Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.
Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.
Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Malam itu dingin, ditemani angin kencang yang menusuk. Seorang gadis berdiri di atas atap sebuah gedung tinggi, tatapannya kosong, penuh keputusasaan.
Air matanya berlinang, membasahi wajahnya yang dipenuhi kekecewaan dan luka yang tak terlihat.
"Kalau ini yang kalian inginkan, aku akan melakukannya," suaranya bergetar, dipenuhi kepedihan. "Mungkin kematianku akan membuat kalian bahagia. Hidupku tak lagi berarti. Dunia ini tak punya tempat untukku!"
Dengan langkah mantap, ia maju. Tanpa ragu, ia melompat dari lantai tertinggi.
Tubuhnya melayang di udara, terjun bebas menuju kegelapan di bawah. Hingga akhirnya—
Brakk!
Ia menghantam sebuah mobil besar yang kebetulan melintas, membawa muatan berat di belakangnya.
Flower Florencia, 20 tahun. Seorang mahasiswi di salah satu universitas. Ia dikenal sebagai gadis pendiam dan menyendiri. Tak ada yang tahu apa yang terjadi padanya hingga ia nekat mengakhiri hidupnya.
Malam itu, tragedi memilukan tersebut menarik perhatian banyak orang yang kebetulan melintas di sekitar lokasi.
Gadis itu dilarikan ke rumah sakit terdekat dalam kondisi kritis. Kepalanya berlumuran darah, sementara cairan merah segar juga mengalir dari sudut bibirnya. Tubuhnya terkulai lemah, tak sadarkan diri. Saat ambulans tiba di depan rumah sakit, para petugas medis segera mengeluarkannya dengan hati-hati. Beberapa dokter dan perawat mendorong ranjang pasien dengan cepat melewati lorong rumah sakit, berusaha secepat mungkin untuk menyelamatkan nyawanya.
Di tengah hiruk-pikuk itu, seorang dokter mengenakan masker mendekati pasien. Langkahnya sempat terhenti, matanya terpaku pada gadis muda yang kini terbaring dalam kondisi mengkhawatirkan. Napasnya tertahan sesaat, seolah ada sesuatu dalam dirinya yang tersentak saat melihat wajah gadis itu.
"Dokter Kim, pasien bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 15. Kepalanya mengalami pendarahan hebat, dan mulutnya juga mengeluarkan darah," lapor seorang dokter muda dengan wajah cemas. Suaranya terdengar sedikit bergetar, menunjukkan kepanikan yang ia coba tahan.
Dokter Kim mengalihkan pandangannya dari gadis itu, menatap rekannya dengan ekspresi tegas, meski sorot matanya menyiratkan kegelisahan. "Cari identitasnya dan segera hubungi keluarganya! Bawa dia ke ruang darurat sekarang!" perintahnya dengan nada penuh otoritas.
Namun, di balik ketegasannya, hatinya terasa berdesir. Ada sesuatu tentang gadis itu yang mengusik pikirannya—seolah mereka pernah bertemu sebelumnya.
Sementara di dalam ruang gawat darurat para dokter berusaha keras menyelamatkan nyawa Flower, di luar, sepasang suami istri bersama dua pemuda dan seorang gadis tiba dengan ekspresi beragam. Tatapan mereka tidak menunjukkan kepanikan atau kesedihan, melainkan kelelahan dan kejengkelan.
Wanita paruh baya yang bernama Zoanna mendengus kesal sambil melipat tangan di depan dada. Wajahnya penuh dengan ketidakpedulian, seolah ini bukan pertama kalinya ia menghadapi situasi seperti ini.
"Apa lagi yang dia lakukan kali ini? Apakah dia tidak bisa berhenti membuat ulah dan membuat kita pusing?" ucapnya tajam, tak menyembunyikan kejengkelannya.
Di sampingnya, seorang gadis muda yang adalah kakak Flower, Cici, mencoba menenangkan ibunya. Ia menatap pintu ruang gawat darurat dengan sorot mata yang lebih lembut, meski terselip rasa lelah.
"Ma, jangan marah. Mungkin adik hanya ingin menarik perhatian kita. Mana mungkin dia benar-benar ingin bunuh diri? Dia hanya sengaja mencari perhatian," katanya dengan nada menenangkan.
Pria di samping Zoanna, Yohanes, hanya menghela napas panjang sebelum menepuk bahu Cici dengan lembut. .
"Andaikan Flower dewasa sepertimu, maka Papa dan Mama tidak perlu terus-menerus khawatir," ucapnya dengan nada yang lebih lembut dibandingkan istrinya.
