aku sangat terkejut saat terbangun dari tidurku, semuanya tampak asing. Ruangan yang besar, kasur yang sangat luas serta perabotan yang mewah terlihat tampak nyata.
aku mengira semua ini adalah mimpi yang selalu aku bayangkan sehingga aku pun tertawa dengan khayalanku yang semakin gila sampai bermimpi sangat indah.
namun setelah beberapa saat aku merasa aneh karena semua itu benar-benar tampak nyata.
aku pun bergegas bangun dari kasur yang luas itu.
"kyaa!!" teriakku sangat kencang saat aku menatap cermin yang besar di kamar itu.
wajah yang tampak asing namun bukan diriku tapi aku sadar bahwa itu adalah aku.
semuanya sangat membingungkan.
aku pun mencubit pipiku dan terasa sakit sehingga aku tahu itu bukanlah mimpi.
"wajah siapa ini? bukankah ini sangat cantik seperti putri kerajaan" gumamku merasa kagum.
apakah semua ini benar nyata atau memang hanya sebuah mimpi indah?
🌸🌸🌸
nantikan kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leticia Arawinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Rose pun kembali dari tugas yang ku berikan. Dia mendatangiku ke kamarku. “Nyonya, saya minta maaf karena tidak ada kabar apapun dari Tuan” ungkapnya dengan ekspresi yang tidak menyenangkan. Dia merasa bersalah terhadapku yang menanti kabar yang paling di tunggu. “Tidak apa-apa Rose. Terimakasih sudah mau mencari kabar Duke” ucapku merasa sedih.
Aku semakin putus asa dan takut bahkan kali ini tidak ada hal yang bisa memastikan keadaannya seperti apa. Rose kembali ke kamarnya untuk istirahat setelah mendapatkan izin dariku. Meskipun ia bersikeras ingin menemaniku namun aku ingin sendirian di dalam kamarku.
Langit mulai gelap kembali dan aku masih belum tahu kabar tentangnya. Jika itu berhubungan dengan pekerjaan mungkin aku akan tenang namun jika ada suatu hal yang terjadi padanya mungkin aku akan sangat hancur. Dia yang masih memiliki luka di pundaknya yang belum pulih sepenuhnya dan dia yang sedang kecewa dengan perbuatanku sebelumnya, sungguh membuatku tak bisa tenang.
“Ivander dimana kamu?” gumamku melihat ke arah jendela.
Aku masih mengurung diriku di kamar dan meratapi kesedihanku menantinya tanpa berbuat apapun karena tidak mengerti langkah yang harus ku ambil untuk bisa bertemu dengannya.
Tatapanku penuh harap melihat ke arah pintu, berharap dia akan muncul yang menghibur kesedihanku. Aku merasa sangat kacau dan tidak pantas menatapnya lagi setelah semua yang terjadi.
Aku masih duduk dengan posisi yang sama menatap jendela yang terbuka gordennya, menatap kegelapan yang semakin pekat namun Ivander tak kunjung pulang. Aku menekuk kedua kaki dan mendekapnya lalu menyenderkan kepalaku sambil terus menatap ke arah jendela.
Sejenak aku merasa lelah dengan perut kosong dan pikiran yang kacau sambil memejamkan mataku dan berharap semua ini berlalu.
Aku tidak tahu waktu yang sedang berlangsung namun yang kutahu hari itu tampak semakin gelap dan dingin. Kamar yang mewah ini terasa sepi dan dingin tanpa kehangatan darinya.
Aku tertidur seolah tidak sungguh-sungguh menunggunya namun bukan kehendak ku melainkan tubuh ini yang terasa semakin lemas.
Kriett!..
Pintu kamarku terbuka namun aku tidak mengetahuinya karena tertidur dalam posisi duduk yang masih sama bersandar di kedua lutut yang di tekuk.
“Istriku” ucapnya sambil menyentuh wajahku. Aku merasa ada suara yang sangat ingin ku dengar namun aku mengabaikannya karena kupikir itu hanyalah mimpi. “Istriku.. sayang?” panggilnya lagi dengan suara yang lembut.
Aku terkejut dengan suara dan sentuhan lembut darinya dan membuka mataku.
Sret!..
“Suamiku?” ucapku tak percaya. Dia tersenyum menatapku namun tersimpan kesedihan di baliknya. Aku mendongak dan memperhatikannya dengan lekat-lekat.
“Iya benar, aku suamimu” jawabnya. “Suamiku.. kamu kemana saja? Haa..” tanyaku sambil menangis di depannya. Tanganku menarik ujung lengan bajunya. Ivander terkejut melihatku menangis dan langsung memelukku.
Grep!..
“Maafkan aku istriku. Aku sudah mendengar dari semuanya bahwa kamu sangat khawatir dan mencari tahu tentangku. Maaf aku tidak bermaksud membuatmu menunggu. Aku salah karena seharusnya aku tidak bersikap seperti kemarin. Aku sangat mencintaimu istriku. Jangan menangis lagi, kumohon” jawabnya dengan sentuhan yang hangat dan pelukannya yang erat.
