Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 - Investigasi Mandiri VI
Seorang dukun yang terkenal sakti di daerahnya, tak dapat di pungkiri rasa kaget yang sekarang dia derita, saat melihat seorang pemuda duduk santai di meja altar khusus ritual yang telah acak-acakan bak kapal pecah.
Dengan senyum kecil, pemuda yang mengenakan stelan hitam itu berkata.
"Mau apel?"
Pemuda itu menawarkan apel merah yang sedang dia kupas menggunakan sebilah keris paling sakti milik sang dukun tersebut.
Betapa kagetnya dukun tersebut saat mendengar suara berat meronta-ronta datang dari bawahannya yang paling kuat dalam keris di tangan pemuda itu.
"Diem ah! Berisik aja dari tadi!" ujar si pemuda kesal sebelum menggetok keris sakti milik dukun itu ke meja dengan keras, membungkam sosok ghaib di dalamnya.
Pak dukun itu melirik ke kanan dan ke kiri, mengamati keris-kerisnya yang terpajang di dinding, mencari alasan kenapa bawahannya yang lain tidak menyerang pemuda ini.
Pak dukun mendapati lingkaran putih dengan bahasa yang sukar ia mengerti, menyegel jalan keluar bagi siapapun yang ada di dalamnya seperti rumah yang di gembok ketat.
Melihat bawahannya tak berkutik, dukun itu menggeram dengan kesal dan mengepal tanganya keras.
"Di sini gak ada pisau dapur gaes, jadi maaf aja ya gue pake rumah elu. Mohon pengertiannya." lanjut pemuda itu sembari melanjutkan apa yang dia sedang kerjakan.
Pemuda itu memakan apel yang telah selesai di kupasnya namu ia muntahkan ke arah kiri sebelum, "Bleh... rasanya kayak meyan! Mandi terus lu tong. Perhatian amat pak dukun sama elu."
Tidak terima dengan sikap pemuda itu, pak dukun bertanya sambil melotot dan menunjuk jarinya, "Siapa kau pemuda laknat!?"
"Gue? Gue cuma seorang Detektif Hantu yang numpang lewat aja... gak perlu elu inget tong." jawab pemuda itu sebelum melempar apelnya lalu melompat turun dari meja.
"Hey, pak dukun, bisakah kau membantuku?" tanya pemuda itu sambil menunjukan foto seorang gadis yang telah di jampi-jampi oleh dukun tersebut.
Foto gadis yang tidak lain adalah foto Imah.
"Gadis ini... bisakah kau tidak mengganggunya?"
Mendengar itu, pak dukun menggeram dengan gigi mengurutu, mengepalkan tangan dengan kesal saat wajahnya merah padam penuh amarah.
"Kau pemuda laknat! Datang ke rumahku tanpa di undang! Kau juga Menghancurkan altar ritualku dan berani memerintah ku-"
Sebelum pak dukun selesai berbicara, pemuda itu melancarkan tendangan memutar yang mengenai kepala dan membuat dukun tersebut terlempar ke samping, menabrak diding rumah.
Tubuh pak dukun seperti tertempel di dinding, membuat pemuda tersebut lalu menyerang perut si dukun itu dengan lututnya, membuatnya memuntahkan asam lambung bersamaan dengan darah segar.
"Aku sudah meminta tolong secara baik-baik untuk tidak mengganggu gadis ini, tetapi kau lebih suka cara kasar rupanya..."
Tanpa memberi napas, pemuda itu memegang kepala si dukun sebelum melemparnya ke meja altar, membuat meja tersebut hancur.
Lalu, pemuda tersebut menginjak leher si dukun dengan tatapan tajam yang menyayat, membuat dukun itu sesak napas karena suplai oksigen di potong saat pemuda itu menekan kakinya.
"Aku bisa saja membunuhmu sekarang tetapi, ada sang Pencipta sebagai Hakim yang seadil-adilnya. Aku hanyalah manusia biasa, tak patut mengambil pekerjaan-Nya."
Pemuda itu kemudian mengangkat kakinya yang membuat pak dukun batuk tersedak karena suplai oksigen kembali masuk dengan cepat.
"Jika kau masih saja mengganggu gadis itu... percayalah pak tua... Aku akan mencarimu dan menghancurkanmu walau kau berada di ujung bumi. Ini bukan sebuah peringatan... Ini adalah janji. Camkan Itu..."
Dengan tatapan yang dingin, pemuda itu menancapkan keris ke samping dan menggores wajah sang dukun.
"Ka- kau ini sebenarnya siapa?"
"Kau tak perlu tahu..."
Pak dukun menahan untuk tidak kehilangan kesadaran sebelum si pemuda itu beranjak keluar dari ruangan dan menghilang dalam kegelapan.
Sementara dengan rasa malu dan harga diri yang hancur sebagai seorang dukun sakit, ia bersumpah dalam hatinya.
"Pemuda itu... akan ku balas ribuan kali apapun yang terjadi. "
...**********...
Flashback.