Namun, Wilson, kakak laki-laki Flower, justru tampak acuh tak acuh. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding rumah sakit dengan tangan terlipat di dada. Tatapannya dingin dan penuh ketidakpedulian.
"Pa, Ma, adik selalu suka menimbulkan masalah. Jadi kalian tidak perlu cemas," ujarnya santai, bahkan disertai tawa kecil yang terdengar sinis. "Dia hanya berpura-pura supaya mendapatkan perhatian dari kita semua. Setelah dia sadar, aku sendiri yang akan menegurnya," tambahnya dengan nada meremehkan.
Tidak ada kepanikan, tidak ada air mata. Hanya kejengkelan dan ketidakpercayaan. Seolah nyawa Flower bukan sesuatu yang benar-benar mereka khawatirkan.
Di tengah ketegangan itu, seorang pria berkacamata yang terlihat lebih dewasa dan tenang akhirnya angkat bicara. Suaranya lembut, tetapi penuh ketegasan.
"Lebih baik kita menunggu Flower sadar. Setelah itu, kita bisa bertanya langsung padanya apa yang sebenarnya terjadi," ucap Alan, mencoba meredakan ketegangan di antara mereka.
Namun, Zoanna masih belum bisa menahan emosinya. Ia mendengus kesal dan melipat tangan di depan dada, matanya penuh amarah yang terselubung oleh rasa frustasi.
"Alan, adikmu selalu saja bersikap manja. Kita harus menegurnya setelah dia sadar! Tidak perlu dimanja sama sekali. Mama sudah bersusah payah melahirkannya, dan sekarang dia malah bermain-main dengan nyawanya. Sejak kapan dia bisa bersikap dewasa seperti Cici?" ujar Zoanna dengan nada tinggi, jelas menunjukkan kekecewaannya.
Alan menatap ibunya sejenak sebelum menghela napas panjang. Tidak seperti Wilson yang cenderung meremehkan, Alan memiliki cara pandang berbeda terhadap kejadian ini.
"Aku akan mencari tahu apa yang terjadi. Walaupun aku juga tidak setuju dengan perbuatannya, aku tetap ingin tahu sebabnya," jawab Alan, suaranya lebih tenang dibandingkan yang lain.
Tatapan matanya mengarah ke pintu ruang gawat darurat yang masih tertutup rapat. Di balik sana, adiknya tengah berjuang antara hidup dan mati, sementara di luar, keluarganya malah sibuk berdebat tentang kesalahan Flower tanpa sedikit pun menunjukkan rasa cemas akan kondisinya.
Dokter tersebut keluar dari ruangan dengan langkah tegas, matanya tajam meskipun sebagian wajahnya masih tertutup masker. Tatapan itu seolah menyoroti mereka satu per satu, mencari jawaban yang barangkali hanya mereka yang tahu.
Alan, yang sejak tadi terlihat paling tenang, maju selangkah. Suaranya sedikit bergetar, meski ia berusaha menyembunyikan kecemasannya.
"Bagaimana dengan Flower?" tanyanya dengan harapan mendengar kabar baik.
Dokter itu menatap Alan sejenak sebelum menghela napas pelan.
"Pasien mengalami depresi berat, dan sepertinya sudah cukup lama dia mengalaminya. Hingga akhirnya, dia tidak tahan lagi dan memilih untuk bunuh diri," jawabnya dengan nada yang tak bisa disangkal mengandung teguran.
Zoanna, yang sejak awal merasa kesal dengan tindakan Flower, mengernyit tak percaya.
"Hidupnya tidak ada kekurangan, kenapa dia bisa depresi?" tanyanya seolah menolak kenyataan.
Mata dokter itu semakin tajam. Ia menatap keluarga di hadapannya dengan pandangan menelisik.
"Kenapa bisa mengalami depresi? Seharusnya pihak keluarga lebih tahu daripada siapa pun. Apakah di antara kalian tidak ada yang menyadari apa yang terjadi pada pasien?" tanyanya, suaranya mengandung nada dingin yang menusuk.
Hening seketika. Tak ada yang langsung menjawab. Udara di antara mereka terasa semakin berat. Apakah mereka benar-benar tidak menyadarinya, atau justru selama ini mereka memilih untuk tidak peduli?
terimakasih untuk kejujuran muu 😍😍😍 ..
sally mending mundur saja.. percuma kan memaksakan kehendak...
kim gak mau jadi jangan di paksa
ka Lin bikin penasaran aja ihhh 😒😒😒
penasaran satu hall apakah Flower akan pergi dari Kim atau bertahan sama kim 🤨