Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Bab 9
POV Rahayu
Aku sudah bertekad untuk keluar dari rumah orang tuaku. Bagaimana pun kerasnya aku mencoba untuk menyadarkannya, orang tua ku sedang buta oleh materi yang di bawa oleh gadis menjengkelkan itu yang katanya adalah sepupuku.
Aku mengemasi barang-barang ku begitu pulang ke rumah. Rumah tampak sepi ketika aku berada di dalamnya. Sepertinya mereka sedang keluar entah kemana. Karena mobil yang baru pemberian gadis itu tidak ada di dalam garasi rumah ini.
Aku terkekeh, miris. Kata Ayah dia membelikan mobil untuk kita dan aku harus memperlakukan dia dengan sebaik-baiknya. Tapi yang di maksud 'kita' di sini siapa? Tentu aku bukan termasuk di dalamnya. Karena sejak di belinya mobil itu, aku tidak pernah di ajak kemana pun memakai mobil itu.
Satu koper besar, 3 kardus dan satu tas besar sudah mengangkut hampir semua barang-barang ku di kamar gudang ini. Aku pun memesan taxi online agar bisa membawa semua barang-barang itu.
Sepucuk surat aku tinggalkan di depan TV di ruang keluarga. Tanpa rasa ragu, aku pun keluar dari rumah itu. Aku berharap dengan kepergianku rumah ini akan terasa sepi dan orang tuaku bisa menyadari arti kehadiranku di rumah ini.
Namun sudah dua minggu sejak aku masuk kuliah, tak sekalipun orang tuaku menghubungi untuk sekedar menanyakan keadaan ku. Sakit rasanya hati ini. Apa mereka benar-benar menginginkan ku pergi?
Nyut....
"Ayu, tugas dari Dosen tadi sudah kamu kerjakan?"
"Sudah. Sudah ku kumpulkan kepada asisten Dosen tadi. Kenapa?"
"Tidak apa-apa. Ku pikir kamu tidak mengerjakan. Kamu sudah mau pulang?"
"Iya, masih ada 2 jam untukku beristirahat sebelum aku kerja sambilan."
"Kamu tidak lelah?"
"Tidak." Jawab ku sambil tersenyum.
Tidak ada kata lelah untukku. Jika aku lelah, aku sendiri yang akan menerima resikonya.
"Baiklah, semangat buat mu."
Aku tersenyum menanggapi ucapan teman kelas ku di kampus. Kemudian aku pun beranjak untuk segera pulang ke kosan ku.
Meski lelah, aku tidak patah semangat. Aku harus bisa bertahan dan segera menyelesaikan kuliah ku ini.
Dan sesuai perkiraanku, memasuki awal bulan, Ayahku tidak memberi uang bulanan tambahan meski aku sudah kuliah. Uang bulanan ku diberikan masih dengan jumlah yang sama saat SMA yaitu 500 ribu rupiah.
Jika saat SMA aku masih bisa menabung dengan uang yang diberikan itu. Pasalnya kebutuhan ku yang lain masih di tanggung oleh Ayah dan Ibu seperti tempat tinggal, biaya makan dan juga perlengkapan kebersihan seperti sabun, shampo, dan lain-lain.
Meski tampak remeh, namun jika dibandingkan dengan hidup sendiri seperti itu, tentu biaya-biaya seperti itu perlu untuk di perhitungkan. Untung lah aku bekerja di Lamongan walau tidak bisa menabung banyak. Tapi setidaknya gajiku cukup untuk menutupi biaya kos dan biaya lainnya.
Waktu satu jam aku gunakan untuk berberes di kosan. Mencuci pakaian kotor dan melipat pakaian kemarin. Tidak berat karena aku tidak menumpukkan pakaian kotor dan hanya miliki ku saja.
Masih tersisa satu jam aku bisa beristirahat sebentar. Memainkan handphone ku dan merebahkan diri sebentar karena untuk pergi ke tempat kerjaku hangat butuh waktu kurang dari 10 menit saja berjalan kaki ke sana.
"Yu, hari ini pelanggan setia sudah nungguin. Hehehe..." Kata Mas Yatmo teman kerjaku.
"Hah, si Kakek? Hehehe..." Kataku sambil melirik dimana keberadaan Kakek.
