Novel ini lanjutan dari Antara Takdir dan Harga Diri. Bagi pembaca baru, silahkan mulai dari judul diatas agar tau runtun cerita nya.
kehilangan orang yang paling berharga di dalam hidup nya, membuat Dunia Ridho seakan runtuh seketika. Kesedihan yang mendalam, membuat nya nyaris depresi berat hingga memporak porandakan semua nya.
Dalam kesedihan nya, keluarga besar Nur Alam sedang bertikai memperebutkan harta warisan, sepeninggal Atu Nur Alam wafat.
Mampu kah Ridho bangkit dari keterpurukan nya?.
silahkan simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putri Angkat.
"Sial!, sial!, sial!, negeri ini negeri konyol paling parah kemacetan nya, sial!" ucap Jack saat terjebak kemacetan parah.
Susunan mobil mobil dikiri kanan depan dan belakang,m membuat mobil mereka tidak bisa bergerak sama sekali.
Nicholas yang sedari tadi sibuk mengutak atik pistol nya, segera keluar dari mobil sambil menodongkan pistol nya kearah mobil di depan mereka, menyuruh nya jalan.
Pada saat yang sama, Hafizah yang pura pura pingsan, tiba tiba berontak keluar dari mobil itu dan berlari kencang kearah belakang.
Spontan saja, ke empat pria paro baya itu keluar dari mobil dan berlari mengejar dara cantik yang melarikan diri itu.
Hafizah berlari sekuat tenaga nya ke arah berlawanan dengan arus lalu lintas itu.
"Kakak! Kesini!" teriak Syafiq sambil melambaikan tangan nya kearah Hafizah.
Hafizah berlari kearah Syafiq berdiri dekat dengan Yuanchi Juan di samping mobil Pajero sport nya.
Melihat keadaan itu, Nicholas yang sedari tadi memegang pistol, segera mengarahkan pistol itu ke tubuh Hafizah.
Tujuan mereka adalah membunuh salah satu putra Ridho, agar menjadi shock terapi bagi nya sehingga mau menyerahkan harta yang di berikan atu Nur Alam kepada nya.
"Dor!" .....
Pistol di tangan Nicholas menyalak, namun bukan nya tubuh Hafizah yang tumbang, melainkan tubuh Yuanchi Juan.
Pada saat kritis itu Yuanchi Juan yang melihat seorang pria mengarahkan pistol nya ke tubuh Hafizah, tidak ada jalan lain selain mendorong tubuh dara itu kesamping kiri jalan, namun sebagai akibat nya, tubuh nya sendiri tumbang setelah peluru yang seharus nya menghantam tubuh Hafizah itu, kini menyasar tubuh nya, wanita cantik itu tumbang dengan rusuk kanan terhantam peluru pistol Nicholas.
Namun pada saat yang sama pula, terdengar suara letusan empat kali, dengan dua kali letusan berbarengan, lalu dua kali lagi letusan berbarengan hampir dalam waktu yang sangat singkat sekali.
Dua orang pemuda yang biasa nya nongkrong di depan sekolahan Hafizah dan Syafiq sebagai penjual es cream dan cilok itu terlihat menenteng pistol kecil mereka yang moncong nya masih tersisa asap yang keluar.
Sementara ke empat pria paro baya yang mengejar Hafizah dan Syafiq itu kini tumbang ke tanah dengan dahi mereka yang berlobang sebesar kelingkingan.
Setelah memastikan keadaan aman, dua orang pria itu segera menghilang di balik kerumunan orang orang.
"Tantee!, kenapa Tante berkorban untuk Hafizah?, seharus nya bukan Tante yang menjadi korban, tetapi Fizah!" Isak dara itu sambil memeluk tubuh Yuanchi Juan yang terkulai ditanah.
Wanita cantik jelita itu tidak lagi bisa menyahut, karena sudah terkulai pingsan.
Beberapa orang segera menelpon ambulan, yang tidak lama, dengan pengawalan polisi, ambulan tiba di lokasi, untuk membawa Yuanchi Juan kerumah sakit.
Sementara itu beberapa ambulan di datang kan kembali, untuk mengevakuasi ke empat jasad pria paro baya itu.
Karena rumah sakit terdekat hanyalah sebuah rumah sakit kecil, maka ke sanalah tujuan pertama ambulan yang membawa Yuanchi Juan.
Di depan ruang UGD, nampak Hafizah menangis terisak Isak di temani adik nya Syafiq, beberapa orang polisi nampak berjaga jaga di dekat mereka.
