Suka cerita tentang toko utama wanita yang tidak mudah ditindas? Di sinilah lapaknya!
Renata Carissa, seorang putri dari Panglima TNI yang berprofesi sebagai Psikiater. Memiliki kehidupan yang sempurna dengan memiliki suami yang begitu mencintainya dan anak laki-laki yang sangat tampan.
Sepeninggal suami tercintanya, Renata pun meninggal karena mengalami sakit keras.
"Aku berharap bisa bertanya kepadanya, mengapa aku tidak pernah tahu?"
"Apakah aku bisa bertemu dengan Jefra-ku lagi?"
Itulah harapan terakhir Renata.
Bukannya ke akhirat dan bertemu dengan suami tercintanya. Namun, Renata justru secara misterius berubah menjadi tokoh antagonis yang berperan menjadi pelakor. Nasib tokoh yang menyedihkan, hidup dalam penderitaan, dan berakhir bunuh diri.
Ya, dia masuk ke dalam novel!
Tidak ingin nasibnya berakhir tragis, Renata memutuskan untuk mengubah alur cerita yang sudah tertulis itu.
Dan takdir mempertemukannya kembali dengan Jefra, suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elwi Chloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Napas Buatan
Di Restoran tidak jauh dari kantor. Salah satu restoran mewah populer, sebuah restoran ala Eropa yang menyajikan makanan khas Perancis. Interior dari restauran ini bernuansa Eropa, dengan furniture kayu yang disusun secara cantik, lampu gantung mini tergantung di setiap meja.
Terlihat keempat orang yang sedang menyantap makan siang. Sesekali Sanaya berbicara untuk memecahkan keheningan, Renata terlihat tertekan, Alvaro merasa tidak nyaman, dan Tuan J yang berekspresi tenang seperti biasa.
Ya, mereka berempat benar-benar makan siang bersama.
Awalnya Renata ingin menolak ajakan Sanaya. Namun, Tuan J justru menerima ajakan itu. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Padahal Tuan J sedang memiliki janji makan siang bersama dengan klien. Hal itu berujung menambah pekerjaan Renata untuk mengurus jadwal makan siang Tuan J bersama klien itu lagi. Karena itulah Renata sangat tertekan.
Berbeda dengan yang Tuan J pikirkan, pria itu berpikir kalau ekspresi tertekan Renata adalah karena merasa cemburu dengan kemesraan Alvaro dengan Sanaya.
Tuan J tersenyum sinis, seorang pelakor memang tetaplah pelakor. Sepertinya dia harus membuat Renata sadar dengan perbuatan buruknya itu.
"Rumah tangga kalian terlihat harmonis," kata Tuan J kemudian.
Sanaya tersipu malu, "Karena kami saling mencintai," lalu menatap Alvaro, "Benarkan?"
"Ya," jawab Alvaro sekenanya.
Tuan J menatap Renata yang tidak menunjukan ekspresi apapun. Sepertinya pancingannya kurang besar.
"Jagalah suamimu dengan baik, akhir-akhir ini banyak sekali yang memiliki profesi sebagai pelakor, sampai-sampai setiap hari ada saja juniornya," ujar Tuan J.
Namun, bukan Renata yang merasa tersinggung, justru Alvaro yang mengeraskan wajah.
"Itu benar, hadirnya orang ketiga tentu memberikan luka. Namun, aku tidak akan memberinya kesempatan untuk merebut Alvaro dariku," ucap Sanaya tersenyum sembari menatap Renata.
Renata masih cuek, tentu saja dia tidak merasa tersindir, dia kan memang bukan pelakor.
"Aku memang harus banyak bersyukur mulai sekarang. Tuhan memberikanku banyak nikmat sampai membuat orang iri. Tapi kalau waras, orang itu bakal berusaha yang terbaik dalam hidup. Bukannya ingin merebut dan menggantikan posisiku sekarang," sambung Sanaya.
"Baguslah, tamu tidak akan masuk jika tuan rumah tidak memberikan celah untuk masuk," sambut Tuan J.
Brak
Alvaro meninju meja dengan tangan terkepal, terlihat begitu emosi, "Maksudmu apa, J? Kamu sedang menghina Ibu?"
Terlihat semua orang yang berada di restoran terkejut. Tidak terkecuali Renata, Tuan J, dan Sanaya.
"Aku tidak menghinanya," Tuan J mengangkat salah satu alisnya, tidak menyangka jika Alvaro yang justru merasa tersinggung.
Sedetik kemudian Tuan J tersenyum miring, tentu saja dia tidak melupakan betapa busuknya wanita yang tengah Alvaro bela itu.
"Jangan berbicara keterlaluan, J! Sekali lagi kamu menghina Ibu, aku tidak akan tinggal diam meski kamu──"
Prang
Suara pecahan gelas menghentikan pertengkaran itu.
Tiba-tiba Renata merasa sesak napas di tenggorokan, serta rasa gatal dan perih di mulut, "Uhuk!"
