Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kanada
"Good morning, everyone. Welcome to the first day of your journey as medical professionals. We hope you are ready for the challenges ahead." sapa Professor.
Langit duduk di barisan tengah, memperhatikan dengan cermat. Seorang mahasiswa laki-laki berambut pirang mendekatinya dengan senyuman ramah.
"Hi there. You’re new here too, right? I’m Chris." sapa seseorang. Teman baru Langit di Kanada.
"Hi, Chris. Yes, I’m new. I’m Langit. Nice to meet you." balas Langit.
"Langit? That’s an interesting name. Where are you from?" tanya Chris.
"I’m from Indonesia. How about you?" jawab Langit.
"Born and raised in Canada. So, this must be quite a change for you, huh? First time studying abroad?" sambung Chris.
"Yes, it’s my first time. It’s a bit overwhelming, but I’m excited to learn." jelas Langit.
"That’s great! Don’t worry. You’ll get used to it soon enough. Let me know if you need help with anything, okay?" ucap Chris.
"Thanks, Chris. I appreciate that." balas Langit.
Keesokan harinya, ruangan kelas yang nyaman di Kanada dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran. Langit berdiri di depan ruangan dengan slide presentasi terpampang di layar. Suasana diskusi terasa formal tetapi santai. Langit membuka presentasinya dengan penuh percaya diri.
"Good morning, everyone. Today, I will discuss something crucial for pregnant women: foods to avoid during pregnancy. As future doctors, we must educate our patients to ensure the health of both the mother and the baby." Langit mulai membuka presentasinya.
"First, raw or undercooked foods. These include sushi, raw eggs, and rare meat. These foods can harbor bacteria or viruses, such as salmonella and listeria, which can harm both the mother and the fetus." jelas Langit, kemudian ia mengganti slide berikutnya, menunjukkan gambar makanan yang dibakar dan makanan instan.
"Second, processed and charred foods. Grilled or burned foods produce harmful substances like acrylamide, which may increase the risk of birth defects. Instant foods are also dangerous due to their high sodium and preservative content, which can cause complications during pregnancy." sambung Langit.
"Lastly, alcohol. It is one of the most dangerous substances during pregnancy. Alcohol can lead to fetal alcohol syndrome, developmental delays, and even miscarriage." Langit berhenti sejenak.
Saat Langit menyebut kata "miscarriage," ia terdiam sejenak. Tatapannya berubah sendu, seolah teringat sesuatu. Ada kilatan kenangan tentang Sandra yang kehilangan anak pertamanya. Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum ia melanjutkan. Seorang teman, Emma, yang duduk di depan, memperhatikan perubahan ekspresi Langit dan bertanya dengan sopan.
"Langit, are you okay?" tanya Emma
"Yes, I'm fine. Sorry for the pause." jawab Langit
"These dangers are not just theoretical; they can have real consequences. As medical practitioners, it is our responsibility to emphasize prevention through education." jelas Langit.
Ia menyelesaikan presentasinya dengan menunjukkan langkah-langkah alternatif untuk menjaga pola makan ibu hamil. Tepuk tangan pun terdengar di ruangan setelah ia selesai.
Setelah presentasi, beberapa teman mendekati Langit untuk memberikan komentar.
"That was a great presentation, Langit. But I noticed you seemed a little distracted earlier. Are you sure you're okay?" tanya Emma.
"I'm fine, Emma. Just a personal memory that caught me off guard. Thank you for noticing." jawab Langit.
"Langit, your presentation was excellent. You have a way of making things clear and relatable. It's good to see you passionate about this topic." celetuk Chris.
"Thank you, Chris. It’s an important topic, and I believe we need to be prepared to support our future patients." balas Langit.
Langit tersenyum, tetapi di dalam hatinya, ia masih memikirkan Sandra. Ia bertanya-tanya bagaimana kabarnya dan apakah ia baik-baik saja. Meskipun berada jauh di Kanada, kenangan tentang Sandra terus membayanginya.
Sudah dua bulan di Kanada. Langit sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan di kampus. Hari itu, ia duduk di perpustakaan bersama tiga temannya, Chris, Emma, dan Daniel, membahas salah satu topik materi tentang penyebab keguguran. Mereka semua berbicara dalam bahasa Inggris, membahas materi dengan serius.
