"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Firasat
"Lita, bangun!" Suara Mia melengking bagai gemuruh petir di siang hari. Wanita paruh baya itu berusaha keras membangunkan anak semata wayangnya yang sedang tertidur pulas di kamar.
Sejak dulu hingga sekarang, kebiasaan Lita tidak pernah berubah. Meskipun usia sudah genap dua puluh tiga tahun, gadis itu tetap pemalas, tidak pernah bisa bangun pagi walau suara kokok ayam saling bersahutan dan cicit burung bertengger di dahan pohon, dia tetap tertidur pulas di atas kasur. Karena hal inilah membuat Mia terus menggantungkan urusan pekerjaan rumah tangga kepada Queensha sebab Lita tidak bisa diandalkan.
Lita menggeliat di bawah selimut tebal yang membungkus tubuhnya yang sintal. Akan tetapi, kelopak mata gadis itu masih terpejam seakan enggan membuka mata.
Amarah dalam diri Mia semakin membuncah sebab sudah hampir lima menit lamanya berdiri di depan pintu kamar sang putri, tetapi Lita bergeming sedikit pun.
"Astaga anak ini, kebluk banget sih! Dari tadi dibangunin, tapi enggak bangun-bangun. Dasar pemalas! Gimana mau kerja kalau jam segini aja masih tidur." Dada Mia kembang kempis. Pundaknya pun bergerak turun dan naik menahan gejolak amarah yang telah mencapai batas maksimal.
Jika dulu Mia bisa santai, duduk manis sambil nonton televisi, kali ini berbeda sebab sudah tidak ada Queensha di rumah ini. Terlebih saat perusahaan milik mendiang Gunawan bangkrut dan semua harta kekayaan habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan sangat terpaksa dia memecat para asisten rumah tangga karena tak mampu membayar mereka. Semenjak itu pekerjaan rumah tangga dia kerjakan seorang diri.
Mia tak mau menyerah. Kali ini dia kembali mengetuk daun pintu dengan kencang. "Lita, bangun! Kalau kamu tetap enggak bangun, jangan salahkan mama jika mama tak membagimu uang hasil malakin Queensha!" Wanita paruh baya itu sengaja meninggikan nada suara berharap Lita terbangun dari tidurnya yang panjang.
Tampaknya usaha Mia membuahkan hasil. Di seberang sana, kelopak mata Lita perlahan bergerak, bulu matanya yang lentik pun ikut bergerak secara perlahan. Gadis itu mengucek kedua mata menggunakan punggung tangan.
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela, menyilaukan sepasang iris coklat milik gadis berusia dua puluh lima tahun. "Mama ngapain sih pagi-pagi teriak segala? Disangka aku budeg apa, ya?" keluh Lita sambil duduk di tepian tempat tidur.
"Lita, mama hitung sampai tiga. Kalau sampai tiga pintu kamar enggak kebuka juga, mama tinggal kamu sendirian di sini. Satu ... dua ... ti-"
"Ada apa sih, Ma? Teriak-teriak enggak jelas. Bikin telingaku panas, tahu enggak?" gerutu Lita sesaat setelah dia membuka pintu kamar. Rambutnya yang panjang terurai dalam keadaan tidak tertata rapi. Gaun putih sebatas mata kaki membuat gadis itu seperti makhluk astral yang tak kasat mata.
Mia menggelengkan kepala melihat penampilan sang putri. "Lita ... Lita ... gimana kamu mau sukses kalau jam segini saja baru bangun tidur. Pantas kehidupan kita semakin hari semakin blangsak, lah wong kamu pemalas, bangun tidur selalu kesiangan. Rezekimu dipatokin ayam terus."
Jengah mendengar keluhan Mia, Lita berdecak kesal. "Selalu aja ngomong begitu. Mama maunya apaan sih? Nyuruh aku kerja, gitu? Mama 'kan tahu kalau aku tuh enggak betahan kerjanya, selalu ingin keluar karena lingkungan yang kurang mendukung. Jadi stop jangan suruh aku kerja!"
