NovelToon NovelToon
Nikah Dadakan Gara Gara Prank

Nikah Dadakan Gara Gara Prank

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Lari Saat Hamil / Dikelilingi wanita cantik / Cinta Paksa / Pelakor jahat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Shusan SYD

Nikah dadakan karna di jodohkan ❌ Nikah dadakan gara gara prank ✅ Nikah dadakan karna di jodohkan mungkin bagi sebagian orang memang sudah biasa, tapi pernah gak sih kalian mendadak nikah gara gara prank yang kalian perbuat ? Emang prank macam apa sampe harus nikah segala ? Gw farel dan ini kisah gw, gara gara prank yang gw bikin gw harus bertanggung jawab dan nikahin si korban saat itu juga, penasaran gimana ceritanya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shusan SYD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 30

Setelah aku mencari tahu lebih dalam, ternyata perubahan hormon saat haid bisa memengaruhi suasana hati dan gairah seorang wanita. Namun, seharusnya aku lebih memahami situasi ini, bukan malah memanfaatkan momen untuk kesenangan semata.

Aku memandangi wajah alesha yang kini sudah terlelap di sampingku, wajahnya begitu mendamaikan. Ada rasa bersalah yang merayap dalam pikiranku. Alesha, maafkan aku. Aku harus belajar menjadi orang yang tidak hanya peduli pada keinginanku sendiri, tetapi juga menghormati batas-batasmu dan memahami perasaanmu juga.

Malam terasa semakin hening, hanya suara detak jam dinding dan hembusan angin AC yang terdengar jelas. Aku terus menatap wajahnya seolah ingin merekam setiap lekuk wajahnya yang begitu cantik.

Di balik segala tingkah manjanya tadi, aku sadar dia sepenuhnya mempercayakan dirinya kepadaku. Namun, kepercayaan itu malah ku salah gunakan.

Tanganku perlahan mengusap lembut rambutnya, memastikan dia tetap nyaman tanpa terbangun. Dalam hati, aku berjanji tak akan mengulangi kesalahanku lagi, namun ternyata tak semudah itu. Godaan itu pun muncul bahkan dari dirinya sendiri, bagaimana aku bisa menghindar sementara aku terus terusan bersamanya ?

Semoga aku bisa lebih memahami apa yang dia butuhkan, bukan hanya apa yang aku inginkan.

Beberapa saat kemudian, Alesha bergerak sedikit. Matanya yang semula terpejam kini mulai terbuka, menatapku dengan sorot yang masih berat karena kantuk.

"Kamu belum tidur ?" tanyanya pelan, suaranya serak namun terdengar begitu manis di telingaku.

Aku menggeleng sersya tersenyum.

"Belum."

"Kenapa ?" tanyanya lagi.

"Gak apa apa." jawabku.

Hening untuk beberapa saat, aku mencoba untuk memejamkan mata seraya memeluk alesha.

"Mungkin kalau kita nikah, rasanya bakal kayak gini ya. Bisa terus-terusan bareng." ucapnya tiba tiba, membuat mataku jadi terbuka seketika dan aku langsung kehilangan rasa kantukku yang tadi hampir menyapa.

Aku tersenyum tipis, mencoba tidak memperlihatkan gejolak yang mendadak muncul di dadaku.

'Tanpa nikah pun kita bisa kayak gini kok, Sha," jawabku santai.

'Tapi mau sampai kapan ?" tanya alesha seraya menatapku, matanya seolah menembus dinding pertahanan yang selama ini ku bangun.

Aku terdiam. Hening di antara kami kembali terasa seperti denting jam yang makin keras.

"Aku mau di kenalin ke orang tua kamu, di terima baik sama mereka. Begitupun kamu." ucapnya lagi dengan mata jauh menerawang.

"Emang kenapa kamu nggak mau nikah sama aku ya ?" tanyanya lagi, suaranya terdengar lebih pelan, tapi justru makin menusuk.

Aku menatapnya sebentar, lalu berkata, berusaha menjaga nada suaraku untuk tetap tenang,

"Bukan aku nggak mau nikah sama kamu, Sha. Aku cuma... belum siap. Bahkan untuk sekadar mikirin nikah sama siapa pun." jawabku.

Termasuk Salsa, batinku.

Kenyataan itu masih sulit kuakui, bahkan kepada diriku sendiri. Luka yang ditinggalkan Salsa setelah kita menikah masih terasa. Aku belum sepenuhnya memaafkan, apalagi melupakan apa yang dia lakukan. Tapi setahuku Alesha tidak tahu itu. Dia tidak tahu apa-apa soal aku dan salsa.

Aku mengalihkan pandanganku, takut dia menangkap sesuatu dari mataku. Aku tidak ingin dia tahu ada nama lain yang membayangi pikiranku.

'Tapi..." Alesha membuka mulut lagi, namun aku segera memotongnya.

"Kamu lapar nggak ? Kayaknya aku pengen makan sesuatu yang manis deh. Kita cari dessert di tempat biasa, yuk ?" Aku mencoba tersenyum, berharap dia mengerti bahwa pembicaraan ini lebih baik berhenti sampai di sini.