"So, the topic for today’s discussion is about miscarriages. Langit, do you want to start with the causes?" tanya Chris.
"Sure. One of the most common causes of miscarriage is chromosomal abnormalities in the fetus. It’s something that happens naturally and cannot be prevented." jawab Langit.
"That’s true. But we also have to consider external factors, right? Like stress or physical exhaustion. Those can lead to complications too." sambung Emma.
"Exactly. I read that overexertion, especially during the early stages of pregnancy, can increase the risk of miscarriage. It’s not the direct cause, but it definitely contributes." timpal Daniel.
"Yes, I’ve read that too. It’s important for pregnant women to maintain a healthy lifestyle and avoid unnecessary stress or physical strain." Jelas Langit.
"Good point. And that’s where the role of healthcare providers comes in. It’s not just about treating patients, but also educating them on how to take care of themselves during pregnancy." ucap Chris.
"I agree. Many women don’t even realize how their daily activities can impact their pregnancy. That’s why counseling is so important." sambung Emma.
Langit terdiam sejenak, pikirannya melayang memikirkan Sandra. Ia merasa topik ini terlalu relevan dengan apa yang baru saja terjadi pada orang yang ia cintai. Namun, ia mencoba tetap fokus pada diskusi.
"Right. As future doctors, it’s our responsibility to raise awareness about these risks. But we also need to provide emotional support for those who experience miscarriage. It’s not just a physical issue—it’s emotional too." ucap Langit.
"Exactly. And that’s why we’re here, learning all of this. To make a difference." tutup Daniel.
Diskusi mereka terus berlanjut dengan analisis mendalam. Langit mencoba menahan emosinya, meskipun topik ini membangkitkan perasaan bersalah dan khawatir terhadap Sandra. Setelah diskusi selesai, mereka semua mulai membereskan buku mereka.
Dua minggu berlalu, di sebuah kantin di Kanada, Langit dan teman-temannya sedang menikmati makan siang setelah sesi presentasi yang melelahkan. Suasana santai dan penuh tawa terdengar di antara mereka. Langit duduk di ujung meja sambil menikmati saladnya, sementara Daniel, yang duduk di sebelahnya, terlihat sibuk memeriksa ponselnya.
"Guys, my dad’s birthday is coming up, and I’m thinking of getting him a watch. Something simple but elegant. Do you have any suggestions?" tanya Daniel.
"Oh, that’s a great idea, Daniel. I gave my dad a classic watch last year, and he absolutely loved it." jawab Emma.
"I’ve looked at a few options, but I haven’t found the perfect one yet. Here, let me show you." sambung Daniel.
Daniel memperlihatkan beberapa link ke teman-temannya. Mereka bergantian melihat dan memberikan komentar.
"This one looks nice, but it might be a bit too flashy for someone who prefers simplicity." ucap Emma.
"Yeah, I agree. Maybe go for something more understated. Your dad doesn’t like complicated designs, right?" timpal Chris.
Daniel mengangguk, lalu tanpa sengaja melihat jam tangan di pergelangan tangan Langit. Matanya langsung berbinar.
"Langit, your watch is amazing! It’s simple, elegant, and exactly what I’m looking for. Where did you get it?" tanya Daniel.
Langit tersenyum kecil, menatap jam tangan di tangannya. Ia terdiam sejenak, teringat kepada seseorang yang memberikannya jam tangan itu.
"This watch... I didn’t buy it. It was a gift." jawab Langit.
"A gift? From who? It’s really nice, Langit. I’d love to find something similar." tanya Daniel.
"It was given to me by someone before I came here. So, I don’t know where you could buy it." jawab Langit.
"Someone special, perhaps?" timpal Emma
"Maybe. But it was a while ago. This watch holds sentimental value for me—it’s more than just an accessory." jelas Langit.
"Sorry if I asked too many questions, Langit. But seriously, it’s an amazing watch. I hope I can find something just as meaningful for my dad." Daniel merasa bersalah membahas topik itu.
"No worries, Daniel. I hope you find the perfect one." sambung Langit.
Percakapan pun berlanjut ke topik lain, tetapi Langit masih memandangi jam tangannya dengan tatapan penuh kenangan. Ia teringat momen saat Sandra memberikannya jam tangan itu sebagai kenang-kenangan.
