SIAPKAN KANEBO UNTUK MENYEKA AIR MATA!!!
"Manakah yang akan membunuhnya, siksaan suami atau penyakit mematikan?"
Demi menghindari perjodohan dengan seorang pria yang merupakan mafia, ia menjebak seorang montir dan memaksa menikahinya. Tanpa disadari olehnya, bahwa sang montir ternyata adalah bekas seorang bos mafia.
Bukannya bahagia, Naya malah mendapat perlakuan buruk dari sang suami. Mampukah Naya bertahan dengan siksaan Zian di tengah perjuangannya melawat maut akibat penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya?
IG otor : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah
"Saya terima nikahnya Kanaya Indhira Adiwinata dengan mas kawin tersebut di bayar tunai," terdengar suara lantang Zian mengucapkan ijab qabul.
Beberapa saksi pernikahan itu menyerukan kata sah di lanjutkan dengan do'a. Penikahan sederhana itu hanya di hadiri seorang penghulu dan beberapa orang saksi termasuk Mia dan Dimas. Tidak ada kebaya indah, tidak ada pesta yang meriah.
Raut kebahagiaan tergambar jelas di wajah Naya, berbeda dengan Zian. Dia terlihat sangat datar, tanpa ekspresi.
Setelah akad nikah itu, Zian lalu mengajak Naya pulang ke rumahnya.
"Ini rumahku," kata Zian saat memasuki sebuah rumah yang sederhana.
Dengan menyeret kopernya, Naya memasuki rumah itu dengan wajah bahagia. Sama sekali tidak memikirkan kondisi rumah itu yang berbeda jauh dari rumah yang dia tempati sebelumnya.
"Kita hanya berdua tinggal di sini?" tanya Naya.
"Iya. Aku hidup sendiri selama ini," jawab Zian, "Itu kamarku," ucapnya seraya menunjuk pintu sebuah kamar.
Zian lalu menunjukkan pada Naya beberapa bagian rumah itu, "Dapurnya di belakang sana, kamar mandi juga di sana. Yang itu gudang."
Naya menyeret kopernya menuju kamar Zian. Namun, Zian segera menghalaunya.
"Mau apa kau di kamarku?" tanya Zian.
"Mau menyimpan koperku..." jawab Naya.
"Kau lupa, kemarin aku bilang padamu tidak ada kontak fisik di antara kita. Jadi jangan harap aku mau sekamar denganmu," ucap Zian dengan nada datar.
"Ooh baiklah, aku mengerti," sahut Naya seraya tersenyum tipis.
"Di rumah ini ada satu ruangan yang tidak boleh kau sentuh, kau masuki dan kau lihat. Jadi pintu ruangan itu akan selalu terkunci,"
Zian lalu mengajak Naya ke lantai atas yang hanya terdapat satu ruangan sempit. Naya membulatkan matanya melihat ruangan itu. Betapa tidak, ruangan itu lebih layak di sebut gudang, karena ada banyak barang bekas dan penuh dengan debu.
"Ini seperti gudang... Apa aku akan tidur di sini?"
"Kau punya tangan yang lengkap kan?" tanya Zian balik, Naya lalu menunjukkan kedua tangannya pada Zian dengan polosnya, "Bagus, kau bisa bersihkan tempat ini lalu menjadikannya kamarmu,"
Naya kemudian tersenyum, walaupun senyumnya terlihat getir.
"Jangan senyum!! Jelek!" kata Zian ketus. Naya menunduk setelah mendengar ucapan Zian itu.
Aku ingin lihat, apa kau bisa bertahan hidup dalam kesederhanaan ini, batin Zian.
Zian lalu turun ke lantai bawah dan masuk ke kamarnya. Tidak peduli dengan Naya yang sedang di landa kebingungan. Gadis itu tidak tahu harus mulai dari mana untuk membersihkan gudang yang akan menjadi kamarnya.
Semangat Nay... Setidaknya sekarang kau akan selalu dekat dengan pangeranmu. batin Naya.
Naya mulai membersihkan ruangan itu dengan penuh semangat. Barang-barang bekas yang berada di dalam ruangan itu di keluarkan dari rumah. Naya bolak-balik keluar masuk rumah mengangkat semua barang bekas itu. Hingga akhirnya, gadis itu kelelahan dan mulai mimisan lagi.
"Ya ampun, kenapa aku harus mimisan sekarang?" gumam Naya.
Gadis itu segera berlari menuruni tangga menuju kamar mandi yang hanya ada satu di rumah itu. Membersihkan hidungnya dari darah yang mengalir.
