Isya sadarkan diri dalam kondisi amnesia setelah mengalami kecelakaan ketika studi wisata. Amnesia itu membuat Isya lupa akan segala hal yang berkaitan dengan dirinya, bahkan banyak yang menilai jika kepribadiannya pun berubah. Hari demi hari ia jalani tanpa ingatan yang tersisa. Hingga pada suatu ketika Isya bertemu dengan beberapa orang yang merasa mengenalinya namun dengan identitas yang berbeda. Dan pada suatu hari ingatannya telah pulih.
Apa yang terjadi setelah Isya mendapatkan ingatannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanza Hann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
030 : Gali Informasi Sedalam Mungkin
Di jam istirahat, Isya makan siang bersama dengan Quin. "Di mana Naila?" tanya Isya yang dari tadi belum melihat sahabatnya satu ini.
Quin nampaknya tahu dan menjawab pertanyaan Isya. "Oh, tadi Naila pergi mengumpulkan buku tugas di ruang guru bersama anak baru itu. Siapa sih namanya aku lupa?"
"Bella maksudmu?"
Quin mengiyakan tebakan Isya dengan anggukan sembari menyeruput kuah sup di sendoknya, "Slurp... yap, benar itu dia!"
Setelah mengetahui ke mana Naila pergi, Isya manggut-manggut paham. Meski pergi ke kantin, nafsu makannya sedang tidak baik. Terlihat dirinya hanya sekedar mengetuk-ngetuk sendok di piring makan. Isi pikirannya entah pergi ke mana, sehingga ia tidak fokus dengan apa yang sedang dilakukannya sekarang.
Melihat Isya yang nampak linglung, Quin pun bertanya. "Ada apa denganmu? Kenapa tidak makan?"
"Ah, itu... aku sedang tidak nafsu makan!" Isya meletakkan sendok yang sebelumnya digunakan untuk mengacak-acak menu makan siang tanpa ia makan.
"Apa karena tidak suka dengan lauknya?" tebak Quin.
"Bukan itu! Hanya saja..." seketika Isya teringat dengan kotak hitam misterius pemberian Quin kemarin. Ia pun menggebrak meja saat hal itu mendadak terlintas di kepala.
Brakk
"Oh ya Quin, kotak misteriusnya!"
Gebrakan meja itu membuat Quin kaget. "Aish... bikin kaget aja sih! Memangnya ada apa dengan kotak itu? Apa kamu sudah membukanya?" Quin jadi penasaran. Ia antusias memasang sikap sedia untuk mendengarkan jawaban Isya.
"Iya, semalam aku sudah membukanya." jawab Isya yang membuat rasa penasaran Quin kian meledak-ledak. "Apa isinya?"
Isya menyebutkan satu persatu benda yang ia dapat dari dalam kotak. "Ada cokelat, lukisan wajahku, dan juga sebuah surat dengan inisial nama JH."
"Inisial nama JH? Lukisan wajah?" sepertinya Quin teringat akan sesuatu. "Eumm..."
"Dari benda-benda itu, apa kamu tahu siapa orang yang mungkin mengirimnya?" kini jadi Isya yang penasaran setelah melihat reaksi Quin seolah tahu..
Akan tetapi, Quin menjawab, "Entahlah... aku nggak tahu!"
Isya jadi kecewa mendengar jawaban dari Quin. "Yah, kirain kamu tahu!"
"Hehe... nggak!" ucap Quin sambil terkekeh. Entah kenapa sikap Quin jadi agak canggung selepas itu. Bola matanya bergerak tak karuan seperti sedang cemas. Jika, memang dia tidak tahu seharusnya hal itu tidak mempengaruhinya untuk bersikap aneh seperti ini. Quin tersenyum pun sepertinya itu senyum palsu.
"Apakah ada sesuatu yang Quin sembunyikan?" batin Isya. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing, sehingga situasi di antara mereka berdua jadi hening.
"Kita lanjut makan aja yuk!" ajak Quin untuk memecah keheningan.
"Aku sudah tidak ingin makan! Lanjutin saja makanmu! Aku masih akan di sini menunggu!" jawab Isya.
"O-oke!" Quin menghabiskan jatah makan siang yang tersisa, seolah tidak hal yang mengganggunya untuk lanjut makan.
***
Selesai mengumpulkan buku tugas ke ruang guru, Naila mengajak Bella untuk makan siang bersama. "Bel, kita makan siang dulu yuk di kantin!"
Bella menerima ajakan Naila. "Wah, boleh juga tuh. Kebetulan aku sudah lapar dan juga aku di sini belum memiliki teman akrab. Jadi, kalau mau kemana-mana masih canggung." jelas Bella.
