Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Nikahi!!
"Bukan apa-apa, kami cuma ketiduran. Kecilkan suaramu, Ayumi."
Tidak ingin semakin terjadi salah paham, Cakra meminta Ayumi untuk diam. Namun, Ayumi masih saja menatap mereka dengan tatapan tajam dan mengancam akan memberitahukan perbuatan mereka pada ayahnya.
"Kalian masih mengelak? Sudah jelas-jelas perbuatan kalian menyalahi aturan adat."
"Hanya tidur, itu juga tidak sengaja ... jangan berlebihan!" tegas Cakra membantah pernyataan Ayumi, dia tidak ingin dengar lebih jauh dan berusaha melindungi harga diri Ameera.
Walau memang belum terucap dari bibir Ayumi, tapi sudah jelas andai yang lain tahu maka yang dicerca bukan hanya dirinya, melainkan Ameera juga. Cakra tidak pernah punya cita-cita berakhir diarak dan dicemooh akibat perbuatan tak senonoh, terlebih lagi hal itu sama sekali tidak lakukan.
Karena itulah, dia mati-matian membela diri bahkan rela adu mulut bersama Ayumi, berbeda dengan Ameera yang justru menjadi pendengar sejak tadi. "Apapun alasannya, perbuatan kalian tidak dibenarkan!! Laki-laki dan perempuan yang berdekatan saja sudah menimbulkan fitnah, apalagi tidur berdua di selimut yang sama!"
"Fitnah itu tidak akan ada kalau mulutmu diam!! Paham? Jadi jaga mulutmu selagi aku masih baik," Cakra menekan setiap kata-katanya, dia begitu berbeda dan terkesan mengancam Ayumi agar wanita bungkam dan tidak seorang pun tahu akan hal ini.
"Oh, jadi kamu tidak bersedia patuh pada aturan adat di desa ini?" Merasa Cakra terus berkilah, Ayumi geram juga pada akhirnya.
Tidak peduli walau Cakra sudah terkesan kasar dan begitu berbeda, Ayumi masih terus menyala-nyala. Entah karena tersinggung dengan perbuatan mereka, atau karena faktor cemburu atau lainnya, Ayumi benar-benar murka kali ini pada Cakra.
"Ada apa ini?"
Suara itu mengalihkan perhatian ketiganya, Cakra yang sejak tadi sudah berusaha menjaga agar hal ini berhenti di Ayumi jelas saja kebingungan. Perdebatan mereka memancing orang lain untuk tahu, susah payah membela diri agar masalahnya mereda, dan kini Mahendra turut keluar menghampiri mereka.
Sudah tentu pria itu meminta penjelasan, dan yang dimintai kesaksian adalah Ayumi, tidak lupa dia meminta pengakuan dari yang bersangkutan. Sama seperti tadi, Cakra mengelak dan mengatakan yang sebenarnya, begitu juga dengan Ameera.
"Demi Tuhan, aku tidak berbuat macam-macam seperti yang dia tuduhkan," pekik Cakra semakin menjadi lantaran Mahendra yang justru tampak lebih mendengarkan Ayumi dibandingkan mereka.
Alhasil, amukan Cakra membuat seisi rumah benar-benar tahu masalahnya. Suasana hati pria itu semakin tak karu-karuan kala Abah Asep dan istrinya turut keluar dari kamar. Bukan main marahnya Cakra pada Ayumi, bahkan dia sudah bertekad andai sampai terjadi sesuatu padanya dan juga menyeret Ameera, demi apapun dia tidak akan memaafkan Ayumi sampai akhir.
Bukan dinikahkan cepat yang membuat Cakra sakit kepala, tapi hukuman sebelum tiba di saat itu masalahnya. Jika dia saja tidak apa, dipukuli bukan hal aneh dan Cakra sudah biasa, tapi bagaimana dengan Ameera?
Bukan tidak mungkin berita dia diarak dan diperlakukan bak pelaku kejahatan itu tidak akan sampai ke media nantinya, karir dan nama baik Ameera bisa saja hancur hanya karena salah paham malam ini.
