Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rival
Tepat pukul sembilan pagi Inayah sudah sampai di kosannya. Rani yang hari ini mendapat libur dengan senang hati menyambut kedatangan sahabatnya yang datang dengan banyak tentengan di tangannya.
Beberapa kardus dan tote bag baru saja diturunkan dari mobil travel dan Rani membantu Inayah untuk membawakannya.
"Bawa apa aja sih ini Nay, berasa banget baru pulang kampung." Rani mengerahkan tenaganya untuk mengangkat satu kardus yang cukup berat.
"Itu beras, asalnya pake karung, cuman aku minta Irfan biar dimasukin lagi ke kardus."
"Haha ...padahal gapapa pake karung biar kelihatan banget baru mudiknya."
"Ibu yang nyuruh sagala dibawa, katanya biar gak beli, di kota kan serba mahal." jelas Inayah yang kemudian keduanya berjalan menuju pintu kosan mereka.
"Tumben jam segini kamu ada di rumah? Gak kerja?"
"Bu Silmi lagi butuh istirahat katanya, dia bilang seharian ini mau di rumah aja jadi nyuruh aku juga di rumah aja. Nanti malam doi mau ada yang ngelamar "
"Ouh ..." tanggap Inayah, dia harus segera bersiap untuk bekerja hari ini. Satu jam sebelum jam kerja dimulai dia harus sudah berada di kantor. Saat di perjalanan tadi Dita menghubunginya jika di ruang sang bos akan diadakan meeting, Inayah yang bertugas di sana otomatis harus menyiapkan semuanya.
Tepat pukul sebelas Inayah sudah berada di kantor tempatnya bekerja. Dia juga sudah berganti seragam bersiap menuju ruang briefing karyawan untuk menerima arahan dari kepala petugas kebersihan yang bertanggung jawab di lantai itu terkait persiapan penyambutan tamu penting dang direktur utama.
"Tamu yang hadir adalah sahabat-sahabat dekat Pak Hasan, jadi mungkin kalian akan melihat suasana meeting yang berbeda dari biasanya. Jangan heran jika banyak hal yang akan terjadi yang akan membuat kalian syok, pertemanan mereka memang sangat dekat jadi anggap saja kalian sedang berada di meeting perusahaan seperti biasanya. Bekerjalah dengan profesional."
Inayah yang baru pertama kali bekerja di lantai utama perusahaan El-Malik Fashion itu mengernyit tidak faham. Dia hanya bisa ikut menganggukkan kepala saat kepala petugas kebersihan bertanya kefahaman mereka.
Pertemuan privat yang dimaksud kepala petugas kebersihan itu pun akhirnya tiba. Inayah, Dita dan dua orang rekannya turut berbaris di belakang staf sekretaris untuk menyambut para tamu di depan pintu lift khusus para petinggi.
Seorang pria berstelan jas lengkap dengan dari dan sepatu mengkilap keluar menggandeng seorang wanita yang tak kalah cantik dengan pakaian yang terlihat mahal dan mewah. Para staf sekretaris menganggukkan kepala setelah mengucapkan selamat datang dan para petugas kebersihan pun mengikuti apa yang dilakukan para staf sekretaris itu termasuk Inayah.
Berikutnya keluar dari pintu lift segerombolan pria dengan pakaian stelan jas yang tak kalah formal, tampan dan bertubuh atletis, mereka pasti yang dimaksud oleh atasan Inayah saat memberinya briefing tadi, teman-teman dekat Pak Hasan. Ada lima orang yang berjalan sambil berbincang, sesekali terdengar gelak tawa di antara mereka.
Berikutnya Inayah juga melihat tiga prang perempuan yang keluar dari lift, salah satu dari ketiga perempuan itu memakai kerudung dan Inayah tahu siapa dia, dia adalah Bu Silmi bosnya Rani, sahabatnya. Beberapa kali Rani pernah menunjukkan foto Bu Silmi yang ada di ponselnya.
"Selamat pagi, semuanya sudah datang kan?" Bu Silmi terlihat sangat ramah, pantas saja Rani sangat berah bekerja dengan bosnya itu.
"Sudah Bu." jawab Jimmy, asisten pribadi Pak Hasan yang juga turut menyambut kedatangan para tamu.
"Eh, kamu ..." Bu Silmi yang hendak masuk ruang pertemuan yang sudah disulap menjadi seperti ruang keluarga menghentikan langkahnya saat tanpa sengaja melirik petugas kebersihan yang memakai jilbab.
Semua orang yah akan memulia tugasnya pun berhenti dan menatap ke arah pandangan Bu Silmi.
"Kamu dipanggil." bisik Dita sembari menyikut Inayah yang masih menunduk memberi hormat.
"Apa?"
"Kamu petugas kebersihan di lantai ini?" tanya Bu Silmi yang kemudian berjalan mendekat ke tempat dimana Inayah berdiri.
"Iya Bu, saya bertugas di lantai ini." jawab Inayah berusaha tenang.
"Kamu yang temannya Rani ya? Dari Garut?" tanya Bu Silmi memastikan, saat tanpa sengaja melihat Inayah dia teringat cerita asisten pribadinya yang kini tinggal dengan sahabat rasa saudara sekampungnya dan bekerja sebagai office girl di kantor yang sama.
"Betul Bu, saya temannya Rani."
"Oh yayaya, senang bertemu dengan kamu. Rani pernah bercerita tentang kamu pada saya jadi saya ingat, semoga kerasan ya kerja di sini." ucapnya terdengar humble. Inayah yang sempat berdebar hati saat dirinya ditunjuk berubah lebih tenang setelah mengetahui jika Bu Silmi seramah itu. Benar apa yang dikatakan Rani, bosnya memang baik.
