Menikah dengan pria yang bahkan belum pernah ia temui? Gila!
Ceira Putri Anggraini tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang gadis yatim piatu yang berjuang di tengah kemiskinan, kini ia menjadi istri dari Daniel Dartanto, pria berusia 30 tahun yang kaya, dingin, dan penuh misteri.
Pernikahan ini terjadi karena utang budi. Tapi bagi Daniel, Ceira hanyalah kewajiban.
Satu atap dengan pria yang nyaris tak tersentuh emosi, Ceira harus bertahan dari tatapan tajam, sikap dingin, dan rahasia besar yang disembunyikan seorang Daniel.
Namun, semakin lama ia mengenal Daniel, semakin banyak pertanyaan muncul.
Siapa sosok yang diam-diam Daniel kunjungi di rumah sakit?
Kenapa hatinya mulai berdebar di dekat pria yang awalnya ia benci?
Dan yang paling penting—sampai kapan ia bisa bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nedl's, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 APAKAH INI JODOHKU? (Maira)
Cahaya matahari pagi menari di permukaan air kolam renang, menciptakan kilauan yang menenangkan. Semilir angin membawa aroma segar dari taman, berpadu dengan aroma teh hangat yang mengepul di atas meja kecil di pinggir kolam.
Ceira duduk bersandar pada kursi santai, tangannya sibuk memecahkan croissant menjadi potongan kecil sebelum memasukkannya ke mulut. Maira, yang duduk di sebelahnya, sibuk menggulir layar ponselnya, sesekali menyeruput jus jeruk dingin.
Namun, tiba-tiba Maira berhenti scrolling. Sebuah ingatan melintas di kepalanya. Matanya menyipit, lalu ia menoleh ke arah Ceira dengan tatapan penuh selidik.
"Eh, bentar," ucapnya, suaranya penuh rasa ingin tahu. "Ceira, semalam terjadi sesuatu nggak?"
Ceira yang tengah mengunyah croissant langsung terdiam. Mata coklatnya membesar, pipinya perlahan berubah warna menjadi merah padam.
Maira mengangkat alisnya, menyadari perubahan ekspresi Ceira. "Oh my God, seriusan? Terjadi sesuatu semalam?"
"Apa?" Ceira berusaha mengelak, namun nada suaranya yang gugup justru semakin mencurigakan.
Maira mencondongkan tubuhnya, menatap Ceira dengan penuh antusias. "Cieee! Gimana? Ceritain dong! Abis buka segel nih ya? Gimana rasanya?"
"Aaa, Mai! Ceira malu!" Ceira buru-buru menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tapi senyum malu-malunya tidak bisa disembunyikan.
Maira tertawa renyah. "Astaga, Ceira! Kamu serius? Ih, aku jadi kepo banget!"
Ceira tetap diam, hanya menggigit bibir bawahnya dan menggeleng cepat. Bukannya menjawab, gadis itu malah bangkit dari kursinya dan berlari meninggalkan Maira.
"Hahaha, dasar pengantin baru yang nggak baru-baru amat!" seru Maira, masih tertawa di tempatnya. Ia menggeleng-gelengkan kepala, matanya berbinar penuh rasa gemas.
Kemudian, dengan dramatis, Maira memeluk bantal kecil yang ada di kursinya dan mendesah panjang. "Ih, aku jadi makin pengen nikah kalau begini!" keluhnya. "Aaaa ... siapapun, tolong kirimkan aku lelaki tampan, kekar, berotot, tinggi, putih, berwibawa, dewasa, suaranya maco buat nikahin aku, plis!"
Ia menghela napas, mengingat perjalanan percintaannya yang menyedihkan. Seumur hidup, ia baru pacaran sekali—itu pun waktu SMP, dan bertahan cuma sebulan. Selama ini, dia terlalu pemilih dan standarnya terlalu tinggi untuk seorang pria.
Namun, lamunan Maira mendadak terputus ketika bel rumah berbunyi nyaring.
TING TONG!
Maira mendengus kesal. "Pagi-pagi udah ada tamu aja! Ih, mana pelayan sih?!" Ia menoleh ke arah pintu rumah, berharap ada yang membukakan.
