. Siapa yang terima dengan pengkhianatan? Tertipu bertahun tahun itu sangat menyakitkan. Bukan hanya selingkuh, pria itu menjadikan selingkuhannya sebagai istri. Dan yang lebih parah, mereka menjalin hubungan setelah dua tahun kelahiran Ellara.
“Mas, terus kita pakai apa sekarang kalau baju ini harus di lepas?” suara lembut Luna terdengar. Dia berjalan pelan, langsung bergelayut manja di lengan suaminya.
Pria itu memijat pangkal hidungnya. Dia juga bingung hendak bagaimana, untuk keluar membeli pakaian rasanya tidak mungkin, ini sudah jam dua pagi.
Sepuluh menit berlalu, mereka hanya diam diri di kamar. Rambut basah Melody perlahan mengering, gadis itu memeluk guling.
Tak lama setelahnya, Ellara kembali ke kamar.
“Woahh masih pada disini? Dan apa ini, kalian belum juga ganti?” dia melirik pergelangan tangannya seolah melihat jam, padahal tidak ada jam yang dia pakai di tangannya.
“Ella, mereka benaran tidak bawa pakaian tadi. Rencananya ntar jam enam papa akan mengantar mereka untuk ambil pakaian dulu, dan mulai besok mereka benaran tinggal disini.” Jelas papa Morgan meminta pengertian pada putrinya.
“ Tinggal disini? Benarkah? Hooohhh, rupanya Anda telah mengambil keputusan sepihak. Tidak salah, memang Anda tidak pernah menganggap kami ada di rumah ini! Baiklah, saya tidak bisa berbuat banyak bukan? Kalaupun saya tidak setuju, emang saya bisa apa? saya juga bukan siapa siapa disini!” perkataan itu harusnya menohok di hati papa Morgan. Tapi melihat ekspresinya yang biasa saja, membuat Ellara tersenyum kecut.
“ boleh saja mereka tinggal disini, tapi jangan menempati kamar utama, Melody juga jangan pernah sekali lagi datang ke kamar ku, dan jangan menyentuh barang barang disini, apalagi barang barang yang ada sangkut pautnya sama mama!”
“oh iya, kalian tunggu disini sebentar!” mungkin bisa di bilang dia yang paling sibuk malam ini. Tidak ada lagi rasa ngantuk yang sempat menyerangnya tadi. Dia turun ke lantai bawah, menemui bibi Lastri.
Setelah selesai, dia kembali ke lantai atas dengan pakaian di tangannya.
“Nih pakaian gantinya!”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.