Seorang polisi wanita bertanya tentang kejadian yang telah terjadi pada Hafizah dan Syafiq.
"Kalian sudah makan? Tanya polwan cantik itu pada Hafizah.
Dara cantik itu menggelengkan kepala nya, "tidak!, saya tidak akan makan sebelum melihat Tante siuman!" jawab nya.
Polwan itu menarik nafasnya dalam-dalam seraya menyerahkan air mineral kemasan gelas plastik kepada Hafizah.
Meskipun tangan dara itu menerima air mineral yang diberikan polwan cantik itu, namun mulut nya tidak kuasa meminum nya, karena sibuk dengan sedu sedan nya.
Hanya Syafiq yang bisa menahan diri, tidak terlarut dengan kedukaan nya.
Hari kini menjelang pukul sepuluh malam.
Dirumah kontrakan, entah sudah untuk beberapa kali nya Ridho bolak balik ke sekolah sepasang anak kembar nya itu, namun tidak ada berita apapun juga. Bahkan rumah sekolah itu pun sudah sepi.
Firdaus yang duduk di samping nya nampak sangat gelisah sekali, bibir nya yang kini sudah kering dan pucat pasi itu bergetar halus.
Dia tidak ingin bicara apapun, takut menambah kegalauan hati papah nya. Hanya doa nya saja yang dia panjatkan agar jangan terjadi sesuatu apapun kepada kedua orang adik nya itu.
"Ya Allah!, selamatkan kedua adik hamba, jangan biarkan sesuatu apapun terjadi kepada mereka berdua, papah akan benar benar hancur lebur bila sesuatu terjadi dengan kedua adik hamba itu, kasihanilah kami ya Allah, tolong dengarkan permohonan hamba kali ini ya Robbi!" jerit batin Firdaus memanjatkan doa doa ke langit.
Setengah sebelas malam, tiba tiba handphone Ridho berdering, panggilan dari nomor yang tidak dia kenal.
Ridho dan putra nya Firdaus saling pandang untuk beberapa saat lama nya, perasaan kedua nya kini semakin was was.
"Halo!, ini siapa ya?" tanya Ridho deg degan.
"Halo, bisa bicara dengan bapak Ridho?" tanya seorang pria dari seberang sambungan telepon itu.
"I… iya pak, saya sendiri, ada apa ya?" tanya Ridho.
"Maaf pak, kami dari kepolisian, sekarang kami sedang berada di rumah sakit Wisma Afiat, bisakah bapak datang ke tempat ini sekarang?" tanya pria di seberang sambungan telepon itu.
"Pyarrr!" seperti ada bom meledak di dada Ridho, tubuh nya terhempas ke sandaran sofa usang di rumah kontrakan nya itu.
"Halo! Pak?, halo!" .... suara pria di seberang sambungan telepon itu memanggil Ridho.
"Eh i… i… iya pak, bagai mana keadaan kedua anak saya?" tanya Ridho gemetar.
"Bapak datang saja dulu ke rumah sakit ini, oke?" ujar pria dari seberang sambungan telepon itu.
"Baiklah pak!, saya akan segera ke sana!" sahut Ridho menutup telpon nya.
"Dari siapa pah?" tanya Firdaus sangat khawatir melihat roman muka papah nya.
"Dari polisi di rumah sakit, dia meminta papah cepat datang kesana!" jawab Ridho singkat. Dia berusaha menekan perasaan khawatir nya sedalam mungkin.
"Daus ikut ya pah?" pinta Firdaus pada papah nya.
"Ayolah bersiap!" sahut Ridho.
Setelah beberapa saat, kini dia anak beranak itu sudah meluncur di jalan raya yang cukup lancar tanpa kemacetan itu, maklum hari sudah cukup larut.
"Papah!" teriak Hafizah meraung menangis menyambut kedatangan sang papah nya.
Begitupun dengan Syafiq yang berlari memeluk papah nya.
Untuk sesaat, hati Ridho lega, karena melihat kedua putra putri nya masih selamat.
"Apa yang terjadi dengan kalian?" tanya Ridho heran.
Hafizah dan Syafiq segera menceritakan kejadian yang menimpa mereka sepulang dari sekolah tadi sore.
Ridho termenung mendengar cerita kedua putra putri nya itu.
"Tante itu yang menyelamatkan Fizah?" tanya Ridho.