Tapi, tak ada suara langkah kaki dari dalam rumah.
Hening.
Maira mengerutkan kening. "Eh, kemana semua orang?"
Tidak ada pelayan yang muncul, tidak ada tanda-tanda siapapun akan membukakan pintu.
Dengan langkah malas, ia pun bangkit dari kursinya. "Huh, pagi-pagi gini udah ada tamu nggak jelas. Jangan-jangan sales kartu kredit lagi."
Suara bel rumah berbunyi lagi, kali ini lebih panjang seolah-olah tamu di luar sana mulai kehilangan kesabaran.
Maira, yang masih berdiri di tengah ruang tamu, mendengus kesal. "Ih, siapa sih pagi-pagi gini? Mana semua pelayan sih?" Matanya menyapu seluruh ruangan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Namun, nihil.
"Ugh! Kenapa pas ada tamu malah pada ngilang semua sih?!" Maira menggerutu sambil melangkah menuju pintu. Dengan malas, dia menarik kenop pintu dan membukanya. Wajahnya sudah ditekuk, siap memasang ekspresi sebal pada siapa pun yang datang.
"Apa?" tanyanya ketus, tanpa melihat lebih dulu siapa yang berdiri di hadapannya.
Namun, begitu ia mengangkat kepala dan matanya bertemu dengan sosok pria yang berdiri di depan pintu, dunia seakan berhenti berputar.
Maira mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan bahwa apa yang ia lihat bukan sekadar imajinasinya yang terlalu banyak membaca novel romance. Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan tubuh tinggi tegap, bahu bidang, dan rahang tegas yang terlihat begitu maskulin. Kulitnya sawo matang khas pria yang sering beraktivitas di luar ruangan. Mata hitamnya tajam, tapi ekspresinya tetap santai. Rambutnya hitam pekat, sedikit berantakan dengan gaya messy yang justru membuatnya terlihat semakin keren.
"Oh my God …" bisik Maira dalam hati.
Ia menelan ludah, dadanya berdebar lebih cepat dari biasanya. Sumpah, ini terlalu sempurna! Tuhan, apakah ini hadiah karena dia sudah terlalu lama menjomblo? Apakah ini tandanya kisah cintanya akan segera dimulai?
"Maaf, saya mau mengantarkan ini untuk Nona Ceira."
Suara pria itu membuyarkan lamunan Maira. Ia melihat pria itu mengulurkan sebuah paper bag ke arahnya. Tapi alih-alih mengambilnya, Maira malah menatap pria itu dengan penuh kekaguman.
Tangan Arya masih menggantung di udara, menunggu Maira mengambil paper bag itu. Namun, gadis di hadapannya sama sekali tidak bereaksi. Bahkan, tatapan matanya lebih mirip seperti fangirl yang baru saja bertemu idola.
Arya berdeham pelan, lalu menjentikkan jarinya di depan wajah Maira.
"Eh?!" Maira tersentak sadar. Ia mengedipkan matanya cepat-cepat, merasa malu karena terlalu lama bengong. Tapi, ia dengan cepat menguasai dirinya sendiri. Bagaimanapun, kesempatan bertemu pria tampan seperti ini tidak boleh disia-siakan!
Bukannya langsung menerima paper bag itu, Maira justru tersenyum manis. "Halo, kenalin aku Maira! Kamu siapa?"
Arya sedikit terkejut dengan cara Maira yang langsung akrab begitu saja. Ia berkedip beberapa kali, lalu menjawab, "Ehm … nama saya Arya."
Maira mengangguk-angguk, memperhatikan pria di hadapannya dengan penuh minat. "Oh, Arya ya. Nama yang bagus. By the way, Arya tinggal di mana?"
Arya mengerutkan kening. "Eh?"
"Udah nikah belum?" Maira lanjut bertanya, tanpa memberi kesempatan bagi Arya untuk berpikir. "Punya pacar?"
Arya semakin kebingungan. Ini pertama kalinya dalam hidupnya ada seorang wanita yang menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, apalagi seseorang yang baru pertama kali ia temui.
"Ehm … saya …"
"Tunggu-tunggu!" Maira menatap Arya dengan penuh harapan. "Jangan bilang kamu single. Kamu single, kan? Please, single dong!"
