NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Recovery

Matahari sudah naik sejak beberapa jam lalu. Mengintip dengan malu-malu dari arah timur. Semakin lama cahayanya semakin terang. Cukup terang untuk menembus tirai jendela kamar Nara. Sesekali gadis itu mengerjapkan kedua kelopak matanya. Ia masih dalam proses beradaptasi dari gulita sepanjang malam menuju terang benderang.

Meski sudah sadarkan diri, matanya masih belum bisa terbuka dengan sepenuhnya. Ia masih meraba kondisi di sekitarnya. Melemparkan pandangan ke segala sudut ruangan.

"Aku masih hidup?" gumam Nara.

Gadis itu seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Rasanya sangat mustahil jika ia masih hidup setelah mengalami serangan energi. Menurutnya hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi untuk saat ini. Yang pertama adalah ia benar-benar selamat dan masih hidup atau malah jiwanya terbangun tanpa menyadari kalau ia telah tiada. Terkadang beberapa roh perlu waktu sampai mereka menyadari kalau sejatinya mereka sudah tak lagi hidup.

Memikirkan hal itu di pagi hari seperti ini cukup membebani kepalanya. Ia sudah memaksa otaknya untuk bekerja terlalu cepat tanpa ada pemanasan sama sekali.

Nara lantas bangkit dari posisinya semula. Namun tak beranjak dari atas kasur. Ia hanya mengubah posisinya jadi duduk. Tatapannya lurus ke depan, ke arah jam dinding. Benda itu sudah menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh. Sudah hampir jam sembilan. Ia tak pernah bangun selambat ini sebelumnya.

"Apa aku sungguhan masih hidup?" gumam gadis itu lagi untuk yang kesekian kalinya.

Sepertinya ia belum benar-benar percaya kalau dirinya selamat dari kejadian bentrokan energi kemarin.

Dengan kesadaran penuh, Nara mengecek pola pernapasannya. Ia bisa merasakan hembusan serta hirupan udara dari hidungnya. Nara menyadari kalau saluran pernapasannya berfungsi dengan baik. Mahluk hidup tak akan bisa hidup tanpa bernapas.

Tapi hal itu saja tak cukup untuk membuat Nara merasa percaya. Lagi lagi ia melakukan cara lain untuk membuktikan kepada dirinya sendiri kalau ia benar masih hidup.

Kali ini Nara meraba urat nadinya. Merasakan ritme detakan jantung. Ia juga memegangi dada sebelah kirinya dan mendapati detak jantung yang normal di sana.

Seharusnya ini sudah cukup. Napas dan detak jantung. Organ paru-paru dan jantungnya berfungsi dengan baik. Sama sekali tak ada masalah. Ia juga tak merasakan hal aneh apa pun. Tapi lagi-lagi Nara masih tak cukup yakin. Ia kembali melakukan pengecekan terhadap dirinya sendiri. Namun kali ini sedikit lebih tidak masuk akal daripada pengecekan sebelumnya.

Nara sering melihat adegan di film atau sinetron. Jika seseorang ingin memastikan apa baru saja dialaminya adalah nyata atau bukan, maka orang tersebut lantas menampar atau bahkan mencubit pipinya. Jika timbul rasa sakit, maka itu nyata.

Dengan polos gadis itu mencoba langkah terakhir sebagai pembuktian. Meski terkesan konyol, namun anehnya gadis itu malah percaya.

Tanpa ada keraguan yang terbesit di dalam dirinya, ia lantas mencubit pipinya lebih dulu.

"Aww!" pekik Nara.

Gadis itu bisa merasakan sensasi sakit yang mencekit. Lalu dengan yakin, ia menampar dirinya sendiri.

'PLAK!'

"Sakit juga," gumamnya.

"Itu berarti aku tak berhalusinasi atau apa pun itu. Aku masih hidup," ucapnya dengan bahagia.

Nara merasa sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup sampai saat ini. Meski kemarin harapan hidupnya sudah sangat tipis. Nyaris tak ada lagi harapan yang tersisa.

'CEKLEK!'

