NovelToon NovelToon
Cinta Suci Untuk Rheina

Cinta Suci Untuk Rheina

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam / Slice of Life
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nofi Hayati

Tidak ada pernikahan yang sulit selama suami berada di pihakmu. Namun, Rheina tidak merasakan kemudahan itu. Adnan yang diperjuangkannya mati-matian agar mendapat restu dari kedua orang tuanya justru menghancurkan semua. Setelah pernikahan sikap Adnan berubah total. Ia bahkan tidak mampu membela Rheina di depan mamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebahagiaan dan Kekecewaan Zahid

Hari-hari Rheina semakin penuh dengan perhatian yang datang dari dua pria di hidupnya, Adnan dan Nando. Keduanya berlomba-lomba untuk mendapatkan hati Rheina dan memberikan yang terbaik untuk Zahid, dengan cara mereka masing-masing.

Adnan, yang merasa punya tanggung jawab sebagai ayah Zahid, sering mengajaknya bermain sepulang sekolah. Adnan ingin menebus semua waktu yang terbuang selama tiga tahun terakhir. Di sisi lain, Nando dengan sikap lembut dan penuh perhatian, juga sering hadir di setiap momen penting, tak hanya untuk Rheina tapi juga untuk Zahid dan Alya. Keakraban mereka sering membuat suasana menjadi penuh canda tawa.

Namun, di balik semua kebahagiaan yang Zahid rasakan, Rheina justru semakin tertekan. Setiap kali ia melihat keceriaan di wajah Zahid, ada perasaan bersalah yang tak bisa ia abaikan. Ia tahu bahwa perhatian dari Adnan dan Nando adalah sesuatu yang baik untuk Zahid, tapi bagi Rheina, keadaan ini semakin membuat hatinya bimbang.

Suatu sore, saat mereka semua berada di taman bermain, Zahid dan Alya berlarian bersama di rerumputan, tawa mereka terdengar nyaring. Adnan duduk di salah satu bangku taman, mengawasi mereka dengan senyum tipis di wajahnya. Nando, yang berdiri tak jauh dari Rheina, sesekali melirik ke arahnya, namun tidak berkata apa-apa.

Rheina berdiri di antara dua pria itu, merasa hatinya semakin berat. Di satu sisi, ia melihat bagaimana Adnan berusaha menjadi ayah yang lebih baik untuk Zahid. Di sisi lain, Nando terus memberikan cinta dan dukungannya dengan penuh ketulusan, tanpa menuntut apapun darinya. Semua perhatian ini justru membuat Rheina merasa semakin terjebak dalam dilema.

"Zahid dan Alya terlihat bahagia," kata Nando tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka.

Rheina menoleh padanya dan tersenyum kecil, meski hatinya masih penuh keraguan. "Ya, Zahid sangat menikmati waktunya bersama Alya."

Adnan yang mendengar percakapan itu menambahkan, "Aku senang melihat Zahid tertawa seperti ini lagi. Aku hanya berharap, kita bisa tetap seperti ini ... untuk Zahid."

Rheina terdiam mendengar pernyataan Adnan. Ada beban besar di balik kata-katanya. Dia tahu Adnan ingin agar mereka kembali bersama sebagai keluarga, tapi Rheina juga tahu bahwa hatinya tidak mudah untuk kembali seperti dulu. Nando, yang berdiri di sampingnya, sepertinya bisa merasakan kebimbangan di hati Rheina, tetapi ia tetap diam, memberikan Rheina ruang untuk berpikir.

Saat matahari mulai terbenam, Zahid dan Alya mendekati mereka dengan wajah ceria. "Mama, Papa, Om Nando, lihat! Kita bikin istana pasir!" Zahid menunjuk ke arah sebuah bangunan kecil yang mereka buat dari pasir di taman. Kebahagiaan terpancar dari wajahnya, seolah-olah dunia ini begitu sempurna baginya.

Rheina tersenyum melihat anaknya bahagia, tetapi hatinya bergetar. Dalam kebahagiaan Zahid, ia semakin merasakan tekanan untuk segera membuat keputusan. Apakah ia harus memilih Adnan dan memberikan kesempatan kedua untuk keluarga mereka? Ataukah ia akan memilih Nando, yang telah mencintainya dengan tulus tanpa tekanan masa lalu?

Malam itu, setelah mereka semua kembali ke rumah, Rheina berbaring di tempat tidurnya, memandang langit-langit dengan hati yang penuh kebingungan. Di kepalanya, wajah Adnan dan Nando silih berganti. Perhatian mereka memang tulus, tapi setiap tindakan mereka membuat Rheina semakin terhimpit oleh perasaan bersalah dan dilema.

---

Zahid sangat antusias menyiapkan semua keperluan untuk kemping bersama papanya. Program Dad Camp yang diadakan sekolahnya membuat anak laki-laki itu tidak sabar untuk menghadiri kegiatan itu dan bersenang-senang bersama papanya. Namun, setelah lama menunggu, kini ia duduk dengan wajah kecewa di ruang tamu. Ransel kempingnya yang sudah disiapkan sejak semalam tergeletak di sampingnya. Rheina menghela napas panjang, berusaha menenangkan perasaannya. Ia tahu betul perasaan putranya, tetapi kali ini ia tidak ingin memperlihatkan amarahnya di depan Zahid.