Arya menatap Maira dengan ekspresi campuran antara heran dan geli. Ia akhirnya tersenyum kecil. "Saya … sibuk kerja."
Maira mengerutkan kening. "Apa hubungannya? Aku kuliah loh. Sekedar informasi aja. Kamu single kan."
Arya tertawa pelan. "Baiklah, mbak. Saya nggak punya pacar."
Maira langsung bersorak dalam hati. YES! SINGLE! Tuhan memang baik padanya hari ini!
"Oke, Arya yang single dan sibuk kerja, kamu serius nggak mau masuk dulu? Kita ngopi-ngopi manja dulu, ngobrol-ngobrol santai gitu." Maira mengedipkan sebelah matanya.
Arya tertawa kecil, lalu menggeleng. "Maaf, saya ada urusan lain."
"Oh gitu ya … ya udah, gapapa. Tapi next time boleh lah, ya?" Maira tersenyum penuh arti.
Arya hanya tersenyum tipis. "Eh iya, hampir lupa," katanya kemudian. "Pak Daniel dua jam lagi akan ke Bangkok untuk perjalanan dinas. Dia tidak sempat memberitahu Nona Ceira, jadi tolong disampaikan. Seharusnya beliau yang memberikan ini langsung ke Nona Ceira, tapi waktunya nggak memungkinkan."
Maira akhirnya mengambil paper bag yang sedari tadi dipegang Arya. "Oke, siap! Akan kusampaikan pesannya!"
Arya mengangguk sopan. "Terima kasih, kalo begitu saya permisi dulu."
Namun, sebelum Arya sempat berbalik pergi, Maira kembali bersuara, "Eh, Arya, tunggu sebentar!"
Arya menoleh. "Ya?"
Maira menggigit bibirnya, berusaha menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar. "Boleh tukeran nomor, nggak?" tanyanya santai, seolah-olah itu adalah hal paling biasa di dunia.
Arya kembali dibuat bingung dengan keberanian gadis ini. "Eh … buat apa?"
"Ya siapa tahu aku butuh bantuan. Kan bisa aja aku lupa menyampaikan pesan ini ke Ceira. Jadi nanti aku bisa nanya langsung ke kamu. Hehe."
Arya berpikir sejenak, lalu akhirnya menghela napas dan mengambil ponselnya. "Baiklah."
Maira bersorak dalam hati lagi. YES!
Mereka pun bertukar nomor, dan Arya akhirnya pergi meninggalkan rumah dengan perasaan sedikit aneh terhadap Maira.
Sementara itu, Maira menatap layar ponselnya yang kini sudah menyimpan kontak seorang pria tampan dan berotot. Bibirnya melengkung ke atas.
"Arya …" gumamnya sambil tersenyum. "Sepertinya aku baru aja menemukan proyek baru dalam hidupku."
Maira berlari ke dalam rumah, langsung menuju ke kamar Ceira. Dengan penuh semangat, ia membuka pintu kamar Ceira tanpa mengetuk lebih dulu.
"CEIRA!!" teriaknya.
Ceira yang tengah duduk di atas tempat tidur sambil membaca buku langsung terlonjak kaget. "Astaga, Maira! Ada apa?!"
Maira melompat ke atas tempat tidur, menatap Ceira dengan mata berbinar. "Aku baru aja ketemu jodohku!"
Ceira mengerutkan kening. "Hah? Jodoh? Siapa?"
Maira mendekat dan berbisik penuh dramatis, "Arya."
Ceira semakin bingung. "Arya siapa?"
Maira mendesah. "Arya yang tadi nganterin paper bag dari Daniel!"
Ceira menatap Maira itu dengan ekspresi tak percaya. "Maira … kamu baru ketemu dia dan langsung bilang dia jodoh kamu?"
"Iya dong, aku langsung jatuh cinta pandangan pertama nih."
Ceira menggeleng-gelengkan kepala sambil menutup bukunya. "Benar kata Daniel, kamu tuh aneh."
NEXT BAB.....
maka nya aku baru baca prolog nya
oh ya kak jangan lupa baca novel aju judul nya Istri kecil tuan mafia