Setelah mimisannya berhenti, ia kembali ke lantai atas, melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Di tengah-tengah kesibukannya, tiba-tiba gadis itu merasa kepalanya pusing, ruangan itu seperti berputar kencang, pandangannya pun jadi kabur, dan semuanya gelap.
Zian yang sedang berbaring sambil memainkan ponselnya itu, melirik jam di pergelangan tangannya.
"Sepertinya dia sudah selesai membersihkan gudang di atas." gumam Zian.
Laki-laki itu segera menapaki tangga menuju lantai atas, dilihatnya ruangan itu telah bersih. Barang-barang yang tadinya memenuhi ruangan itu sudah di keluarkan.
Saat akan melangkahkan kakinya kembali ke lantai bawah, matanya menangkap Naya terbaring di lantai. Zian segera mendekati gadis itu dan meraih tubuhnya. Dilihatnya wajah gadis yang telah menjadi istrinya itu memucat.
"Hey... Naya!!" panggil Zian seraya menepuk wajah gadis itu.
Zian lalu menuruni tangga dan mengambil sebuah kasur lipat. Dia membaringkan tubuh Naya di sana dan mengoleskan minyak angin di pangkal hidung gadis itu.
Sesaat kemudian Naya terbangun, memegangi pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Kenapa kau pingsan..." ucap Zian.
"Oh itu... aku tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah dan tiba-tiba pusing," Naya bangkit dari posisi berbaringnya.
"Baru begitu saja kau sudah pingsan, lalu bagaimana kau akan menjalani harimu di rumah ini? Disini tidak ada pelayan untukmu,"
"Hehehe, aku tahu, sayang..." Naya mulai menunjukkan sisi lembutnya.
"Jangan panggil aku sayang!!" teriak Zian.
"Ba-baiklah, kalau begitu aku akan memanggilmu apa?"
"Terserah, tapi jangan panggilan menjijikkan seperti sayang,"
"Baik, suamiku..."
Zian terlonjak mendengar Naya memanggilnya suamiku, "Jangan panggil begitu, itu lebih menjijikkan."
"Baiklah,"
"Panggil saja Zian, rasanya aku ingin muntah mendengarmu memanggilku dengan panggilan menjijikkan itu,"
Naya hanya menyunggingkan senyumnya mendengar omelan suaminya itu.
"JANGAN SENYUM!!! JELEK!" teriak Zian membuat Naya menunduk.
Tidak, Nay... jangan menangis. Suatu hari gunung salju ini akan mencair. Jangan sedih, Kau tidak sendirian lagi sekarang. Tetaplah tersenyum, Nay.
Naya mengusap wajahnya, berusaha mengembalikan tenaganya. Gadis itu lalu berdiri membersihkan beberapa bagian yang masih terlihat kotor. Sementara Zian menyunggingkan senyum liciknya menatap istri kecilnya itu.
Teruslah berpura-pura kuat sampai kau benar-benar lelah dan pergi dari hidupku untuk selamanya.
***
Naya membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur lipatnya. Panas dan pengapnya kamar itu membuatnya tidak dapat memejamkan mata.
Zian mengintip dari balik pintu. Senyum kepuasan hadir di sudut bibirnya.
Kamar ini pasti membuatmu seperti di neraka. Bagaimana bocah kecil? Apa kamar ini memanjakanmu seperti kamar di rumah mewahmu?
Zian kembali turun ke kamarnya, membaringkan tubuh di atas kasur empuknya. Tidak lama kemudian, napas laki-laki itu sudah teratur menandakan dirinya sudah tertidur.
Sementara di atas sana, Naya masih belum bisa memejamkan matanya. Dia kemudian terbangun, menyandarkan punggungnya di dinding kamar itu.
Dia sudah tidur belum, ya... batin Naya.
Naya mengendap-endap seperti seorang pencuri, pelan-pelan menuruni tangga agar suara langkah kakinya tidak terdengar.
Dengan sangat hati-hati, Naya membuka pintu kamar Zian. Dia melihat sekeliling kamar itu, lalu menatap Zian yang telah tertidur lelap.
Naya kemudian menyelinap masuk kedalam selimut, membaringkan tubuhnya di sebelah Zian. Dipandanginya wajah suaminya itu tanpa berkedip.
Memandangimu dari dekat seperti ini membuat jantungku berdetak tidak karuan, kai tahu, kau sangat sempurna, suamiku...
Seakan tiada puasnya, Naya terus memandangi wajah yang membuatnya tergila-gila itu. Sampai akhirnya rasa kantuk datang dan ia tertidur.
Tidak tahu akan semarah apa Zian jika menemukan Naya tertidur di sampingnya.