Naila dengan senang hati menganggap Bella sudah seperti teman akrabnya. "Nggak usah khawatir, kan masih ada aku dan kedua temanku! Aku, Isya, dan Quin pasti mau kok jadi teman baikmu." ujar Naila menawarkan diri. Ia sama sekali tidak ada pemikiran buruk mengenai Bella dengan sikap penuh kepolosannya. Padahal Bella hanya berakting untuk dapat lebih dekat dengan sahabat baik Isya.
Dari kedua sahabat baik Isya, Naila lah yang paling mudah untuk ditaklukkan karena dia terlalu lugu dan polos. Berbeda dengan Quin yang menurut pengamatan Bella dia akan lebih sulit dipengaruhi. Melihat ada celah untuk bertanya, Bella mulai berbasa-basi menanyakan tentang Isya. "Oh iya, ngomong-ngomong Isya itu siapa? Sepertinya dia sangat berpengaruh di sekolah ini ya?"
"Aaa... Isya. Kenapa kamu tiba-tiba menanyakannya?" Naila jadi penasaran apa maksud dari pertanyaan Bella.
Bella mulai cemas. Ia harus mencari alasan sebagus mungkin agar Naila tidak curiga. "Bukan apa-apa kok, hanya penasaran saja! Hehe..."
"Oke akan aku jelaskan!" Naila siap menjelaskan, namun ia nampak bingung harus mulai darimana. Kemudian, sebuah ide terlintas di kepalanya. "Eum... bagaimana kamu tanya apa yang ingin kamu tahu dan aku akan menjawabnya. Soalnya aku sendiri bingung harus menjelaskan tentang Isya dari mana. Kalau dijelaskan semuanya pasti akan panjang lebar!"
Bella harus menggali sebanyak mungkin informasi tentang Isya mumpung ada informan yang bersedia memberitahu. Bella berencana menanyakan hal mulai dari yang paling dasar, seperti halnya keluarga. "Keluarga Isya itu seperti apa?"
"Isya itu berasal dari Keluarga Olivia yang terkenal kaya raya di kota ini. Ayahnya adalah pemilik tambang emas yang masuk ke dalam 5 besar tambang emas terbesar di Indonesia. Selain tambang emas, Pak Zain juga memiliki perkebunan zaitun yang sangat luas. Sementara ibunya adalah seorang desainer papan atas." jelas Naila di pertanyaan pertama.
"Wah, ternyata dia kaya juga ya!" batin Bella. Sekarang waktunya lanjut ke pertanyaan kedua. Pertanyaan ini pun jawabannya akan sangat mempengaruhi pemikirannya. "Apa Isya memiliki saudara atau kembaran?"
"Nggak! Dia adalah putri tunggal di Keluarga Olivia."
"Benarkah?" Bella nampak tidak percaya mendengarnya.
Naila mengangguk mantap. Ia mulai merasa ada keanehan dari pertanyaan yang Bella berikan. Kenapa siswi baru ini begitu tertarik untuk tahu lebih banyak tentang Isya?
"Memangnya ada apa?" tanya Naila curiga.
"Ah, nggak ada apa-apa. Hanya saja sepertinya aku pernah bertemu dengan gadis yang mirip dengan Isya di suatu tempat." Bella mengelak.
"Benarkah? Di mana?" sekarang berbalik jadi Naila yang penasaran.
Bella menyebut nama tempat yang mungkin akan memancing informasi penting lainnya dari Naila, "Di Bandung."
Benar saja, Naila terpancing dalam perkataan Bella. Ia spontan memberitahu apa yang belum lama ini terjadi pada Isya di kota Bandung. "Ah iya, belum lama ini Isya mengalami kecelakaan saat studi wisata di Bandung yang membuatnya jadi amnesia."
Akhirnya Bella mendapat informasi penting. Mungkin saja jika dihubungkan ada kaitannya dengan kecurigaan Bella saat ini. "Benarkah? Kapan kecelakaan itu terjadi?"
Naila mencoba mengingat kembali. "Kalau tidak salah itu terjadi sekitar awal bulan Juni lalu."
Bella terkejut setelah mendengarnya. Apakah ini hanya kebetulan, di mana waktu kecelakaan Isya sama dengan waktu Ella ditemukan tewas bunuh diri? Mungkin terdapat kepingan peristiwa yang sampai sekarang masih tersimpan sebagai misteri. Tentu saja Bella harus mencari tahu kepingan peristiwa itu untuk membuktikan kecurigaannya apakah memang benar atau sekedar naluri curiga belaka.
Mendadak Bella memberitahu Naila bahwa dia tidak bisa pergi ke kantin bersama. "Naila, aku mau ke toilet dulu ya. Kamu duluan saja, nanti aku nyusul!"
"Oh, oke!"
Bella langsung pergi, namun ia tidak menuju ke arah toilet. Sebenarnya tadi itu hanyalah alasan agar ia bisa pergi ke suatu tempat untuk menghubungi seseorang.
Naila yang mengamatinya jadi kebingungan. "Kenapa dia pergi ke sana? Padahal toiletnya kan ada di sebelah sini!"
-One Step Closer-