Kimberly alias Kimi, seorang perempuan ber-niqab, menjalani hari tak terduga yang tiba-tiba mengharuskannya mengalami "petualangan absurd" dari Kemang ke Bantar Gebang, demi bertanggungjawab membantu seorang CEO, tetangga barunya, mencari sepatu berharga yang ia hilangkan. Habis itu Kimi kembali seraya membawa perubahan-perubahan besar bagi dirinya dan sekelilingnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Français, S'il Vous Plaît !
Begitu Phillipe dan keluarga menyelesaikan acara santap cemilan, ruang rapat mulai didera kesibukan. Pak Heru dan asistennya dari bagian IT muncul melempar senyum kemudian mempersiapkan peralatan untuk video call yang akan segera dilakukan.
Pak Heru memasang laptop lalu membuka dan mengkonfigurasi aplikasi Zoom di layar. Sementara Rahmat, asistennya, menginstalasi webcam eksternal resolusi tinggi, layar, proyektor, dan memastikan semua kabel tersambung dengan baik.
Karena merasa canggung, sesekali mereka kembali tersenyum kepada Philippe dan keluarga. Philippe, Claire dan Sophie pun membalas senyum mereka.
Tidak lama kemudian staf lain muncul. Mira disusul Ghea, Billy, Ayesha, Sania dan lainnya dari berbagai divisi termasuk Seno dan teman-temannya dari divisi desain kreatif.
Mereka masuk ke ruang rapat dalam penampilan rapi dan tampak siap. Semuanya tampak tegang, meski tetap menjaga gerak-gerik profesional.
"Mic clip-on sudah terpasang?" tanya Pak Heru, memastikan bahwa mikrofon kecil yang akan digunakan oleh Phillipe dan Mira.
"Sudah, Pak. Saya juga sudah uji coba suaranya," jawab Rahmat sambil memeriksa layar monitor. Tampak jelas bahwa suara dari mikrofon tersebut sudah masuk dengan baik ke sistem.
“Jangan lupa sound-system-nya Mat!” kata Pak Heru mengingatkan.
Mira menghampiri Rahmat untuk mengambil clip-on, kemudian memasang alat kecil itu di bajunya. Mira pun memasangkan clip-on lain di baju Philippe dengan memohon izin lebih dulu. Phillipe tampak sedikit bingung dengan semua persiapan yang dilakukan.
"What's… all… for?" (Untuk... apa... semua?) tanya Phillipe dengan bahasa Inggris yang terdengar kaku.
"For… video call with Mr. Adi, our CEO," (Untuk video call dengan Pak Adi, CEO kami,) jawab Mira dengan senyum setengah merasa bersalah, sambil menatap Phillipe, Claire dan Sophie.
Phillipe tampak sedikit bingung. "Why not… at home?" (Mengapa tak ada… di rumah/kantor?) tanyanya lagi, masih dalam bahasa Inggris yang kacau.
"I’m so sorry, Monsieur, our CEO is currently dealing with an urgent matter outside.” (Saya minta maaf Tuan, CEO kami sedang ada urusan mendesak di luar,) jawab Mira dengan bahasa Inggris yang mudah dimengerti.
Phillie tampak tak memahami perkataan Mira. Kemudian Billy segera menghampiri dan memperlihatkan ponselnya ke Mira. “Il a des… affaires urgentes… à régler,” (Beliau memiliki… urusan mendesak… yang harus diselesaikan,) kata Mira mencoba berbahasa Prancis meski terdengar kaku.
"Oh… D’accord..." (Oh... Baiklah...) jawab Phillipe dengan nada sedikit cemas, mencoba memahami penjelasan tersebut.
Mira membuang wajahnya ke arah para staf lain sambil memperlihatkan wajah tegang dan cemas. Setelah itu ia menghampiri Ghea yang sedang mempersiapkan bahan presentasi di laptopnya di sisi lain ruangan.
Sementara itu, Billy kembali menemui Pandu yang sedang sibuk mempersiapkan aplikasi penerjemah suara dalam bahasa Prancis di ponselnya, siap berjaga-jaga jika komunikasi mengalami kendala.
Mereka saling mengingatkan untuk tetap waspada, mengingat bahasa Inggris Phillipe yang terbatas.
Di meja panjang di tengah ruang rapat, Ayesha dan Sania sibuk membantu Seno dan teman-teman menata model produk seperti sepatu, tas, dompet, dan produk kulit lainnya.
Ayesha dan Sania saling pandang, mereka sama-sama merasa bahwa produk-produk buatan Seno dan teman-teman satu timnya tentu paling unggul si ruangan itu.
Mira sudah ada di dekat Ghea yang sedang memeriksa kembali file presentasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia di laptop cadangan.
Ghea akan mempresentasikan file itu jika diperlukan. Selain itu file presentasi itu akan dikirimkan ke Adi melalui sosial media rekan baru Adi yang lain. Baru saja Adi mengirimkan nomor lain yang bisa dihubungi. Ini cukup mempermudah langkah mereka.