Alesha terlihat ragu sejenak, lalu mengangguk pelan.

"Yaudah, yuk."

Aku lega. Untuk sementara, aku berhasil menghindar. Tapi dalam hati, aku tahu. Cepat atau lambat, pertanyaan ini akan kembali muncul. Dan aku tidak yakin bisa terus mengelak.

Kita pun mulai keluar dan akan mencari tempat makan yang pas.

Sekarang aku bingung, aku malah terjebak di perangkap yang aku buat sendiri.

Awalnya aku memilih tinggal bersama Alesha hanya untuk mengalihkan pikiranku dari Salsa, hingga kini dia berhasil mengubah perasaanku terhadap istriku, dan aku pikir Alesha bisa menjadi pelarian.

Kita sebelumnya hanyalah teman biasa, tak ada yang istimewa di antara kita selain pertemanan yang kadang terasa ringan. Namun, seiring waktu, kebersamaan kita mulai membawa sesuatu yang berbeda. Entah kapan tepatnya, aku juga mulai merasa nyaman dengannya.

Kenyamanan itu tak kusadari ternyata perlahan malah menumbuhkan harapan di hati Alesha. Dia mulai menunjukkan perasaannya, meminta kepastian yang sebenarnya tidak pernah aku janjikan.

Dia ingin tahu apa arti dirinya bagiku. Aku tahu aku salah membiarkannya terus berharap tanpa memberikan jawaban yang jelas. Aku pun bingung. Kita sudah sejauh ini, berbagi begitu banyak, melewati batas yang seharusnya tidak ku langkahi sebagai seorang suami orang lain.

Namun, meski aku merasa lebih nyaman bersamanya dibandingkan dengan Salsa, aku tahu perasaanku pada Alesha bukan cinta. Aku hanya merasa tenang bersamanya, mungkin karena kebersamaan yang rutin, atau mungkin karena dia selalu ada di saat aku membutuhkannya.

Tapi cinta ? Aku pun tak yakin dengan itu. Masalahnya, Alesha tidak melihatnya seperti itu. Baginya, kenyamanan yang ia berikan adalah bukti bahwa ada sesuatu yang lebih. Dia berharap sesuatu yang lebih.

Dan di saat yang sama, aku mulai mempertanyakan diriku sendiri, siapa aku sebenarnya dalam semua ini ? Seorang suami yang sudah kehilangan arah, atau seorang pria yang terlalu lemah untuk melepaskan ?

Memang aku pun merasa, kini Alesha mulai sering mendesak ku. Dia ingin kepastian, ingin aku mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan. Dia ingin tahu, apakah dia hanya menjadi pelarian, ataukah ada peluang baginya untuk menjadi lebih. Bukankah dari awal dia yang mengajakku untuk tinggal bersama ?

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Jika aku berkata jujur bahwa aku tidak mencintainya, aku takut akan menghancurkan hatinya. Tapi jika aku memberi harapan palsu, aku hanya akan membuatnya terus terjebak dalam kebohongan.

Sementara itu, hubunganku dengan Salsa sudah tak jelas alang ujungnya, aku masih mencintainya dan masih berharap salsa akan berubah walaupun tak pasti sampai kapan. Bagaimana pun dia masih istriku, tanggung jawabku sepenuhnya.

Tapi aku juga takut ketahuan, takut malah membawa alesha semakin masuk ke dalam masalahku.

Kita pun sampai di sebuah kafe, namun bukan yang biasa kita datangi. Tempatnya lumayan jauh dari kostan alesha.

"Ayok." ajakku setelah kita turun, aku menuntun tangan alesha dan berjalan beriringan masuk ke dalam ruangan tersebut.

Kafe itu memiliki suasana yang tenang, dengan pencahayaan redup dari lampu gantung berbentuk bulat. Musik jazz lembut mengalun pelan, hampir seperti bisikan, menyatu dengan bunyi alat pembuat kopi yang sesekali berdengung di sudut ruangan.

Beberapa pengunjung ada yang hanya duduk sendirian dengan buku di tangannya, sementara pasangan lain mengobrol dengan suara yang nyaris berbisik. Aroma kopi segar bercampur dengan wangi kue-kue yang baru saja dipanggang, mengisi udara dengan keakraban yang menenangkan.

Setelah memesan tak berapa lama makanan kita pun datang.

Alesha duduk di sebrang ku, memulai makan dengan perlahan. Gerakannya lembut, matanya tertuju pada makanannya, seolah tenggelam dalam dunianya sendiri.

Wajahnya terlihat santai, tanpa jejak ketegangan seperti tadi. Aku merasa lega melihatnya begitu. Mungkin dia bisa melupakan ketegangan tentang percakapan tadi.

Yang suka cerita ini, silahkan ikuti akun saya.

1
Asyifa Khaira
Ya ella salsa,,, gini ajak kok nggak ada perasaan sama sekali 😁
NR_01: hay kak,
total 1 replies
weele waeee
LAGII
NR_01: siap kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!