Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.
"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.
"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.
Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.
Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab
Meskipun di ancam seperti itu, Ayra tetap tak beranjak dari tempatnya. Dia merasa sedang bermimpi. Dan dua petugas keamanan yang baru masuk ke ruangan Brama, membangunkan mimpi buruknya.
"Lepaskan! Om! Aku istri keponakan Om! Aku juga keponakan Om. Kenapa Om melakukan ini sama aku? Wanita itu yang seharusnya diusir dari tempat ini." Teriak Ayra tak terima.
Salah satu petugas keamanan menutup pintu ruangan. Brama dan Dara tak lagi mendengar lagi teriakan Ayra.
"Sudah puas?" Tanya Brama seraya menarik kursi Dara mendekat.
Brama saat ini sedang memandangi Dara dan berharap akan segera mendapat hadiah dari sang istri.
Akan tetapi, Dara justru melamun. Perbuatan Brama sangat keterlaluan pada Ayra. Ayra pasti sangat malu karena diseret keluar seperti itu.
Dara menggeleng pelan untuk mengenyahkan perasaan iba.
Tidak! Dara bahkan harus menyerahkan mahkotanya pada Brama karena perbuatan Ayra, juga kehilangan nama keluarganya. Hanya di usir dari Pranaja Group saja belum cukup untuk meredam kecewa dan amarah Dara kepada Ayra.
"Terima kasih...," Ujar Dara setelah beberapa lama.
"Pekerjaan kita sudah selesai. Kamu tidak boleh kelelahan disini." Ucap Brama.
"Selesai?" Tanya Dara.
"Iya. Pekerjaan kita hari ini hanya meluruskan segalanya." Jawab Brama final.
Benar. Brama datang ke kantor hari ini hanya untuk bicara dengan Aldo. Brama tak ingin membawa-bawa orang tuanya dalam masalah itu.
Setidaknya, Aldo tak boleh membenci kakek dan nenek sendiri jika dia tahu bahwa mereka ikut andil dalam menyembunyikan pernikahan Brama dan Dara, maupun fakta yang sebenarnya.
Kedatangan Ayra merupakan suatu keberuntungan bagi Brama. Apalagi, Ayra justru melakukan kesalahan yang dapat digunakan Brama untuk mengusirnya di hadapan Dara.
"Kamu harus membayar aku karena sudah membalaskan dendam kamu." Ucap Brama.
Dara membuntuti Brama yang berjalan lambat untuk menanti dirinya.
"Aku tidak dendam sama siapa pun! Dan aku tidak pernah meminta kamu untuk mempermalukan Ayra!" Ucap Dara.
Brama tak memperdulikan alasan Dara. Dia menyeret istrinya hingga kembali ke rumah, mengabaikan Astrid yang ingin berbincang dengan Dara, dan mengusir semua pelayan yang hendak melayani istrinya.
Setelah membersihkan diri, Brama duduk manis di sofa.
"Hadiah, sekarang!" Ucap Brama tak sabar mencumbu istrinya setelah diabaikan semalam.
"Nanti..." Ucap Dara yang melihat dari mata sang suami yang telah berkabut gairah sejak di kantor, Dara sadar jika Brama hanya mencari-cari alasan agar Dara mau melayaninya.
"Aku akan belikan kamu sesuatu yang lain sebagai hadiah." Lanjut Dara.
Dara masih enggan di sentuh Brama. Setiap kali ingin melakukannya, Dara jadi membayangkan beberapa wanita yang duduk di kanan, kiri, dan di pangkuan Brama. Kepalanya menjadi sakit, bersamaan dengan dadanya yang bergemuruh hebat.
"Aku bisa membeli apapun yang aku mau. Kemarilah! Hanya ada satu hal yang dapat kamu hadiahkan untuk aku." Ucap Brama seraya menepuk pahanya.
Dara berbalik dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa menjawab perintah Brama. Suaminya itu segera membuntuti karena mengira jika Dara sengaja ingin merayunya di dalam sana. Namun, dia tak dapat membuka pintu kamar mandi.
"Dara Pranaja! Buka pintunya!" Teriak Brama.
Setengah jam berlalu, Dara belum keluar dari kamar mandi. Brama mondar-mandir menanti dan sesekali mengetuk pintu dengan kencang.
Dara pasti masih marah karena pernyataannya tentang wanita kemarin. Brama senang karena mengira bahwa Dara sedang cemburu. Namun, bukan berarti Dara seenaknya mengabaikan dan menolak untuk melayaninya.
Brama menjatuhkan badan di kasur. Selang beberapa menit, Dara keluar dengan memutar kenop pintu perlahan agar tak menimbulkan suara.
