NovelToon NovelToon
IDIOT BUT LUCKY

IDIOT BUT LUCKY

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: diahps94

Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.

Mari ikuti kisah mereka 👻👻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. Interaksi Djiwa

Dengan seksama mendengarkan cerita, kali ini Djiwa tidur dengan senyuman mengembang di bibir. Djiwa tahu, ketiga orangtuanya tak sekalipun berbohong atau bicara omong kosong. Meski bukan manusia yang taat akan tuhan, setidaknya mereka tak melanggar peraturan sebagai seorang manusia sopan nan santun. Berada di tengah-tengah mereka menghangatkan hati. Djiwa terpejam sampai alam mimpi tak berani mengusik.

"Djiwa bangun, sana mandi berangkat sekolah." Dayat membangunkan putranya yang meringkuk diantara ia dan Yanto.

Djiwa membuka mata sejenak, sadar kondisi sekitar masih gelap, dia memejamkan mata kembali. "Eh bocah, ya bukannya bangun malah tidur lagi, cepet bangun mandi gih!"

Dayat berencana membuat bocah itu sekolah dan ia bisa tidur dengan bebas. Semalam bergadang melanjutkan cerita. Djiwa melarang semua tidur, sebelum ia merasa cukup. Untung semalam Djiwa tidur lebih dulu saat Yanto kilas balik peristiwa, sedikit meringankan mata. Meski demikian tetap saja mereka tidur di atas jam dua belas malam. Jam kuntilanak keluar mencari abang pocong yang tampan.

"Kenapa muram begitu?" Dayat melihat putranya tak semangat masuk gerbang sekolah.

Menghela nafas berat. "Kan sudah lulus kenapa meski repot ke sekolah."

"Lah ngapa berangkat kalau gitu?" Dayat bahkan sehabis UAS tak pernah datang meski remidi melanda diri.

"Rapat kordinasi, persiapankan pidato jangan lupa kalau di panggil, ingat anak mu masuk tiga besar lulusan terbaik sekolah. Ah malas sekali dengan kepintaran dan ketampanan ini ku terlalu populer, hah kalau aku lulus bagaimana nasib pengemar ku." Keluh Djiwa meninggi.

Jiwa perjaka Dayat meronta minta di lepaskan, ingin sekali menjitak Djiwa namun tak sampai. "Sombong sekali kau anak muda, sudah sana masuk sapa fans mu."

"Hah, malas sekali rasanya harus jumpa fans setiap saat." Narsisme ini pastilah turun dari Ujang.

Dayat tak kuat meladeni tingkah Djiwa yang diluar ambang batas. Dia lekas menyalakan mobil l300 miliknya, kembali dan bicara dengan ikan peliharaan terasa lebih bermanfaat. Berbeda dengan Dayat yang uring-uringan, Djiwa menatap kepergian ayahnya dengan senyuman hangat. Pagi ini dia bisa mengerjai sang ayah adalah hal yang luar biasa.

Melintasi gerbang dengan aura suram, sejatinya kepercayaan diri Djiwa hanya di depan orangtua. Dia remaja berparas tampan mempunyai prestasi segudang ramah hanya pada sejoli sisanya hanya dapat senyum masam dan ketus sapa sesaat. Banyak gadis yang mendekati secara terang-terangan, memberi hadiah di hari kasih sayang. Diterima, tentu tidak. Djiwa akan memberi nasehat, sampai membuat malu sejolinya. Pernah ada satu gadis di buatnya menangis, saking kejamnya mulut Djiwa bersuara. Sayangnya rumor apapun tak ada menggoyahkan tekad para gadis untuk kagum padanya.

"Weslah, thanks bro udah nungguin gue di depan gerbang." Datang merangkul separuh pundak Djiwa, sahabatnya tersenyum ceria.

Melirik Bagas, Djiwa mendecih sebelum berkata. "Bogel kasihan sekali harus jinjit saat merangkul ku, apakah aku harus menunduk sedikit? Tumbuh saja belum maksimal ucapan sudah kekotaan, pake gue segala."

"Si kamprett emang kau, ayo masuk." Bagas melepas rangkulannya yang susah payah iya lakukan.

"Ekhmm, eh tunggu kak." Suara gadis menginterupsi langkah keduanya.

Bagas lebih dulu menoleh ke belakang di banding Djiwa. "Hai Nia, ada apa?"

Gadis bernama Nia itu mendekat lebih dulu sebelum menyampaikan maksud hati. "Kak Bagas, ini surat dari kak Shena untuk mu, katanya aku harus memberikan hari ini takut tak keburu bertemu."