Rheina mencoba menghubungi Adnan. Setelah panggilan ketiga baru ada jawaban dari pria itu. Ia meminta maaf karena harus mengantar maminya ke rumah temannya. Meski kesal, Rheina tersenyum mendengar jawaban Adnan, kejadian dalam rumah tangga mereka terulang kembali. Mantan suaminya sama sekali tidak berubah. Rheina dan Zahid bukanlah orang yang penting dalam hidupnya.

"Zahid, sabar ya, Nak. Papa bilang dia akan datang dua jam lagi," Rheina mencoba menenangkan sambil duduk di sebelah Zahid dan membelai rambut anaknya yang tampak murung.

Zahid menatap mamanya dengan mata yang penuh kekecewaan. "Tapi Ma, kalau Papa datang terlambat, kita nggak bisa kemping sama yang lain. Mereka pasti sudah berangkat."

Rheina tahu Zahid benar. Dad Camp ini adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu Zahid, momen di mana ia bisa menikmati kebersamaan dengan papanya, hal yang jarang mereka alami selama ini. Rheina mencoba mencari solusi, tetapi di dalam hatinya, kekecewaan pada Adnan semakin bertambah. Pria itu memang belum sepenuhnya berubah, dan ini bukan pertama kalinya ia membuat janji yang akhirnya mengecewakan.

"Nak, bagaimana kalau kita tunggu sebentar lagi? Mungkin papa bisa lebih cepat datang," ucap Rheina, berusaha memberikan harapan, meski dirinya sendiri ragu.

Zahid hanya mengangguk lemah. Waktu terus berjalan, dan setiap menit yang berlalu terasa semakin memberatkan hati Rheina. Setiap kali melihat wajah Zahid yang begitu penuh harapan, ia merasa bersalah tak bisa memberikan kebahagiaan yang seharusnya dimiliki anak itu.

Ponsel Rheina tiba-tiba berdering. Nama Nando muncul di layar. Ia ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangkat panggilan itu.

"Rheina, aku sedang di dekat rumahmu. Ada sesuatu yang terjadi?" Nando bertanya dengan nada prihatin, seolah bisa merasakan ada yang tidak beres.

Rheina menceritakan situasinya secara singkat, bagaimana Adnan terlambat menjemput Zahid untuk Dad Camp. Ada jeda sejenak di telepon, sebelum Nando akhirnya berbicara.

"Aku bisa temani Zahid, kalau kamu mau. Biar dia tetap bisa pergi ke acara itu tanpa harus menunggu lebih lama," tawar Nando dengan suara lembut.

Rheina terdiam sejenak. Ia tahu ini bukan Dad Camp yang sesungguhnya jika Nando yang menemani Zahid, tapi melihat wajah anaknya yang semakin kecewa, ia mulai mempertimbangkan tawaran itu. Nando selalu ada untuk mereka, dan saat ini mungkin Zahid lebih butuh kehadiran seseorang daripada menunggu janji yang belum pasti.

Setelah berpikir sejenak, Rheina akhirnya setuju. "Baiklah, Nando. Terima kasih. Aku akan siapkan Zahid."

Tak lama kemudian, Nando tiba di rumah Rheina. Dengan senyum lembut, ia menghampiri Zahid yang masih duduk murung.

"Hei, Zahid. Bagaimana kalau kita berangkat sekarang? Om Nando bisa temani kamu, kita nggak harus menunggu lagi," ujar Nando sambil tersenyum hangat.

Zahid menatap Nando dengan ragu, tapi ada secercah harapan di matanya. "Tapi... ini Dad Camp. Papa yang harus datang."

Nando berlutut di hadapan Zahid, menatapnya penuh pengertian. "Om tahu. Tapi, yang paling penting Zahid bisa bersenang-senang, kan? Om di sini untuk memastikan Zahid tetap bisa ikut acara itu."

Setelah berpikir sejenak, Zahid akhirnya mengangguk. Rheina merasa lega melihat senyum kecil yang mulai muncul di wajah anaknya. Mereka pun berangkat ke tempat Dad Camp, meski tanpa Adnan.

Sesampainya di lokasi Dad Camp, Zahid mulai ceria kembali saat bertemu dengan teman-temannya. Sementara itu, Nando duduk di tepi lapangan, mengawasi Zahid yang berlari-larian dengan wajah penuh kebahagiaan.

Setelah kepergian Nando dan Zahid, Rheina merasa sedikit lebih tenang. Nando benar-benar telah menunjukkan kebaikan dan kepedulian yang tulus, bukan hanya kepada dirinya tapi juga kepada Zahid.

Namun, tiba-tiba ponsel Rheina berdering lagi. Nama Adnan muncul di layar. Dengan perasaan bercampur aduk, ia mengangkat panggilan itu.

"Rheina, aku sudah selesai dengan mami. Maaf aku telat. Aku sekarang dalam perjalanan ke tempat Dad Camp. Zahid masih menunggu, kan?" suara Adnan terdengar cemas di seberang telepon.

"Adnan... Zahid sudah di pergi ke tempat kemping. Aku nggak bisa membiarkan dia menunggu lebih lama lagi, jadi Nando yang menemaninya di sana."

Ada jeda panjang sebelum Adnan menjawab. Suaranya terdengar kecewa dan sedikit marah. "Jadi, Nando yang menggantikan aku?"

Rheina hanya bisa menarik napas panjang, tak tahu harus menjawab apa. Di dalam hatinya, ia tahu ini akan menjadi masalah lain di antara mereka. Namun, yang paling ia pedulikan sekarang adalah kebahagiaan Zahid.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!