Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. topeng kebahagiaan
Lampu-lampu kristal memantulkan cahaya keemasan di Ballroom milik keluarga Wijaya. Virginia Fernandes, dalam balutan gaun putih rancangan desainer ternama, tersenyum. Senyum yang dipoles sedemikian rupa hingga nyaris sempurna. Malam ini adalah perayaan lima tahun pernikahannya dengan Armando Mendoza, seorang pengusaha muda yang namanya tengah melambung di kancah properti.
Di mata para tamu undangan, Virginia adalah definisi kesempurnaan. Cantik, pintar, kaya, dan bersahaja. Ia adalah putri sulung keluarga Fernandes, pemilik jaringan hotel mewah yang tersebar di seluruh Indonesia. Armando, dengan ketampanan dan kekayaannya, adalah pelengkap sempurna. Mereka adalah power couple yang menjadi idaman banyak orang.
Namun, di balik senyum itu, Virginia menyimpan luka yang dalam. Lima tahun pernikahan ini terasa seperti neraka yang diselimuti kemewahan. Armando, yang dulu begitu memujanya, kini bersikap dingin dan acuh tak acuh. Sentuhan lembutnya telah berganti dengan tatapan sinis. Kata-kata manisnya telah hilang ditelan keheningan.
"Cepat potong kuenya! Mama sudah tidak sabar!" seru Nyonya Besar Mendoza, ibu mertua Virginia, dengan nada riang. Wanita paruh baya itu memang sangat menyayangi Virginia, menganggapnya seperti putri kandung sendiri. Cecilia, adik Armando, ikut bertepuk tangan, matanya berbinar menanti momen tersebut.
Virginia meraih tangan Armando. Sentuhan kulit mereka terasa asing dan dingin. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu, memfokuskan diri pada kue ulang tahun yang menjulang tinggi di hadapan mereka. Kue itu dihias dengan bunga-bunga mawar putih dan taburan mutiara, melambangkan kemurnian dan cinta abadi. Ironis.
"Satu kesalahan lagi, Virginia, dan aku akan pastikan kau menyesal," bisik Armando, suaranya dingin menusuk tulang.
Virginia terkejut, jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba menutupi keterkejutannya dengan senyum yang dipaksakan.
"Apa maksudmu, Armando?" bisiknya lirih, matanya menatap Armando dengan penuh tanya.
"Kau akan tahu nanti," jawab Armando singkat, lalu menarik tangannya, memaksa Virginia untuk memotong kue.
Saat mata pisau menyentuh lapisan icing yang lembut, pintu ballroom terbuka dengan kasar. Semua mata tertuju pada sosok yang berdiri di ambang pintu.
Veronica Fernandes, adik tiri Virginia, berjalan masuk dengan anggun. Gaun merah menyala yang dikenakannya, dengan belahan dada rendah dan rok mini yang provokatif, kontras dengan gaun putih Virginia yang elegan. Veronica selalu tahu bagaimana mencuri perhatian.
"Selamat ulang tahun pernikahan, Kak Virginia dan Kak Armando," ucap Veronica dengan nada mengejek. Senyum sinis menghiasi bibirnya yang dipoles lipstik merah menyala. "Aku punya hadiah spesial."
Veronica melangkah mendekat, membawa sebuah amplop besar berwarna cokelat. Dengan gerakan dramatis, ia melempar amplop itu ke atas meja. Foto-foto bertebaran di lantai, menampilkan gambar-gambar Virginia dengan seorang pria lain. Pria itu bukan Armando.
Dalam foto-foto itu, Virginia dan pria itu terlihat sangat mesra. Mereka berpegangan tangan, berpelukan, bahkan berciuman. Foto-foto itu diambil di berbagai tempat, mulai dari restoran mewah hingga hotel bintang lima.