“Haa.. tidak. Semua ini salahku, maafkan aku suamiku. Aku sudah melakukan kesalahan yang tak seharusnya kulakukan. Aku pantas mendapatkan hal ini hingga kamu menghindari ku dan baru kembali” kataku dengan tangis yang masih tersedu-sedu.
Sret!..
Ivander melepaskan pelukannya dan menggenggam kedua bahuku dan menatapku. “Istriku, dari mana kamu punya pemikiran seperti itu? Aku tidak menghindari mu. Aku hanya sedang ada pekerjaan yang sulit bagiku untuk memberikan kabar. Aku salah, maaf sayang. Tolong jangan berfikir seperti itu. Sekarang aku sudah pulang dan lupakan semua yang terjadi sebelumnya. Aku sangat mengenalmu, maaf aku bersikap diam kemarin karena rasa cemburuku yang teramat besar”katanya dengan ekspresi sedih namun serius dengan ucapannya.
Rupanya Ivander tidak menghindar dariku namun dia di sibukkan dengan pekerjaan yang ia miliki dan tidak bisa memberikan kabar mengenai pekerjaannya itu.
Aku masih menangis namun aku merasa lega karena Ivander tidak marah denganku dan masih seperti Ivander yang sebelumnya. Dia hanya cemburu dan bersikap diam hanya untuk menenangkan dirinya tanpa ingin marah kepadaku.
Dia menghiburku yang seharusnya aku yang melakukannya. Dia benar-benar pria yang sangat baik dan penuh kasih sayang. Aku semakin tidak ingin kehilangannya.
“Sayang kenapa kamu tidur dengan posisi seperti ini?” tanya Ivander sambil mengusap air mataku.
“A, aku menunggumu pulang sayang. Aku takut kamu marah dan pergi dariku. Sehari tanpa kabar darimu sungguh menyiksaku” jawabku dengan nafas yang masih sesenggukan. Dia membelaiku mengusap rambutku dan memberikan perhatian yang hangat.
“Maaf sudah membuatmu menunggu istriku. Aku senang karena kamu mengkhawatirkan ku tapi aku tidak senang membuatmu sedih seperti ini. Aku akan membayar semua ini dengan hal yang membuatmu senang. Istriku katakan apa yang kamu inginkan” katanya dengan nada suara yang rendah.
Suasana tengah malam yang sunyi membuat suara kami terdengar lebih keras. Meski kedap suara namun rasanya suara kami tampak menggema. “Aku hanya ingin kamu sayang” jawabku dengan yakin. Tidak ada hal yang kuinginkan selain bersamanya.
“Cup” Ivander mencium bibirku. “Apa seperti ini sayang? Cup” Ivander mencium pipiku. “Ini yang kamu inginkan istriku?” katanya dengan suara yang berat. “Mmph! Sayang” ucapku merasakan sentuhan yang mendebarkan.
Ivander mencium ku lalu mengarahkan ku ke ranjang dan berbaring di bawahnya. Dia menatapku dengan tatapan penuh nafsu namun ia terlihat sedih saat menatapku dengan tatapan yang dalam dan hangat.
Tubuhku masih terasa lemas sehingga tak bisa bergerak dengan bebas. Ivander mendekatkan wajahnya dan mencium ku lagi. Dia menempelkan bibirnya ke bibirku. Melumatnya seolah sedang menikmati hidangan yang sangat nikmat. “Hngh” desahku merasa tergelitik.
Ivander menyeringai melihat reaksiku. Dia mendekatkan bibirnya ke leherku dan menyentuhnya dengan sentuhan yang lembut. “Mmhh.. istriku, kamu sangat cantik” ucapnya melepaskan sentuhan bibirnya idi leherku. Nafasnya berhembus hangat menyentuh leherku dan membuatku tergelitik.
“Ah.. mmph!” sentuhannya semakin memburu dan menggelitik. Dia masih menyentuhnya di leherku kemudian dia menghisapnya dengan cukup kuat hingga meninggalkan tanda merah. Dia juga menggigitnya dengan pelan dan semakin membuatku tak bisa menahan diriku.
Sentuhan tangannya tak berhenti di pinggangku. Dia menyentuh dan menyusuri setiap jengkal tubuhku. Tangannya, sentuhan bibirnya serta semua yang ada padanya membuatku semakin menginginkannya lebih dari sebelumnya.
Ivander mulai menciumi tubuhku semakin kebawah kemudian dia menempelkan tubuhnya dan kini miliknya sudah berada di dalamku. Kemudian dia menggerakkan tubuhnya secara perlahan dan berangsur menjadi lebih cepat dan memburu. Nafasnya terengah-engah di sertai dengan gerakan intens yang semakin cepat dan dalam.
“Hngh.. mmph!” desahku. Pikiranku kosong dan hanya di penuhi dengan kenikmatan di setiap sentuhan dan gerakan tubuhnya. Ritme yang semakin cepat dan memburu membuatku semakin erat mencengkeramnya dan semakin ingin lebih membenamkan tubuhku padanya. Ivander menyentuh titik sensitif ku dengan tepat dan nikmat. Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya dan hanya dia yang sangat kuinginkan saat ini dan seterusnya.