Kini selain nomor rekan Adi pertama yang non-aktif, tersedia dua nomor lain dalam keadaan siap digunakan. Meskipun mereka agak ragu, mengingat presentasi ini tidak dalam bahasa Prancis.
Mereka bisa saja menterjemahkan file itu ke dalam bahasa Prancis dengan aplikasi penerjemah, namun mereka tidak dapat memastikan kebenaran maknanya. Mereka takut terjadi kekeliruan, akhirnya mereka tak melakukannya.
Ketika semua persiapan teknis tampak sudah selesai, tiba-tiba wajah Adi muncul di layar proyektor, menandakan dimulainya tes video call. Namun, yang membuat semua orang tercengang bukanlah kemunculan gambar Adi maupun suaranya, melainkan latar belakang yang terlihat di belakangnya.
Ada sebuah kendaraan kuning yang tidak begitu jelas keseluruhannya. Sementara di atas kendaraan itu terdapat hiasan kain batik, boneka, dan bunga-bunga plastik.
Pemandangan ini membuat seluruh ruangan terdiam dalam keheranan. Beberapa staf saling berbisik. Tapi Mira hanya terdiam, mencoba memahami bahwa dalam situasi mendesak, apa pun bisa terjadi dengan Adi.
Sophie, putri Phillipe, yang ikut hadir dalam rapat tersebut, tiba-tiba berkata, "C'est mignon!" (Itu lucu!) sambil menunjuk boneka dan bunga-bunga di layar.
Adi, yang melihat reaksi itu, hanya bisa tersenyum kikuk seraya menatap ke arah Phillipe dengan sedikit ragu.
"Mmm... it's just ordinary items to… add a bit of… artistic flair," (Mmm... ini hanya benda-benda biasa untuk sedikit memperkaya... artistik,) katanya dalam bahasa Inggris yang sedikit tertahan, mencoba menjelaskan keanehan latar belakangnya.
Phillipe, yang masih tampak bingung namun berusaha tetap sopan, hanya mengangguk. Namun kemudian melirik ke arah Mira.
Mira mengerti kebingungan Phillipe, mencoba menjelaskan dengan singkat dan ragu. “That's just… decoration.” (Itu hanya... dekorasi.) Mira menghela napas panjang.
Tiba-tiba Billy kembali menghampiri Mira seraya memerlihatkan layar ponsel.
"Je suis.. désolé pour cette… situation désagréable.” (Saya minta maaf atas situasi yang tidak menyenangkan ini.) kata Mira lagi, dalam bahasa Prancis yang tidak begitu fasih sambil membaca layar ponsel.
"Oh… D'accord, no problem," (Oh... baiklah, tidak masalah,) katanya dalam aksen Prancis yang kental, meskipun jelas ia tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan Mira.
Dengan suasana yang sedikit canggung namun profesional, rapat pun dimulai. Semua staf fokus pada tugas mereka, berharap bahwa meskipun latar belakang Adi tampak absurd, inti dari rapat ini tetap bisa berjalan lancar.
Sementara itu di tengah gunungan sampah Bantar Gebang, Adi, CEO PT Adiyaksa Pratama Group, mulai memperkenalkan diri lewat video call. Ia berdiri di depan kamera ponsel, dengan latar bajaj kuning berhiasnya.
Adi berusaha tampil rapi profesional meski situasi jauh dari ideal. Di sampingnya, Kimi dan vlogger perempuan sibuk mengunduh dan mempelajari file presentasi yang baru saja diterima.
Beberapa waktu yang lalu, setelah bertengkar hebat dengan Karin, Adi segera menutup panggilan di ponsel Kimi, dan Kimi menonaktifkan SIM-card-nya untuk menghindari konflik lebih jauh.
Setelah itu mereka berdua mendekat ke arah bajaj, namun perhatian Adi tiba-tiba tertuju pada sepasang vlogger yang baru saja keluar dari masjid. Adi langsung mengenali wajah dua orang vlogger itu.
Tanpa ragu, Adi mendekati mereka untuk meminta bantuan. Dua vlogger itu pun terkejut, karena tak sangka bertemu lagi.
Adi dengan cepat menjelaskan situasinya dan meminta izin untuk meminjam ponsel. Vlogger tersebut, setelah mendengar cerita Adi, dengan senang hati setuju untuk membantu.
Adi segera menelepon Mira, dan setelah percakapan singkat akhirnya Mira menawarkan video call bagi Adi untuk rapat dengan klien.
Sebelum menutup panggilan, Adi berdiskusi dengan Kimi, kemudian dengan dua vlogger dan menjelaskan situasi berikutnya yang baru saja muncul bahwa Adi harus melangsungkan rapat lewat video call dan sepertinya harus menyewa peralatan vlog mereka, termasuk ponsel, clip-on, dan tripod.
Dua vlogger itu memahami betapa pentingnya rapat yang akan dihadapi Adi. Mereka pun bersedia memberikan semua dukungan yang mereka bisa.
