Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Sang Naga
Cahaya merah terang memancar ke segala arah membutakan mata siapapun yang melihatnya. Sesaat kemudian cahaya itu redup dan sebuah kepala melayang di udara yang kemudian jatuh ke tanah bersimbah darah. Samar-samar terlihat seorang pria yang sedang berdiri sambil menghunuskan pedangnya.
"Maaf aku datang terlambat," ucap pria itu sambil menyarungkan pedangnya. Dia menatap ke arah para mage yang sedang duduk bersimpuh karena kelelahan. Matanya yang berwarna oranye menatap tegas dan penuh dengan wibawa.
Pria itu kemudian menundukkan kepalanya menatap ke arah Aditya yang sedang tak sadarkan diri. Di bibirnya membentuk sebuah senyum kecil yang membuat wajahnya terlihat lebih sejuk.
"Aku tidak menyangka anak seumuranmu bisa mengeluarkan kekuatan sebesar itu." Pria itu mengalihkan pandanganya ke samping pada seorang pria yang lain. "Bukankah dia lebih hebat dari dugaanmu, Rio?"
Rio terdiam sejenak kemudian mengangguk perlahan. "Iya, Ayah. Aku tidak tau kalau dia sekuat itu. Dia ternyata menyimpan banyak rahasia."
Dari kejauhan Almeera mencoba untuk bangkit dengan sisa-sisa tenaga miliknya. Dia kemudian berjalan perlahan menuju ke dekat mereka berdua untuk menyapa.
"Terima kasih karena sudah datang Baron Redd," ucap Almeera. Wajahnya yang lelah terlihat lega dengan kehadiran dua pria berpakaian merah di depannya.
Pria itu membungkukkan badannya yang juga diikuti oleh Rio di sampingnya. "Salam, Archduchess. Tidak perlu berterima kasih kepada saya. Sudah menjadi tugas kami untuk melindungi negeri ini."
Almeera tersenyum lebar. "Mau bagaimanapun kami mungkin tidak akan selamat jika kau tidak datang ke sini Aiden. Kami beruntung bisa dibantu oleh salah satu dari tiga orang terkuat di kerajaan ini," ucap Almeera sambil menepuk pundak Aiden agar dia kembali mengangkat kepalanya.
"Haha, tidak perlu melebih-lebihkan Archduchess!" Aiden mengangkat kepalanya menatap ke arah Almeera dengan wajah yang tetap sopan. "Rio memberi kabar bahwa ada hal darurat yang sedang terjadi di keluarga Nareswara, jadi saya bergegas ke sini setelah menyelesaikan tugas di perbatasan."
Tidak berselang lama Mustaza juga mendekat ke arah mereka bertiga sedangkan Irene dan Elena mengecek keadaan Aldrin dan Ezra. Melihat ada Mustaza di sana, Aiden memicingkan matanya dengan tajam.
"Tidak perlu waspada Aiden! Dia juga merupakan korban dari Nazareth," ujar Almeera menenangkan.
"Begitukah?" Aiden menghela napasnya. "Nazareth ternyata lebih buruk dari yang aku kira."
Mustaza tertawa. "Hoho, aku tidak menyangka bisa bertemu sang naga merah di sini," ujar Mustaza.
Aiden hanya tersenyum singkat kemudian mata oranye miliknya bergerak memandang ke arah tubuh Nazareth yang sudah terpisah dari kepalanya. Ada perasaan aneh dalam diri Aiden yang tidak bisa ia ungkapkan. Aiden tidak menyangka bahwa dia pada akhirnya menjadi orang yang mengambil nyawa Nazareth. Padahal mereka dulu sempat menjadi teman yang akrab.
Aiden kembali mengarahkan pandangannya pada Mustaza dan Almeera. "Menghilangnya Surya dan kematian Nazareth adalah peristiwa yang bisa membahayakan kerajaan ini. Sekarang hanya tinggal aku di antara tiga taring terkuat kerajaan ini yang tersisa. Aku harap tidak ada hal buruk yang terjadi ke depannya," kata Aiden dengan pandangan mata yang sendu.
Almeera dan Mustaza hanya mengangguk setuju. Mau bagaimanapun Nazareth adalah salah satu orang terkuat di negeri ini. Kehilangan dua dari tiga orang terkuat adalah kerugian yang sangat besar. Tapi hal itu tidak bisa dihindari. Tidak ada yang tahu keberadaan Surya sedangkan Nazareth memang sudah sepantasnya mati di sini.