"Terima kasih Bu." ucap Inayah singkat, berharap obrolan mereka segera berakhir, rekan-rekannya sudah menunggu untuk sama-sama melaksanakan tugasnya.
"Tapi kok saya merasa gak asing ya dengan wajah kamu, rasanya saya pernah melihat kamu sebelumnya, tapi dimana ya?" Bu Silmi masih belum beranjak dari tempatnya berdiri berhadapan Inayah, pikirannya sedang coba dia peras untuk mencari ingatan tentang dimana dan kapan dia bertemu Inayah.
"Mungkin karena wajah saya pasaran Bu, jadi ada yang mirip." Inayah coba mengalihkan bahasan Bu Silmi.
"Tidak-tidak, saya yakin itu kamu. Semuanya sama, wajahnya cantik, tatapannya teduh, tubuhnya mungil, berjilbab lebar seperti ini. Tapi dimana ya?" Bu Silmi masih berusaha berpikir keras, sampai suara seseorang yang tidak asing di telinga semua orang yang masih berada di sana membuyarkan fokus Bu Silmi.
"Sil, apa yang sedang kamu lakukan?" suara sepatu menandakan langkah lelaki itu semakin mendekat ke arah mereka.
"Omm ... Sorry, aku ngobrol dulu sama ...Siapa nama kamu?" tanya Bu Silmi yang belum sempat bertanya perihal nama dari tadi.
"Saya Inayah Bu." jawab Inayah sopan.
"Inayah ...Inayah ...sepertinya aku juga pernah mendengar nama kamu. Tapi dari siapa ya?"
"Mungkin dari Rani Bu?" sahut Inayah cepat, dia ingin segera pergi dari sana, tatapan Pak Hasan membuatnya sedikit salah tingkah.
"Sudahlah Sil, jangan ganggu dia. Ayo masuk." ajak Pak Hasan yang kemudian menarik tangan Bu Silmi dan membawanya masuk. Keponakan yang usianya tidak beda jauh dengan dirinya hanya selisih lima tahun.
"Ish ...omm, aku bisa jalan sendiri." rengek Bu Silmi yang masih terus ditarik oleh Pak Hasan.
"Huft...akhirnya." gumam Inayah lega, dia buru-buru menuju pantry untuk melakukan tugasnya, membuat kopi untuk para tamu.
Inayah dan Dita mengikuti arahan sekretaris Jessy untuk menyajikan minuman dan makanan yang sudah disiapkan sebelumnya. Kedua gadis itu sigap menata makanan dan minuman tepat di hadapan para tamu. Obrolan mereka sangat ramai namun hal itu tidak mengganggu fokus Inayah dan Dita saat melaksanakan tugasnya. Di pikiran keduanya adalah profesional kerja dan tidak boleh melakukan kesalahan sedikit pun.
Tanpa Inayah sadari jika sejak pertama dirinya memasuki ruangan itu, ada dua pasang mata yang menatap intens terhadapnya. Sepasang mata milik Hasan dan sepasang lagi milik sahabat Hasan yang sejak tadi tidak menyahuti sedikitpun obrolan teman-temannya dan hanya asik menatap gadis berjilbab.
"San, karyawan baru?" salah satu teman perempuan Hasan bertanya dengan lirikan mata ke arah Inayah sebagai kode. Sejak tadi dia melihat Hasan tak melepas pandangannya kepada karyawan itu.
"Heum" jawab Hasan kembali mengalihkan pandangannya pada Inayah yang masih menyajikan kopi sementara Dita menyajikan makanan ringan sebagai pelengkap kopi.
"Sepertinya gelar si anti cinta juga bakalan segera berubah."teman wanita Hasan yang lain menimpali sontak beberapa temannya termasuk Hasan menoleh kepadanya. Mereka sangat tahu siapa di antara mereka yang punya titel si anti cinta.
"Tuh" dengan dagunya teman Hasan tadi menunjuk ke arah Amar, salah satu sahabat Hasan juga. Dialah yang digelari si anti cinta, pasalnya, semenjak mereka bersahabat sejak SMA belum sekalipun mereka melihat Amar dekat atau mendekati wanita tepatnya dia tidak pernah terlihat jatuh cinta. Bahkan Amar terlihat seperti tidak pernah tertarik kepada yang namanya wanita.
Tapi hari ini, salah satu dari sahabat mereka dengan jelas melihat tatapan Amar yang tertuju pada Inayah. Gadis yang dengan mengulas senyum ramah menyajikan kopi buatannya pada semua tamu yang memesan. Walau pandangan Inayah tidak pernah tertuju pada siapapun, tapi senyum itu masih terus menghias wajahnya.
Semua orang sontak menatap ke arah Amar, sebagian besar tersenyum senang akhirnya sahabat mereka normal, terlihat dengan jelas tatapan Amar yang begitu tertarik pada Inayah. Berbeda dengan teman-teman Amar yang tersenyum turut senang, Hasan justru memerah wajahnya menahan sesuatu yang entah apa yang tengah dirasakannya.
Pluk ...sebuah pulpen melayang ke hadapan Amar, membuat laki-laki yang tengah anteng menatap Inayah terlonjak kaget.
"Jangan ganggu dia." ucap Hasan dnegan lantang membuat semua orang juga terkejut bergantian menatap Hasan dan Amar yang ternyata akan menjadi rival untuk mendapatkan seorang gadis office girl.
Inayah jg harus tegas, kl suka bilang suka jgn merendah trs,, kamu jg berhak bahagia nay
kak Laila jgn jahat2 ya dg menjodohkan Inayah dg yg lain😡😅