Setelah kesepakatan tercapai, untuk menghemat waktu Adi, Kimi, dan kedua vlogger memutuskan melanjutkan perjalanan ke sektor 3C di TPST Bantar Gebang, sambil menunggu konfirmasi dari Mira bahwa rapat sudah siap dimulai. Waktu sudah semakin sore, mereka tak mungkin berdiam diri demi menunggu kesiapan rapat.
Dengan menaiki bajaj dan motor milik vlogger, mereka berempat tiba di gerbang masuk TPST. Di sana, mereka bertanya kepada petugas penjaga gerbang tentang arah menuju sektor 3C.
Petugas tersebut tampak terkejut melihat Adi dan Kimi kembali. Tak sangka mereka bisa begitu cepat menemukan sopir truk yang mereka cari.
Setelah menyatakan keterkejutannya, si petugas segera memberikan petunjuk dengan detail.
“Maju saja terus ke timur, nanti kalian akan melihat plang bertuliskan sektor 1A, 1B, dan seterusnya. Sektor 3C ada di ujung, agak jauh, tapi bisa kalian tempuh dengan kendaraan ini. Hati-hati saja, banyak truk dan ekskavator yang lalu lalang,” kata si petugas sambil memberi isyarat arah.
Mereka berempat segera memacu kendaraan, menembus jalanan yang berdebu dan penuh dengan rintangan. Atmosfer semakin menegangkan, dengan suasana yang semakin absurd di sekitar mereka.
Tepat sebelum tiba di sektor 3C, ponsel Adi berdering. Mira mengabarkan bahwa rapat akan segera dimulai.
Mendengar kabar tersebut, Adi segera memberitahu rekan-rekannya untuk bersiap. Mereka dengan cepat memasang peralatan di pinggir jalan, dengan latar belakang gunungan sampah yang besar di kejauhan.
Adi berpikir cepat, memutuskan untuk menjadikan bajaj mereka yang penuh dengan dekorasi sebagai latar belakang, berharap bisa mengaburkan pemandangan yang kurang sedap di mata.
Dengan semua peralatan terpasang, Adi siap memperkenalkan diri dalam rapat. Meskipun situasinya jauh dari ideal, dia berusaha untuk tetap tenang dan profesional. Kamera ponsel mulai merekam, dan Adi memperkenalkan dirinya kepada Phillipe.
Kini, Adi sudah selesai memperkenalkan diri. Kemudian giliran Ghea, di ruang rapat, ditugaskan untuk presentasi singkat dalam bahasa Inggris. Ghea memulai dengan penjelasan singkat profil perusahaan dilanjutkan ke penawaran-penawaran kerjasama.
Saat itu Adi tetap fokus ke layar ponsel. Ia ikut membaca salinan file presentasi seraya memantau setiap detail, siap untuk menambahkan atau mengklarifikasi jika diperlukan.
Di tengah penjelasan Ghea, wajah Phillipe yang terlihat oleh Adi melalui video call mulai menunjukkan ekspresi kebingungan yang semakin jelas.
Sejak semula Philippe memang berharap ada orang yang bisa berbahasa Prancis. Maka semakin lama ia pun tidak bisa menahan ketidaknyamanannya lagi dan memutuskan untuk menginterupsi.
Dengan nada cemas, ia berkata dalam bahasa Prancis yang tegas, "Je suis désolé, mais je ne comprends pas bien l'anglais. Pouvez-vous parler en français, s'il vous plaît ?" (Maaf, tapi saya tidak memahami bahasa Inggris dengan baik. Bisakah Anda berbicara dalam bahasa Prancis, tolong?)
Di kantor, kebingungan langsung menyebar di antara staf. Ghea berhenti berbicara sejenak, tampak bingung dengan permintaan Phillipe. Mira berusaha memahami situasi sambil menatap timnya, namun ia tak mendapatkan titik cerah.
Billy yang sejak tadi mengoperasikan aplikasi penerjemah suara di ponsel mereka, segera mengambil alih. Billy dengan cepat memberi tahu Mira sambil memperlihatkan layar ponsel.
"Saya tidak begitu yakin Bu, tapi sepertinya Monsieur Phillipe tidak cukup mengerti bahasa Inggris. Dia… butuh seseorang yang bisa berbahasa Prancis."
Mira mengangguk, menyadari tantangan baru ini. Dengan cepat, ia berbalik ke arah timnya, "Kita perlu mencari solusi secepatnya. Apakah ada yang bisa berbicara bahasa Prancis di sini?"
Situasi di ruangan menjadi tegang dan penuh kebingungan. Semua orang merasa terjepit antara mengatasi ketidakpahaman Phillipe dan memastikan presentasi tetap berjalan dengan lancar.
Adi, yang masih di Bantar Gebang, hanya bisa menyaksikan dari layar, berharap timnya bisa menemukan jalan keluar secepatnya.
Terima kasih memberikan cerita tentang keteguhan seseorang dalam mempertahankan keyakinannya.
Bravo selamat berkarya, kuharap setiap hari up.