Telapak tangan Mia mengepal di samping tubuh. Ingin rasanya dia memberi pelajaran pada Lita karena selalu meninggikan nada suara di hadapannya. Namun, ia tak mampu melakukan itu semua karena teringat kalau Lita adalah satu-satunya permata berharga dalam hidupnya.
"Sudahlah, lupakan saja. Mama membangunkanmu karena ingin mengajakmu pergi ke sekolah. Siang ini kita temui Queensha di sekolahan anak tirinya. Mama baru saja mendapat alamat di mana anak tiri Queensha bersekolah," ujar Mia mengalihkan pembicaraan.
Ekor mata Lita memincing tajam. "Maksud Mama, kita menculik anak tirinya Queensha. Begitu?"
"Itu jalan terakhir kalau misalkan Queensha enggak mau kasih duit untuk bayar hutang. Tapi kalau dia mau ngasih kita duit, ya anak tirinya itu selamat. Simple, 'kan?" kata Mia, menaik turunkan kedua alis.
Mia memang sempat memikirkan cara itu untuk menggertak Queensha karena tahu jika anak tirinya itu selalu lemah jika dihadapkan pada sesuatu yang sangat dia sayang. Contohnya seperti rumah peninggalan mendiang Gunawan. Ada banyak kenangan ibunda Queensha di rumah itu dan Mia memanfaatkan kesempatan itu untuk menguras uang anak tirinya. Kini, dia bisa menggunakan Aurora sebagai alat untuk memeras Queensha.
Senyuman merekah di bibir Lita. Wajah gadis itu semringah. "Aku ikut. Mama tunggu sebentar, aku mandi dulu."
Tanpa banyak bicara Lita menyambar handuk di kamarnya kemudian masuk ke kamar mandi meninggalkan Mia yang masih berdiri di ambang pintu.
"Urusan duit aja, hijau tuh mata. Namun, giliran disuruh kerja malas-malasan."
***
"Mang Aceng, apa masih lama?" Queensha tampak terlihat cemas karena sudah hampir lima menit menunggu di kursi tunggu sebuah bengkel mobil di pinggir jalan. Teriknya matahari menyinari bumi membuat peluh mengucur di punggung serta kening Queensha.
Tiba-tiba saja perasaan Queensha menjadi tidak tenang. Perasaan tak nyaman menjalar ke seluruh tubuh membuat raut wajah tampak cemas. Terlihat gerakan tubuh Queensha yang mondar mandir sambil menggigit kuku jari.
"Aduh, Mamang juga kurang tahu, Mbak. Tapi sepertinya sih masih lama. Dua orang sebelum kita pun masih mengantri," sahut Mang Aceng memberi penjelasan.
Queensha mengikuti ke mana arah mata mang Aceng menatap. Di depan sana ada dua orang pengemudi roda empat tengah duduk sambil ngopi, menunggu giliran mereka.
Aduh, gimana ini? Apa sebaiknya aku pesan ojek online saja? Kasihan Rora kalau disuruh menunggu terlalu lama di sekolah. Takutnya dia sendirian karena teman-teman serta para guru sudah kembali ke rumah masing-masing, batin Queensha.
Dia tampak sedang berpikir keras, menimbang-nimbang apa seharusnya dilakukan dalam kondisi seperti ini. Apakah menunggu hingga mobil selesai diperbaiki atau dia justru memesan ojek online untuk menjemput anak sambungnya itu?
"Sebaiknya aku jemput Rora saja," kata Queensha pada akhirnya. Lantas, dia membuka salah satu aplikasi yang telah di-download oleh wanita itu sebelumnya. Kemudian mengetikkan nama tujuannya.
"Mang Aceng, saya jemput Rora pakai ojek online aja. Kalau udah selesai diperbaiki, Mamang lansung pulang biar saya dan Rora pulang naik taxi."
Selesai mengucap, Queensha segera keluar dari ruang tunggu. Wanita itu menghampiri driver ojek online yang sudah menunggunya beberapa waktu lalu.
"Pak, jalan!" ujar Queensha pada driver berjaket hitam dan hijau.
Ya Tuhan, jangan sampai terjadi hal buruk menimpa putriku. Selamatkan dia dari segala macam marabahaya. Queensha menekan pundak pria di depannya saat driver itu menaikkan kecepatan kendaraannya.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