Ardian terlihat melangkah seirama dengan Imah agar gadis itu tidak tertinggal sambil memegang tangannya erat, demi mengurangi rasa ketakutan karena telah mengalamai kejadian di luar naral.
Baru beberapa meter berjalan tiba-tiba Imah mendengar sesuatu...
"Hihihihihihihi!"
"Apa itu kak!?" dalam ketakutan, Imah mendekatkan tubuhnya dan langsung memeluk tangan Ardian, membuat tangan kekar itu berada di belahan dua gunung yang bulat, padat namun tak bertulang.
"Hmmm! Wahai prajuritku yang sedang tertidur pulas! Gue mohon jangan bangun dan hormat tinggi-tinggi!" ujar Ardian dalam hati, menahan gejolak birahi yang menyergapnya tiba-tiba.
Ada yang bulat tetapi bukan bola, ada yang empuk tetapi bukan kasur dan ada yang tegak namun bukan keadilan.
Karena keadilan di sini lebih tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
Ardian mengerrutkan dahinya kesal, tidak tahu harus marah atau berterima kasih untuk ini.
Namun, sesaat Ardian mencari asal suara wanita tertawa itu, matanya menemukan Kinanti berada di atas dahan pohon mengacungkan jempolnya sambil tersenyum kuda.
"Gasken bang Ardi! Mumpung neng Imah masih jomblo!" teriak Kinanti dalam hati sebelum menghilang karena waktunya sudah habis.
"Tuh dhemit bisa-bisanya usil sebelum pulang..." pikir Ardian dalam hati sebelum mencoba menenangkan Imah yang masih erat memeluk tangan kanannya.
Semakin erat di pegang, semakin terasa empuknya.
"Mah, Imah... Udah gak ada apa-apa. Itu cuma dhemit usil aja. Buka matanya gih. Nanti jalan gak kelihatan..."
"Ga-gak mau kak..." ujarnya gemetar setelah menutup mata hingga lupa bahwa tangan Ardian berada di tengah kedua gunung tak bertulangnya.
"Kalau gitu tetep jalan aja. Nanti kalau udah aman, buka matanya..." saran Ardian di jawab Imah dengan anggukan kecil sebelum perlahan melangkah ke tempat yang aman.
Langkah kaki pelan namun pasti mereka ambil, dan beberapa menit kemudian, suara sayu motor mulai terdengar dari jauh sebelum semakin jelas terdengar di telinga Imah.
Imah pun membuka mata karena penasaran.
"Lah, kok rame begini? Perasaan tadi sepi deh, kayak di hutan belantara." ucap Imah sambil menoleh kesana kemari, seperti dia baru saja kembali ke dunia nyata.
Ardian paham, Imah tadi di giring oleh sosok manusia hitam masuk ke dalam daerah yang sepi dengan memanipulasi kelima panca indranya.
Sekarang mereka telah kembali ke jalan yang seharusnya di lewati oleh Imah dan gadis itu mengucap syukur karena melihat lalu lalang sepeda motor.
"Mah, Imah..."
"Iya kak?" toleh Imah yang namanya di panggil.
"Bisa lepasin gak?"
Mendengar itu, pandangan Imah pun berpindah ke bawah dimana ia melihat dirinya memeluk erat tangannya. Mukanya memerah saat sadar sebelum melepaskan pelukannya dan berdiri di samping. Nampak gugup, hingga jantung Imah berdetak kencang.
"Ma-maaf kak... gak sengaja."
"Gak papa... " ujar Ardian santai dengan wajah datar namun dalam hatinya, dia berkata lain, "Sering-sering juga boleh, neng, hehehe. Bentar, kok jadi mesum gini ya?"
Ardian pun mengantar Imah pulang dan telah sampai di kediaman pak Santosa Wijaya dalam beberapa menit. Waktu terasa cepat berlalu di saat obrolan menjadi selingan.
Saat tiba di depan rumahnya, Imah menengok kebelakang dan bertanya, "Mampir dulu kak. Bapak nanyain kamu terus dari dulu. Kapan mampirnya. Kangen ngobrol sama kak Ardian kayaknya."
"Sudah malam, tidak baik bertamu. Besok saja kalau ada waktu luang. Saya titip salam buat bapak sama Ibu aja..."
"Oke, saya duluan ya kak... Assalamualaikum!"
"Semoga keselamatan terlimpahkan juga kepadamu." jawab Ardian sebelum melihat Imah berjalan masuk ke rumahnya.
Setelah itu, Ardian berjalan pulang menuju ke arah sebelumnya dimana motor dia terparkir di tempat yang susah untuk di lihat.
Tiba-tiba...
Seekor tikus mendarat di pundaknya sebelum memberitahu berita penting yang membuat Ardian tersenyum sadis setelah mendengarnya.
"Kinarsih udah menemukan rumah dukun itu ya? Hahaha, bagus, saatnya datang tak di jemput, pulang tak di antar. Gasss!"
Dalam kegelapan Ardian menghilang setelah menggunakan teleportasinya menuju rumah dukun tersebut.
Flashback End