"Hah, memang Shena mau kemana, kau bicara menakuti ku saja." Shena sahabat kecil Bagas, dia sakit-sakitan sedari dalam kandungan, meski satu sekolahan karena beda kelas mereka jadi jarang bersua.

"Singapore, katanya Shena akan menjalani pengobatan disana." Tukas Nia.

"Terimakasih Nia. Bro aku pulang dulu, ada urusan yang lebih penting." Bagas lari keluar sekolah meski belum sempat masuk.

Djiwa masih di posisinya, dia tak membalikkan badan sedari tadi hanya menyimak. Ditinggal Bagas, membuatnya merutuk dalam diri, Djiwa kikuk berhadapan dengan adik kelasnya satu ini. Ingin melanjutkan langkah tanpa menoleh rasanya aneh, namun jika menyapa lebih dulu turun harga diri.

Nia tahu kakak kelasnya ini meski jajaran OSIS tapi sulit bersosialisasi, sebatas manusia memanusiakan manusia lainnya. "Aku duluan kak."

Nia melenggang pergi tanpa sibuk menoleh pada Djiwa. Djiwa tak suka berdekatan dengan Nia. Baginya masih terlalu dini mengobral cinta. Mengubur dalam rasa yang tumbuh, toh jika itu terjadi semua berjalan tanpa beban. Djiwa melanjutkan langkah, melewati gerbang kedua menunju ruang kelas. Tak sampai kelas, langsung di tarik ketua OSIS yang baru untuk rapat perpisahan. Barisan penasihat sepertinya juga turun tangan.

"Kenapa menelpon, kau tak belajar?" Dayat melirik jam dinding di areal kolam miliknya, setahu ia baru dua jam mengantar Djiwa mana mungkin kan anaknya minta jemput pulang.

Djiwa menghela nafas, reaksi orangtuanya begitu berlebihan, sangat cocok dijadikan aktor kampung. "Botu, aku hanya menghadiri rapat koordinasi, apa Botu ingin aku bermalam disini? Atau Botu ingin aku menjelajahi perpustakaan dan membaca semua buku? Lebih parahnya Botu ingin aku ikut belajar anak kelas satu atau kelas dua? Botu ingin yang mana?"

"Ck, berlebihan sekali dirimu, tak usah lebay pulang sendiri saja ya Botu menguras kolam." Dayat tak bilang kalau sekarang dia basah kuyup tercelup air kolam.

Djiwa tahu ini jam sibuk, ikan juga makhluk hidup, jika jam krusial dipaksakan menguras pasti akan kolep dan mengalami kerugian. "Yasudah, Djiwa naik angkot saja."

"Tidak-tidak, kau minta jemput Bowan atau Boti saja." Terkahir kali membiarkan Djiwa pulang seorang diri dia tersesat sampai tak tahu arah.

"Mereka tak bisa dihubungi.., eh sudah dulu Botu aku tak jadi minta jemput ada urusan." Djiwa mematikan ponsel sebelum mendapat jawaban.

Djiwa yang duduk-duduk di bawah pohon rindang kelasnya, melihat Nia di seret gadis-gadis sok gaul di sekolah. Membentuk sebuah geng yang di juluki geng gong oleh para guru. Urakan dan tutur kata tak sopan, namun banyak yang suka dengan tabiat mereke. Mendukung aksi mereka dan sebagian takut karena pengaruhnya begitu menekan. Terdiri dari barisan gadis cantik, dan satu gadis tomboy berbadan semampai.

Djiwa bukan pribadi yang suka ikut campur, tapi Nia berbeda. Gadis itu mampu mengubah pandangan Djiwa pada sosok wanita. Gadis yang ceria tapi judes bersamaan. Sempat suatu waktu membentak Djiwa karena membuat temannya menangis sesenggukan. Nia bisa menyelesaikan semua masalah sendiri, tapi kalau di keroyok Djiwa tak mungkin membiarkan semua itu terjadi.

Brakk

"Miskinn! Naek sepeda udah mirip odong-odong ke sekolah aja banyak gaya ya lu!" Rara ketua geng gong anarkis, membanting sepeda Nia dan menginjak berulang sepeda tersebut.

"Ya apa urusan mu kalau sepeda ku mirip odong-odong, daripada dirimu masih remaja kelakuan bar-bar kaya emak-emak kehabisan gas dan token listrik bersamaan." Nia menyulut kembali emosi Rara.