"Tidak perlu khawatir ayah! Apa kau tidak melihat bagaimana kuatnya Aditya? Kami pasti akan menggantikan kalian di masa depan untuk melindungi negeri ini," timpal Rio yang sedang duduk bersimpuh untuk mengecek keadaan Aditya.
Wajah Aiden yang sendu seketika kembali cerah. "Hahaha. Kau benar, Nak. Aku hampir lupa bahwa ada kalian yang akan menjadi penerus kami. Tapi sepertinya kau harus berusaha lebih keras untuk bisa setara dengan putra dari keluarga Nareswara ini," tutur Aiden dengan mata yang menatap putranya bangga.
Beberapa saat kemudian Aiden memutar tubuhnya untuk menatap ke arah mayat para pengikut kultus yang berserakan dengan hanya menyisakan kulit dan tulang di tubuh mereka. Aiden menghela napas kasar dan tangannya terkepal dengan kuat. Meskipun mereka adalah orang yang jahat, Aiden merasa mereka tidak harus mati dengan cara menyedihkan seperti ini.
"Dengarlah wahai langit!!! Aku Aiden Redd hari ini bersumpah akan memusnahkan kultus Dark Heaven dari dunia ini. Tidak ada ampun bagi mereka yang mencoba untuk melawanku. Mereka yang mati, atau diriku yang mati."
Suara Aiden menggema dengan gagah ke segala arah. Tubuhnya yang kekar dengan jubah merah bercorak naga di punggungnya menambah kesan kehebatan dirinya. Mata oranye miliknya bersinar terang di tengah gelapnya malam seolah bersinar menerangi semua kegelapan yang ada di negerinya.
......***********......
Aditya bangun lalu dengan cepat ia mencoba untuk berdiri. Namun karena rasa sakit yang luar biasa di seluruh tubuhnya membuat ia jatuh lagi ke tempat tidur. Ia menggerak-gerakkan matanya untuk mengamati sekitar yang sepertinya ia sedang berada di kamarnya.
"Sudah bangun?" ucap lembut Almeera yang entah kenapa membuat Aditya merasa lega.
"Apa yang terjadi? Apa kita menang?" tanya Aditya dengan suara serak. Bahkan lehernya terasa sakit saat ia berusaha mengeluarkan suara.
"Semua sudah selesai. Kamu tidak perlu khawatir!" kata Almeera sambil mengelus kepala putranya. "Banyak hal yang ingin ibu tanyakan padamu, tapi mungkin akan lebih baik jika kamu nanti mengatakannya sendiri."
Aditya hanya diam termenung menatap langit-langit kamarnya. Dia ingin sekali menceritakan semua pada ibunya, tapi dia sendiri masih belum bisa mengerti mengapa dia bisa kembali ke masa lalu. Dia harus bisa mengetahui misteri di balik itu sebelum ia menceritakan semuanya.
"Jangan terlalu dipikirkan! Istirahatlah!" Almeera bangkit dan berjalan menuju ke luar.
"Tunggu dulu! Apa aku boleh tau siapa yang mengalahkan Duke Nazareth?" tanya Aditya.
Almeera menghentikan langkahnya lalu kembali memandang Aditya. "Ya. Dia adalah salah satu orang terkuat di negara ini, sama seperti ayahmu," jawab Almeera sambil tersenyum kecil sebelum ia melanjutkan langkahnya dan menutup pintu kamar Aditya.
Aditya kembali menatap ke langit-langit kamar. Jika ibunya membicarakan salah satu orang terkuat pasti dia adalah Sang Naga Merah Nusantara, Baron Aiden. Tapi dari yang ia ingat, Baron Aiden tidak pernah datang di insiden pembantaian keluarganya di masa lalu. Apakah realita sudah mulai berubah karena dirinya?
Meskipun sedikit bingung Aditya merasa sangat lega. Ia bisa melewati salah satu insiden terburuk yang dialami keluarganya. Dia berharap dengan ini masa depan bisa menjadi sedikit lebih cerah. Dengan begitu tidak perlu ada perang penghabisan yang merenggut banyak nyawa orang tak bersalah.
Aditya mencoba untuk bangun, tapi dia merasa ototnya seolah menolak untuk diperintah. "Ah, sialan. Kenapa rasanya sakit sekali," rintihnya kesakitan, tapi bibirnya membentuk sebuah senyuman yang lebar.
^^^Continued^^^
selamat berkarya terus.....