Tuan J segera bangkit untuk menangkap tubuh Renata yang hampir jatuh ke samping, "Hei, kamu kenapa?" tanyanya dengan raut wajah khawatir.
Alvaro memeriksa makanan yang habis dimakan Renata. Lalu mencium minumannya juga. Sontak matanya terbelalak.
Bagaimana bisa jus jeruk ada sedikit bau stroberi? lebih parahnya lagi Renata alergi stroberi.
Wajah Renata terlihat memerah, "Uhuk, se-sesak..."
"Dia alergi, cepat bawa ke rumah sakit!" seru Alvaro pada Tuan J.
Tanpa mengatakan apapun, Tuan J segera menggendong Renata untuk ke luar dari restoran.
Alvaro berniat mengikuti Tuan J. Namun, Sanaya menahan lengannya, "Alvaro, kamu mau ke mana? Kak Renata pasti akan baik-baik saja dengan Kakakmu."
Sanaya langsung melepas pegangannya saat melihat tatapan Alvaro yang begitu tajam.
"Sanaya, jangan bilang kamu yang..."
Sanaya menggelengkan cepat, "Tidak, bukan aku!" sangkalnya.
Alvaro mencengkram kedua pundak Sanaya, "Lalu siapa kalau bukan kamu? Bukankah sangat aneh kalau jus jeruk tercium aroma stroberi?"
"Aku tidak tahu, Alvaro."
"Katakan dengan jujur, Sanaya. Kamu tahu, bukan? Kalau aku sangat tidak menyukai sebuah kebohongan," desak Alvaro.
Sanaya menggigit bibir, menutup rapat mulutnya.
Karena tidak mendengar jawaban apapun, Alvaro melepas pundak Sanaya. Dia benar-benar sangat kecewa dengan istrinya. Dirinya sangat yakin kalau Sanaya adalah orang yang telah merencanakan ini. Dari restauran yang Sanaya pilih dan gerak-gerik mencurigakan sangat jelas terlihat.
Lantas kenapa istrinya berbohong?
"Jangan salahkan aku jika menjadi membencimu," kata Alvaro penuh rasa kekecewaan.
Sanaya terkesiap mendengarnya.
"Hiks," terdengar isak tangis dari bibir milik Sanaya, "Y-ya, aku yang sudah membayar seorang pelayan untuk menaruh bubuk stroberi pada minuman Kak Renata."
Pada akhirnya Sanaya mengakui perbuatannya.
"A-aku sudah mengakuinya, tolong jangan membenciku, Alvaro. Bukankah kamu mencintaiku?" Sanaya mencoba meraih tangan Alvaro, tapi pria itu segera menghindar.
"Aku tidak menyangka jika kamu memiliki sisi lain yang begitu menakutkan, Sanaya."
**
"Ke rumah sakit!" perintah Tuan J pada Bodyguardnya.
"Baik, Tuan."
Segera dihidupkan mesin mobil, lalu melesat cepat menuju rumah sakit.
Di kursi belakang terlihat Tuan J yang sedang mengusap pipi Renata yang terasa begitu dingin, "Bertahanlah."
"Uhuk," Renata menatap Tuan J dengan tatapan penuh rasa sakit.
Entah kenapa hati pria itu seperti teriris ketika menatap keadaan Renata. Matanya memanas karena sangat khawatir.
Ada apa dengan dirinya? Bukankah dia membenci gadis itu?
"Jef... Hah..." Renata sangat sulit bernapas saat ini.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Tuan J kebingungan.
"Tuan, cobalah beri napas buatan," saran si Bodyguard yang sedang menyetir mobil, "Mungkin itu bisa sedikit membantunya bernapas."
Tuan J terdiam sesaat untuk memikirkan saran itu.
"Berapa lama lagi sampai di rumah sakit?" tanya Tuan J kemudian.
"Lima belas menit, Tuan."
Biasa kah Renata bertahan selama itu?
Renata mencengkram lengan jas yang dipakai Tuan J. Dia benar-benar merasa sangat sakit.
Sebenarnya apa yang telah terjadi pada dirinya? Setahunya, dia tidak memiliki alergi apapun, di novel juga tidak tertulis jika Angel memiliki alergi.
Tuan J membaringkan Renata dalam posisi telentang dengan berbantal pahanya. Kemudian melepas dua kancing teras pada blues yang dikenakan gadis itu, berharap bisa mengurangi sesak. Setelah itu, Tuan J membuka jas yang dikenakannya untuk menutupi badan Renata.
"Uhuk."
Namun, sesak yang dirasakan Renata tidak berkurang. Sepertinya Tuan J memang tidak memiliki pilihan lain.
Renata merasakan jika hidungnya dijepit dengan jari panjang milik Tuan J, lalu terbelalak saat bibirnya bersentuhan dengan bibir milik pria itu, serta adanya udara yang disalurkan dari mulut ke mulut.
Jefra Tjong memberi Renata napas buatan berkali-kali, hingga mereka sampai di rumah sakit. Bukannya lebih baik, Renata justru pingsan di tempat.
_To Be Continued_