"Yak, berani lu sama gue hah?" Rara menunjukkan jarinya di depan wajah Nia.

Nia yang disandera tangan kanan dan kiri oleh geng Rara tak leluasa menarik tangan itu untuk dipatahkan, hanya mulutnya yang bicara. "Siapa takut, apa bagusnya dirimu, datang maen keroyokan, nggak seimbang dan masih sombong, cih memalukan."

"Kurang ajar ya!" Rara hendak menampar mulut pedas Nia, tapi tubuhnya di dorong oleh kaki Djiwa.

"Aish sial, kau menghalangi jalan orang. Minggir aku mau lewat." Djiwa mana sudi menepis dengan tangganya, lebih baik sepatu nya melakukan pembelaan di jalur yang benar bukan.

Rara tercengang, namun tingkah centilnya menutupi segala sisi bobroknya. "Aw, pangeran ku. Sudah mau pulang ya, yaudah balik bareng aja yok."

"Nia, kau bisa melepaskan diri bukan, tak usah berlagak lemah, ayo pulang aku malas menunggu lebih lama." Djiwa mengangkat sepeda Nia, menuntun sepeda itu perlahan

Nia dengan beringas menginjak-injak kaki kakak kelasnya, hingga meringis sakit dan melepaskan kekangan mereka pada Nia. "Tunggu aku, jangan sembarang membawa sepeda ku."

Parkiran dilewati, Nia menatap punggung Djiwa tanpa mau bicara lebih dulu. Hingga sampai di gerbang utama sekolah mereka, barulah Nia memberanikan diri. "Terimakasih, tapi seharusnya kau tak begitu pada seorang wanita, kau melukai hati dan fisik nya."

Djiwa mencelos dalam hati, kenapa ucapan terimakasih Nia sarat akan nasehat. "Aku tak butuh ucapan terimakasih itu."

"Terimakasih Djiwa, aku harap di sekolah menengah nanti aku tak akan pernah bertemu dengan mu lagi, entah mengapa setiap bertemu dengan mu rasanya aku ingin mencabik mu tanpa alasan, heheh psikopat bukan." Jujur Nia.

Djiwa tak mengerti jalan pikiran Nia. "Semoga Tuhan membuat mu terus bertemu dengan ku."

"Yak, jangan merevisi doa seseorang, kau tak punya hak." Larang Nia.

Djiwa menaiki sepeda Nia, bersiap untuk menggoes. "Ayo naik, aku antar pulang."

"Cih, kau antar pulang aku? Bilang saja kau mau nebeng." Meski dongkol Nia tetap naik, di boncengan sepedanya.

Mengayuh sepeda dengan kecepatan penuh, Djiwa sengaja mengusili Nia. Nia terbiasa dengan tingkah tak menyenangkan Djiwa, mendengus tak berdoa tersungkur saja bocah ini.

Dubrakk

"Yakk, kenapa bisa masuk selokan hah?" Nia baru saja membatin, kenapa harus jatuh di parit, ah bajunya jadi bercampur air comberan warga setempat.

"Salah sendiri berdoa buruk, jadi seperti ini." Tukas Djiwa.

"Kau..hahahhaha......aduh....hahahah....muka mu cemong." Nia memegangi perutnya, tertawa melihat wajah Djiwa terciprat kotoran dari parit.

Djiwa mendengus, kenapa selalu tak keren jika di dekat Nia. Itu sebabnya, wanita ini patut dihindari di kehidupan mendatang.

Bersambung

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
aduhhhh djiwaaaaaa tolonginnnn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
yaa alloh,,, knp jd kerasukan lagiiii...
mkny pakkkk dekatkan diri sama yg maha kuasa....
jd kasiannn sm C musdal🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
djiwa dipercaya 👍👍👍👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
gelang ny sayang ma djiwa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ya salammmm galauuuuu😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ngareppp yaaa🤭🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
😱😱😱
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Memang kesurupan 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Setuju 🤫
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
klo tinggal di desa,,, bareng2...
koplak nyaa nularrr nnti😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
wajarrrrr
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
diaa inget Zalina🤧
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂
lbh kyakkk yaaa,,,
bpk nyaa djiwa sultannn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Itu ujian untukmu Djiwa, semoga kamu bisa menjaga amanah kiai 😁
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Ternyata Djiwa msh keturunan kiai 👍😍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Alhamdulillah ternyata gelangnya bisa melindungi Djiwa lg 😉
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wow apa gelangnya hidup lg 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!