Nyonya Besar Mendoza terkejut, menutup mulutnya dengan tangan gemetar. Cecilia membelalakkan mata, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Armando menatap Virginia dengan amarah yang membara. tapi sekejap kemudian kedua wanita beda usia itu menggeleng menyadari bahwa itu hanyalah rekayasa yang dibuat oleh Veronica. mereka berdua sangat paham betul Bagaimana Veronica selalu menyimpan iri dan dengki terhadap Virginia
"Apa ini, Virginia? Jelaskan!" bentak Armando, suaranya menggelegar di seluruh ruangan.
Virginia menggelengkan kepala, air mata mulai menetes membasahi pipinya. Ia merasa seperti terhempas ke dalam jurang yang gelap dan tak berujung.
"Ini tidak benar, Armando. Ini fitnah!" isaknya, mencoba meraih tangan Armando.
Veronica tertawa sinis, suaranya melengking memecah keheningan.
"Oh ya? Lalu siapa pria ini, Kak? Kenapa kalian terlihat begitu mesra? Apa Kakak lupa kalau Kakak sudah bersuami?" ejek Veronica, matanya menatap Virginia dengan penuh kemenangan.
Beberapa tamu mulai berbisik-bisik, menatap Virginia dengan tatapan menghakimi.
"Skandal! Keluarga Fernandes tercoreng!" bisik seorang wanita paruh baya dengan gaun brokat mahal.
"Aku tidak menyangka Virginia bisa selingkuh. Padahal, dia terlihat begitu sempurna," timpal seorang pria berkumis tebal dengan nada mencemooh.
Virginia mencoba meraih Armando, tapi pria itu menghindar, jijik.
"Jangan sentuh aku! Aku jijik!" desis Armando, matanya memancarkan kebencian yang mendalam.
Veronica mendekati Armando, menyentuh lengannya dengan lembut.
"Sudah kubilang, Kak Armando. Kak Virginia tidak pantas untukmu. Dia hanya menginginkan hartamu. Dia hanya memanfaatkanmu," bisik Veronica, suaranya penuh dengan racun.
Virginia menatap ke arah Armando dengan mata memohon. "Itu bohong, Armando! Veronica memfitnahku! Dia selalu iri padaku. Dia ingin menghancurkan hidupku!"
"Cukup! Aku tidak mau mendengar kebohonganmu lagi. Aku benar-benar jijik melihatmu." Armando menghempaskan tangan Virginia hingga gadis itu terhuyung dan terjatuh ke lantai.
Virginia meringis memegangi perutnya yang terasa sakit. hatinya hancur berkeping-keping. Ia merasa seperti kehilangan pijakan, jatuh ke dalam kegelapan yang pekat.
"Tidak, Armando. Jangan lakukan ini. Aku mencintaimu," lirihnya, air mata mengalir deras di pipinya.
"Cinta? Kau tidak tahu apa itu cinta. Kau hanya tahu bagaimana memanfaatkan orang lain. Kau hanya tahu bagaimana mendapatkan apa yang kau inginkan," balas Armando dengan nada dingin dan tanpa emosi.
"Armando, dengarkan aku kali ini saja. Semua foto yang diberikan oleh Veronica itu adalah palsu. itu semua fitnah. Aku tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu."
"kakak, kamu sungguh pintar memutar balik fakta," ucap Veronica sendu. Dan hebatnya wanita itu, Armando langsung mempercayai kata-katanya.
"Ayo kita pergi!" Armando berbalik, meninggalkan Virginia yang menangis terisak-isak di tengah pesta yang berubah menjadi neraka baginya. Veronica tersenyum puas, matanya memancarkan kemenangan.
"Permainan baru saja dimulai, Kakak. Bersiaplah untuk kehilangan segalanya." bisik Veronica.
Veronica lalu mengikuti Armando, meninggalkan Virginia yang hancur dan sendirian. Di tengah gemerlap lampu dan alunan musik yang merdu, Virginia Fernandes merasakan kehancuran total. Topeng kebahagiaannya telah hancur berkeping-keping, memperlihatkan wajah aslinya yang penuh dengan luka dan kepedihan.
Tak sanggup menahan perutnya yang semakin sakit, perlahan matanya tertutup, tubuhnya terkulai lemah antara sadar dan bertahan
persisnya gak main main....