Mendadak suara gerendel pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Nara dari percobaan konyol tadi. Seseorang muncul dari balik pintu dan ia adalah Baron. Pria itu membawa sebuah nampan yang berisikan mengkuk, piring, dan lengkap dengan gelas serta alat makan lainnya.

"Kau sudah bangun?" sapa pria itu dengan hangat.

"Hm, sepertinya begitu," balas Nara.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya gadis itu berselang satu detik kemudian.

"Ayo sarapan dulu, kau pasti lapar," ujar Baron.

Pria itu mendekat ke arah Nara. Kemudian meletakkan sup dan makan lainnya dengan sangat hati-hati di atas tempat tidur.

"Ibumu menyuruhku untuk mengantar makanan kemari. Dia sedang sibuk di bawah," jelas Baron sebelum gadis itu menuntut penjelasan.

Alih-alih menanggapi pernyataan Baron barusan, Nara malah salah fokus. Ia memperhatikan lengan pria itu sejak tadi. Mengeceknya berkali-kali. Memastikan jika ia tam salah lihat.

"Kemana belas lukamu?" tanya Nara.

Raut wajahnya mendadak berubah jadi serius.

"Oh, ini," balas Baron sambil menunjuk posisi lukanya semula.

"Sebenarnya aku ingin memberitahu ini padamu kemarin. Tapi saat ku hampiri, kau sudah pingsan. Jadi ku urungkan niatku," jelas pria itu dengan panjang lebar.

"Sepertinya karena bentrokan energi," timpal Nara.

"Kau benar," balas pria itu.

Semua orang juga tahu kalau tubuh Nara tak sekuat itu. Energinya mudah berbentrok dengan energi lain.

"Kau tahu? Kemarin saat rubah itu sekarat aku sengaja membakar jimat di atas tubuhnya. Kemudian jasad rubah itu menghilang seiringan dengan jimatnya. Begitu juga dengan luka ini," jelas pria itu kemudian.

"Jadi maksudmu lukamu hilang begitu saja bersamaan dengan rubah dan jimatnya?" tanya Nara untuk memastikan.

Pria itu mengangguk semangat untuk mengiyakan perkataan Nara.

"Lalu bagaimana dengan hiena nya?" tanya gadis itu lagi.

"Ku lakukan hal yang sama juga. Membakarnya dengan jimat," ungkap Baron.

"Kita harus menuntaskan mereka tanpa sisa sedikit pun," sambungnya.

Percakapan mereka diberi jeda sejenak. Keduanya sama-sama diam membisu. Nara sedang sibuk dengan isi kepalanya. Mendadak ada banyak kejanggalan yang ia temukan dari cerita pria itu tadi. Sementara Baron sibuk memperhatikan Nara yang sedang berpikir.

"Tapi anehnya kenapa lukamu tak menghilang juga?" tanya Baron.

"Bukankah luka ini berasa dari sumber yang sama?" tanya nya lagi.

"Nah, itu dia yang ingin ku tanyakan tadi!" celetuk Nara tiba-tiba.

"Kalau ditanya kenapa, sebenarnya aku juga tidak tau apa alasan pastinya," ujar gadis itu.

"Sudah lah, nanti akan kita bersihkan dan rawat lukamu kalau begitu," ungkap Baron.

"Sekarang mari makan!" ucap pria itu lalu menyodorkan sesuap nasi.

"Tak perlu!" tolak Nara dengan sigap.

Baron mengerutkan dahinya lalu berkata, "Kau tak perlu makan?"

"Bukan begitu," balas Nara dengan cepat.

"Aku tak mau merepotkanmu. Aku bisa makan sendiri," kata Nara.

Gadis itu kemudian beralih mengambil sendoknya, namun dengan cepat Baron mencegahnya. Ia merebut sendok tersebut secara tiba-tiba dari tangan Nara.

"Aku sama sekali tidak merasa keberatan, walau pun kau bisa makan sendiri," jelas Baron.

"Sudah lah jangan banyak alasan lagi. Sekarang buka mulutmu!" perintah pria itu.

"Ku mohon jangan perlakukan aku seperti anak-anak," pinta Nara.

Kali ini ia benar-benar memohon. Ia tak mau mencoreng harga dirinya sendiri di depan pria itu.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!