Malam itu di Kanada, Langit merasa kesepian setelah menyelesaikan tugas kuliahnya. Ia memutuskan untuk menghubungi Raffi, Gina, dan Leo melalui video call. Di sisi lain, ketiganya sudah berkumpul di kos Gina di Indonesia, siap mendengarkan cerita Langit.
"Hey, guys! Long time no see. Apa kabar, nih?" tanya Langit.
"Baik, Ngit! Lo gimana di sana? Udah keliatan kayak dokter luar negeri belum?" jawab Raffi.
"Langit pasti udah makin keren. Jangan-jangan bule-bule di sana pada ngecengin lo!" celetuk Gina.
"Atau malah lo udah punya pacar baru, Ngit?" goda Leo.
"Enggak, nggak kayak gitu. Gue masih sibuk banget sama kuliah. Nggak ada waktu buat yang begituan." balas Langit.
Semua tertawa kecil, lalu suasana berubah lebih serius saat Langit mulai bercerita tentang kehidupannya di Kanada.
"Jujur, di sini gue banyak belajar hal baru. Sistem belajarnya beda banget sama di Indonesia. Gue juga harus beradaptasi sama budaya dan cara hidup mereka." sambung Langit.
"Serius? Lo nggak kaget sama makanannya? Gue dengar makanan di sana banyak yang plain." tanya Gina.
"Iya, awalnya kaget, sih. Tapi sekarang udah biasa. Gue lebih sering masak sendiri daripada makan di luar." jawab Langit.
"Sounds like you're thriving there, Ngit. Tapi lo beneran nggak punya cerita menarik lainnya?" timpal Raffi.
"Ada, sih. Tapi jujur gue kadang merasa, apa pun yang gue lakuin di sini, gue nggak bisa sepenuhnya lepas dari masa lalu." jujur Langit.
"Maksud lo apa, Ngit?" tanya Leo.
"Gue ke sini niatnya buat mulai hidup baru, buat lupa sama Sandra. Tapi ternyata, itu nggak gampang. Malah banyak hal di sini yang ngingetin gue sama dia." jelas Langit.
"Kayak apa, Ngit? Hal-hal yang ngingetin lo ke dia?" tanya Gina.
"Salah satunya waktu gue presentasi tentang makanan yang dilarang untuk ibu hamil. Gue bilang soal risiko keguguran, dan tiba-tiba gue inget Sandra. Gue sempat terdiam di depan kelas karena itu." jelas Langit.
"Gue ngerti, Ngit. Lo udah coba ngelupain, tapi kenangan itu masih ada." ucap Raffi.
"Iya, Raf. Bahkan waktu gue duduk di perpustakaan, baca materi soal kehamilan, gue inget Sandra lagi. Kadang gue tanya ke diri gue sendiri, kapan gue bisa benar-benar lepas dari perasaan ini." sambung Langit.
"Ngit, itu wajar. Lo nggak perlu buru-buru. Mungkin butuh waktu lebih lama buat lo untuk bisa move on." timpal Gina.
"Iya, Ngit. Lo juga harus ingat kalau lo sekarang punya tanggung jawab besar buat masa depan lo. Fokus ke situ dulu, ya." ucap Leo.
"Lo nggak sendiri, Ngit. Lo masih punya kita. Kalau lo ngerasa berat, lo tinggal cerita aja ke kita." sambung Raffi.
"Dan kalau lo perlu, kita bisa dateng ke Kanada buat nemenin lo. Walaupun gue yakin Raffi bakal cari alasan buat liburan, sih." celetuk Gina.
"Makasih, ya. Gue bersyukur punya kalian semua. Gue bakal coba fokus ke masa depan gue dulu." ucap Langit.
Percakapan berlanjut ke topik lain, tetapi di hati Langit, rasa rindu dan kenangan tentang Sandra tetap ada. Meski jauh, dukungan teman-temannya membuatnya merasa sedikit lebih kuat.
Misal.
"Aw, rasanya nyeri sekali. Walaupun ini bukan yang pertama kali, tetap saja rasanya sakit. Dia terlalu kasar di atas ranjang," ucap Sandra bla bla bla.
mmpir juga ke ceritaku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia