Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30
Mama Reyvan menghela nafasnya.
"Baiklah jika memang itu niatmu. Saya harap kamu bisa menghargai cinta dan kasih sayang anak saya kepadamu,"
Aku mengangguk lalu kembali ke kantor bersama Reyvan setelah berpamitan pada Oom Raka dan Tante Syara.
Sepulang kantor, aku kembali ke kost, mandi dan berpakaian. Sembari menunggu jemputan Reyvan, aku mencatat hal-hal penting yang harus kupersiapkan untuk pernikahan ini.
Karena acaranya sederhana dan akan secepatnya dilaksanakan setelah Mama Reyvan keluar dari rumah sakit, aku akan membeli kebaya jadi dari sebuah butik desainer yang ada di SP Mall. Disana juga aku dan Reyvan berencana membeli jas dan kemeja Reyvan.
Malam ini kami juga berencana membeli cincin pernikahan, sepatu dan beberapa kebutuhan pribadi untuk acara pernikahan kami. Aku sudah mempunyai referensi beberapa toko yang kuperoleh dari hasil pencarian di internet.
Aku juga sudah punya referensi untuk fotografer, penata rias dan rambut serta percetakan undangan. Besok aku dan Reyvan akan menghubungi dan melakukan reservasi sesuai dengan selera dan kebutuhan kami.
Untuk dekorasi, musik, catering dan kebutuhan prosesi ijab kabul, Reyvan sudah menyerahkan semuanya kepada Oom Raka untuk mengurusnya. Bahkan penghulu dan pihak KUA serta catatan sipil sudah dihubungi oleh Oom Raka demi memperlancar persiapan pernikahan kami.
Aku keluar dari kamar begitu Reyvan telpon dan mengatakan bahwa dia sudah ada di depan pagar. Saat turun tangga, aku berpapasan dengan Antonio yang baru saja pulang dari kantor. Wajahnya sangat kusut dan dia menundukkan pandangannya. Aku ingin menyapanya, namun melihat Antonio melalui aku begitu saja seolah aku tidak ada dihadapannya, aku mengurungkan niatku. Tampaknya Antonio sangat kecewa dan sedih atas kabar pernikahanku.
Aku turun dan masuk ke mobil Reyvan, yang segera mengemudikan mobilnya menuju SP Mall. Hanya sepuluh menit kami sudah sampai di parkiran SP Mall. Kami masuk ke dalam mall dan menuju butik tempat kami akan memilih pakaian. Tidak berlama-lama, kami sudah menentukan pilihan dan barang yang kami beli akan dikirimkan ke alamat rumah Reyvan. Selanjutnya kami ke butik sepatu langganan Reyvan. Sama seperti sebelumnya, kami juga dengan mudah menentukan pilihan. Kali ini juga sama, barang yang kami beli akan diantarkan ke rumah Reyvan.
Selanjutnya kami ke toko perhiasan dan mulai memilih yang pas dengan ukuran dan kantong kami. Sebagai pasangan yang punya selera sama, lagi-lagi kami dengan mudah menentukan pilihan tanpa harus berdebat.
Perut kami mulai keroncongan karena kami berdua belum makan malam. Sebelum melanjutkan pembelanjaan, kami makan malam dulu di salah satu restoran di SP Mall. Sepanjang makan malam, Reyvan mengemukakan banyak rencananya setelah kami menikah. Wajahnya sumringah dan membuat aku berusaha untuk terlihat semangat dan sumringah, agar dia tidak tahu jika aku sebenarnya tidak ingin menikah dengannya.
Setelah makan malam, kami mencari dasi untuk Reyvan dan saat dia memilih dasi, aku meminta ijin untuk membeli pakaian dalam dan lingerie untukku. Reyvan sedikit memaksa agar dia ikut memilihkan untukku. Kutolak halus dengan alasan aku belum siap berbagi hal seperti itu kepadanya. Akhirnya dia mengijinkan aku pergi sendiri untuk membelinya.
Kami keluar dari SP pukul sepuluh malam. Banyak tenant atau toko yang sudah tutup. Parkiran SP Mall sudah sepi ketika kami keluar dari pelataran parkirnya. Sepanjang perjalanan kembali, Reyvan bersenandung dengan ceria. Aku terpaksa tersenyum tanpa henti untuk menunjukkan pada Reyvan bahwa aku juga semangat dengan rencana pernikahan kami.
Sesampainya di kost, aku langsung naik dan masuk kamar. Tidak ada Antonio di pantry lantai satu maupun dua. Tapi aku juga sesungguhnya tidak berharap bertemu dengannya. Aku yakin dia masih penuh emosi dan pasti akan sulit menerima situasi ini.
Keesokan paginya,aku kesiangan. Mungkin aku terlalu lelah sehingga tidak sanggup untuk bangun lebih pagi. Dengan terbirit-birit tanpa sepatu, make up dan banyak tas di tangan kananku. Aku berlari turun menuju lantai satu dan terus ke parkiran.
Di depan pagar sudah ada mobil Reyvan. Aku masuk dan mulai berdandan di mobil Reyvan.