Blurb
Arjuna Syailendra dan Anggita Jelita, menerima perjodohan demi kepentingan masing-masing. Bersama bukan karena cinta, tetapi hanya sebatas azas manfaat.
Akankah rasa berdebar tak terencana tumbuh di hati mereka? Sementara Arjuna hanya menganggap Anggita sebagai pelampiasan dari cinta tak berbalas di masa lalu.
Ikuti kisah mereka yang akan menguras emosi. Selamat membaca🤗.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjahari_ID24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17b
BAB 17b
Ponsel di tangannya terlepas begitu saja dari genggaman. Kepanikan menerjang, bak ombak besar yang menghantam bibir pantai tanpa peringatan di saat gelombang sedang tenang.
Anggi menyibak selimutnya kasar. Menyambar jubah tidur yang tergantung di lemari guna melapisi baju tidur yang dipakainya.
“Mas, cepat bangun, Mas!” Anggi mengguncangkan lengan Juna dengan air mata yang mulai berjatuhan.
“Jangan berisik! Aku masih mengantuk. Sebaiknya kamu juga tidur,” ucap Juna yang hendak kembali melanjutkan lelap terbuai kantuk.
“Tolong bangun, Mas. Aku ingin ke rumah sakit. Kumohon, ibu kritis. Antarkan aku ke rumah sakit sekarang juga!” pintanya memaksa.
Wajahnya kini sudah basah disertai dada kembang kempis. Dalam kondisi sadar sepenuhnya, Anggi takkan berani merengek kepada Juna. Akan tetapi sekarang situasinya berbeda.
Dalam keadaan kantuk berat yang masih melingkupi, Juna mencoba menggerakkan kelopak. Isakan Anggi yang terdengar ketakutan membuatnya tergugah untuk membuka mata.
Saat melihat Anggi tersedu-sedu sambil mengguncangkan lengannya, Juna bangkit seketika. Tanpa banyak bicara mengangguk mengiyakan.
Mobil melesat membelah jalanan sepi di dini hari. Kesunyian membungkus Bumi, membuat atmosfer semakin mencekam, menyesakkan.
Anggi duduk gelisah sembari meremat jari-jemarinya yang bertautan bersama deraian air mata tak terbendung. Sedangkan Juna yang duduk di kursi kemudi fokus ke jalanan, tancap gas dalam kecepatan cukup tinggi sambil sesekali melirik Anggi yang terus menangis.
Mobil terparkir sembarang di area parkir Rumah Sakit Siloam. Anggi turun lebih dulu tanpa menunggu Juna. Berlarian seperti orang gila di sepanjang koridor rumah sakit, tidak memedulikan orang-orang yang berpapasan dengannya berlawanan arah. Sempat menabrak beberapa dan mengabaikan tanpa mengucap maaf.
Sesampainya di depan kamar terlihat Ayu sedang mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan yang tertutup. Anggi dilarang masuk, hanya bisa mengintip melalui kaca kecil yang terpasang di pintu.
Tampak di dalam sana dokter dan para perawat sedang mengerumuni ibunya. Anggi merasakan dadanya nyeri seumpama terimpit batu besar. Tidak sanggup membayangkan andai pikiran buruknya menjadi nyata. Takkan mampu menanggung beban, jika kehilangan alasan terbesarnya bertahan berjuang hingga sejauh ini.
“Mbak, sebenarnya apa yang terjadi dengan ibu?” Anggi mengguncangkan bahu Ayu yang kini duduk sambil menggigiti ibu jari. Ayu terdiam seribu bahasa, gelisah tak mampu berkata-kata
“Jelaskan padaku, sebenarnya apa yang terjadi pada ibu!” Kali Anggi berseru dengan suara meninggi. Menuntut penjelasan atas kondisi ibunya yang tiba-tiba menurun. Padahal kemarin sore Ningrum masih melakukan video call dengannya dan terlihat semakin bugar, tidak ada keanehan.
Ayu hanya diam dengan wajah pucat. Anggi hendak kembali mengguncangkan bahu kakaknya bersamaan dengan salah seorang dokter yang keluar dari dalam ruang perawatan. Anggi melonjak mendekati. Awalnya Anggi ingin merangsek masuk, tetapi ditahan oleh dokter.
“Anda belum boleh masuk. Ibu Anda masih dalam observasi. Kondisinya tiba-tiba menurun drastis dan kami sedang mencari penyebabnya, mungkin akan menyita waktu. Saya hanya ingin menyampaikan itu. Kami akan berusaha sebaik mungkin dan sebaiknya Anda sekeluarga berdo'a.”
Dokter yang tampak kelelahan itu kembali masuk. Anggi hampir merosot ke lantai dan Juna yang berdiri tidak jauh di belakangnya segera menahan tubuh yang mulai limbung itu.
“Mas, tolong usahakan yang terbaik untuk ibu. Aku akan melakukan apa pun yang kamu perintahkan, apa pun. Aku janji akan patuh. Tolong bantu ibuku.” Anggi meremas kedua sisi lengan Juna memohon putus asa. Air matanya berderai bersama isakan memilukan.
Juna mendadak merasa iba. Tak tega melihat Anggi yang merapuh. Direngkuhnya ke dalam pelukan, disusul tepukan lembut di punggung yang bergetar itu.
TBC
JUNA NYEBELIN TINGKAT TINGGI 😡