"Iya pah, andai Tante Anchi tidak mengorbankan dirinya, sudah pasti kak Fizah yang tewas!" jawab Syafiq.
Seorang polisi sebaya dengan Ridho datang menghampiri mereka, "selamat malam pak Ridho, saya Briptu Juanda, saya yang menelpon bapak barusan, maaf bila membuat bapak resah, ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan" ujar pria itu sembari mengajak Ridho agak menjauh dari ke tiga putra putri nya.
Setelah beberapa lama nya Briptu Juanda berbincang bincang dengan Ridho , mereka kembali mendekati putra putri Ridho yang masih setia menunggu di depan ruang UGD itu.
Pukul tiga pagi, ruang UGD di buka, sebuah brankar di dorong keluar dari ruangan itu, dengan seorang wanita cantik jelita berwajah pucat pasi berada di atas nya.
"Maaf dok!, bagai mana keadaan nya?" tanya Ridho agak khawatir.
Firdaus dan kedua adik nya saling pandang, baru sekarang mereka melihat papah mereka mengkhawatirkan orang lain setelah mamah mereka meninggal.
"Kami sudah berhasil mengeluarkan peluru yang bersarang di punggung nya, untung tidak melukai organ vital nya, mungkin sebentar lagi juga siuman kok!" ujar dokter yang bertugas malam itu dengan wajah yang nampak kelelahan.
Beberapa orang polisi mengikuti brankar menuju ke ruang inap kelas dua di rumah sakit itu.
Sambil jalan, beberapa pertanyaan masih ditanyakan oleh polisi pada Ridho mengenai empat orang penjahat yang tewas tertembak itu.
Karena Ridho benar benar tidak mengenal ke empat nya, dugaan sementara adalah perdagangan organ tubuh anak anak dan remaja yang sedang marak di ibukota sekarang.
Namun siapa dua orang pemuda yang tertangkap kamera cctv, menembak mati ke empat penjahat internasional itu?, semua masih teka taki, karena jelas sekali jika dua orang ini sangat terlatih dan profesional sekali, serta bukan anggota kepolisian maupun satuan Intel.
Pagi itu Ridho dan ke tiga putra putri nya sholat Subuh berjamaah di musholla rumah sakit itu, lalu kembali duduk menunggu di depan ruangan tempat Yuanchi Juan di rawat, hanya Hafizah seorang yang menunggu di dalam ruangan, sedangkan yang lainnya duduk di kursi di luar ruangan itu.
Pukul delapan pagi, seorang perawat masuk kedalam ruangan, memeriksa keadaan pasien serta memberikan suntikan obat lewat selang infus nya.
Baru saja perawat itu keluar, Yuanchi Juan membuka mata nya perlahan.
Yang pertama dia lihat adalah ruangan yang tidak terlalu besar itu, lalu Hafizah yang tertidur dengan bertumpu pada sisi ranjang.
Perlahan tangan Yuanchi Juan bergerak membelai rambut dara cantik itu.
"Ta… Tante sudah bangun?, oh Alhamdulillah Tante sudah siuman!" ucap dara itu mencium tangan Yuanchi Juan.
Seulas senyum tersungging di bibir wanita cantik itu, "Alhamdulillah kau selamat nak!" ucap nya dengan rasa haru.
"Tante bilang apa tadi?, Alhamdulillah?, bukankah tante…" Hafizah heran bercampur takjub mendengar ucapan wanita cantik itu.
Yuanchi Juan tersenyum menatap kearah Hafizah, "memang nya tidak boleh Tante bicara seperti itu?" tanya nya.
"Boleh sih Tan, Fizah kaget aja mendengar nya!" jawab Hafizah tersenyum memeluk wanita cantik itu, "terimakasih atas pengorbanan Tante, Tante berkorban untuk Fizah, maafkan sikap Fizah selama ini ya tante!" .... Hafizah menangis mencium tangan Yuanchi Juan.
Yuanchi Juan tersenyum menatap kearah dara cantik yang baru menanjak remaja itu.
"Tante senang Fizah selamat, Tante sayang sama Fizah, mau kan jadi anak nya Tante?" tanya Yuanchi Juan perlahan.
Tanpa ragu lagi, Hafizah menganggukkan kepala nya setuju dengan permintaan wanita cantik jelita itu. Bagai mana pun, dia berhutang nyawa dengan wanita itu.
Yuanchi Juan menarik tangan Hafizah kedalam pelukan nya, seketika rasa sakit di luka nya seolah sirna begitu saja.
...****************...