"Ya sudah, lagi pula cuma ketiduran ... tidak ada bukti mereka berbuat asusila, jangan pernah menghakimi hanya dengan melihat dan menduga-duga."
Bukan hanya Cakra yang terperanjat, tapi orang-orang di ruangan itu juga, terutama Ayumi. Dia menatap Abah Asep penuh tanya, tidak biasanya sang ayah bersikap demikian. Bahkan, pria itu tidak terlihat murka, tapi justru menasihati Cakra dan Ameera dengan bahasa yang baik walau kejadian itu terjadi di rumahnya.
"Abah? Ke-kenapa? Bukankah mereka_"
"Cakra sudah menjelaskan, hukum memang perlu ditegakkan, tapi hukum juga punya mata." Ayumi bungkam, dia mengangguk pelan dan berusaha memahami penjelasan sang ayah.
Penjelasan itu juga yang berhasil menjadi penengah dan membuat Cakra menghela napas selega-leganya. Semua yang terjadi bukan karena sengaja, kelelahan membuatnya lalai dan hampir saja diarak keliling desa. Beruntungnya, Abah Asep masih mampu bersikap bijaksana dan tidak mendengarkan satu pihak saja.
Kendati demikian, Cakra masih tetap meminta maaf, tidak lupa berterima kasih lantaran Abah Asep yang bersedia mendengar penjelasannya. Tidak hanya itu, tanpa diminta oleh Cakra pria paruh baya itu berpesan kepada semua yang ada di sana, terutama anak dan istrinya untuk tutup mulut dan permasalahan ini jangan sampai terdengar pihak luar.
Setelah hal itu mereda dan pemilik rumah kembali dengan rutinitasnya masing-masing, Mahendra menetap di ruang tamu seraya memandangi dua insan yang tengah dibuai asmara tersebut. Cukup lama, bahkan mungkin sepuluh menit hingga Ameera mulai memperbaiki posisi duduknya.
.
.
Entah apa yang tengah Mahendra teliti, tampaknya pria itu sedang bersikap seolah wali dari Ameera dan tengah marah tanpa bicara pada keduanya. "Memalukan, pasti bukan pertama kali, 'kan?" tuduh Mahendra yang kemudian membuat Ameera mendongak.
Berani sekali Mahendra bersikap demikian, tapi di posisi ini Ameera tidak bisa melawan karena tahu semua yang Mahendra lakukan sudah tentu adalah perintah dari papanya. "Beruntung saja Abah baik, kalau tidak bagaimana?"
"Ya tidak tahu, kan Abah lagi baik," timpal Ameera sekenanya.
"Diam!! Aku tidak memintamu menjawab, Ameera!!" Bahkan panggilan nona-nya juga sudah hilang, dia menegaskan jika sudah marah semarah-marahnya
"Oh, yang tadi bukan pertanyaan?"
Pertanyaan balik Ameera membuat pria itu menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian menghembuskannya perlahan. Wajar saja Ricko mengeluh dan kerap merindukan profesi lamanya sebagai montir. Dalam keadaan seperti ini saja, Ameera masih memancing emosi Mahendra dan bersikap seakan tidak ada masalah.
"Aah terserah kalian sajalah ... tapi aku tegaskan sekali lagi, sekalipun dekat ingat batas!!" tegas Mahendra kemudian beranjak dari sofa.
Sejak awal memang dia sudah mendesak Ameera untuk membawa pria itu ke hadapan Papa Mikhail seperti rencana awal, tapi entah kenapa Ameera mendadak berubah pikiran dan mengatakan tidak akan membawa Cakra atas dasar paksaan hanya karena papanya berkuasa. Kini, dia justru cari perkara dan hampir saja menjadi malapetaka.
"Dan kau!! Jika memang cinta nikahi apa susahnya? Biar puas, bukan cuma ngintip Ameera di balik jendela seperti tadi malam!!" lanjut Mahendra sebelum berlalu pergi dan berhasil membuat Cakra tersedak ludah, sementara Ameera menganga dan menatap tak percaya ke arah Cakra yang berusaha menghindari tatapannya.
.
.
- To Be Continued -