Aku terkekeh. Si Kakek kali ini datang lebih awal. Sesuai janjinya, Kakek sering sekali makan di tempat kerja ku. Dalam seminggu, bisa 4 sampai 5 hari berturut-turut ia datang membeli. Karena itulah Mas Yatmo mengatakannya pelanggan setia, karena itu terjadi sudah sejak sebulan ini.
Disaat sepi dan kerjaan tidak ada, aku boleh duduk menemani Kakek. Hari ke hari kami semakin banyak bertukar cerita. Bahkan aku mulai terbuka dengan keadaanku dalam keluargaku.
"Pak, apa tidak bisa saya bekerja lagi? Waktu itu Ibu saya sering sakit, tidak ada yang menjaga makanya saya sering tidak masuk kerja. Tolong saya Pak, saya butuh pekerjaan ini buat hidup saya dan Ibu."
Aku mendengar salah seorang pemuda seusai ku berbicara dengan Pak Salim, pemilik Lamongan ini. Sepertinya, dia pemuda yang bekerja disini sebelum aku. Ada rasa kasihan terhadapnya. Tapi aku juga butuh pekerjaan ini.
"Kamu mau kerja sama Kakek?"
"Hah? Apa Kek?"
Aku tidak mendengar jelas ucapan sang Kakek karena sedang melamun. Tapi pendengar ku sekilas Kakek menawarkan pekerjaan untukku.
"Mau kerja dengan Kakek?" Ulang si Kakek.
Mungkin kakek juga mendengar percakapan antara Pak Salim dengan pemuda itu. Dan sedikit banyak si Kakek juga mengetahui di awal aku mulai bekerja di sini.
"Kerja apa Kek?" Tanya ku.
"Di rumah Kakek tidak ada yang merawat bunga. Kakek punya kebun bunga kecil di samping rumah. Kalau kamu mau, kamu bisa bekerja sebagai perawat tanaman di rumah Kakek. Gajinya tidak besar, mungkin hampir sama dengan gaji disini. Tetapi tidak berat seperti disini. Kamu mau?"
Sesaat aku diam mencerna ucapan si Kakek dan memikirkannya. Ku pandang lagi pemuda tadi yang tampak begitu memohon kepada Pak Salim.
"Kamu juga bisa tinggal di tempat Kakek. Dan bisa makan gratis disana. Juga tidak perlu membayar kosan. Kamu bisa tinggal dengan Bu Aminah di rumah belakang. Dia ART di rumah Kakek." Lanjut sang Kakek.
Oh, ternyata Kakek memiliki bangunan terpisah untuk tempat tinggal para pekerjanya. Sebagai anak yang penuh perhitungan agar kebutuhan selalu cukup, tentu tawaran sang Kakek menjadi pertimbangan untuk ku.
Aku tidak pernah bertemu dengan keluarga sang kakek kami hanya sering bertemu di tempat kerjaku ini dan bertukar cerita tentang keluarga masing-masing. Jadi aku hanya tahu keluarga kakek dari cerita kakek saja. Dan sepertinya kakek adalah orang yang baik.
"Tunggu ya Kek."
Aku meninggalkan si Kakek dan mendekati Pak Salim dan pemuda itu.
"Pak, biar dia bekerja lagi saja. Saya tidak apa-apa stop dulu bekerja disini." Ujar ku.
"Tapi kamu bukannya juga butuh pekerjaan ini Yu?"
"Tidak apa-apa Pak, Mas ini kayaknya lebih butuh dari saya. Jadi mulai besok saya di gantikan Mas ini lagi saja."
"Nah Pak, boleh ya?" Pinta pemuda itu penuh harap.
Pak Salim memandang ke arah ku untuk memastikan ucapanku. Aku mengangguk pelan untuk merespon tatapan Pak Salim.
Pak Salim menghela napas.
"Baiklah, besok kamu masuk lagi menggantikan Ayu. Ingat, jangan sering tidak masuk lagi!"
"Iya Pak." Jawab pemuda itu dengan penuh semangat. "Terima kasih ya Mbak." Ucapnya lagi kepadaku dengan tersenyum senang.
"Iya sama-sama." Jawabku, dan juga memberikan senyum kepadanya.
Kemudian aku pun menoleh kepada si Kakek. Dan Kakek pun tidak tersenyum kepadaku sambil mengacungkan jempolnya. Kurasa Kakek pun sudah mengetahui kelanjutannya karena mendengar percakapan kami.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