Ketika melihat Brama memejamkan mata, Dara bernapas lega dan langsung mengganti bajunya. Baru membuka jubah mandi, Brama telah berdiri di belakangnya, memeluk Dara dari belakang, dan memberikan ci*man lembab di leher Dara.
"Lepas! Aku tidak mau terkena penyakit!"pekik Dara kelepasan bicara.
"Apa kamu bilang?" Tanya Brama seraya menahan gerakannya.
"Kamu sudah melakukan itu dengan selusin wanita, bisa jadi kamu itu sudah terkena penyakit saat berganti-ganti pasangan!" Ucap Dara kesal.
Gemas dengan kerutan di bibir Dara yang terpantul pada cermin, Brama mengangkat badan Dara dari belakang.
"Turunkan aku!" Ucap Dara meronta-ronta dan memekik.
"Aku mau hadiah aku sekarang! Cepat!" Titah Brama dengan suara berat dan tak bisa di bantah.
Kedua tangan Brama mencengkeram pinggang Dara dan membimbingnya untuk bergerak. Tak sampai satu menit, desahan manja lolos dari bibir Dara. Brama tersenyum penuh kemenangan.
Brama memeluk Dara yang bergerak tak beraturan di atasnya, kemudian berbisik.
"Aku cuma berbohong agar bisa melihat reaksi kamu, dan ternyata kamu cemburu." Ucap Brama.
Tentu saja, Brama Pranaja tak akan pernah mengatakan kesalahan yang telah dia lakukan karena berlagak berpengalaman dengan para wanita.
"Ah...benarkah....?" Ucap Dara sudah tak dapat berpikir lagi. Yang dia rasakan hanya kenikmatan yang Brama berikan.
Suara Dara begitu menggoda. Brama tak tahan lagi dan segera membalik Dara di bawah Kungkungannya.
"Ya, hanya kamu satu-satunya. Tidak ada wanita yang secantik Kamu dan senikmat kamu, Istriku." Ucap Brama memejamkan mata seraya mengerang selagi menjatuhkan tubuh mereka dalam kehangatan yang menggairahkan.
Dara tersenyum singkat. Hatinya kembali berbunga-bunga. Dia sepertinya sangat suka disanjung oleh sang suami hingga melupakan apa yang membuat dirinya marah sebelumnya.
Suasana di kamar itu kian memanas setelah Dara menepis pikiran tentang lusinan wanita yang ada di sekitar Brama.
Hampir sama dengan mereka, sepasang suami istri di kamar dan kediaman lain pun juga sedang merasakan panas di dadanya.
Ayra baru saja pulang dan menemukan Aldo sedang memeluk foto Dara dalam bingkai yang cukup besar. Bekas air mata terlihat mengeringkan di pipi Aldo.
Ayra tak terima melihatnya! Dia lantas menarik pigura itu dan melempar ke lantai hingga kacanya pecah berkeping-keping.
Aldo sontak terbangun.
"Apa yang kamu lakukan?" Pekik Aldo gegas berlutut di lantai sambil mengusap lembut foto Dara, seakan wanita di dalam gambar itu hidup dan kesakitan karena ulah Ayra.
Ayra tak tahan lagi melihat kelakuan suaminya.
"Sudah cukup, Aldo Meyson! Kenapa kamu menangisi Dara lagi? Hargai aku sebagai istri kamu! Aku juga bisa sakit hati melihat kamu sepertinya masih mengharapkan Dara!" Ucap Ayra yang kini sudah menangis.
Aldo memasukkan pecahan kaca di laci nakas. Dia pun tak ingin membuang kaca-kaca itu karena mengingat bahwa Dara yang membelikannya.
"Jangan semana menyentuh barang-barang aku, dan kamu pasti masih ingat, pernikahan kita hanya pernikahan bisnis. Lain halnya jika aku menikah dengan Dara karena kami saling mencintai." Ucap Aldo lirih.
Ayra menggeleng-geleng tak percaya. Butiran air kini terus mengalir dari pelupuk matanya.
"Apa kamu belum tahu? Wanita murahan itu akan menikah dengan Om Brama!" Pekik Ayra. Dia tak dapat lagi menyembunyikan rasa marah dan kecewa.
Aldo berdiri dan berhadapan dengan Ayra.
"Jaga bicara kamu! Jangan hina Dara di depan aku!" Ucap Aldo geram.
"Sadar, Aldo! Aku istri kamu! Apa kamu sudah lupa dengan perbuatan Dara dengan pria lain sebelum kalian menikah? Dia itu sudah mengkhianati kamu, Aldo! Buka mata kamu?" Ucap Ayra panjang lebar.
Aldo membuang napas kasar. Dia tak ingin bertengkar dengan Ayra karena merasa tak ada gunanya.
Sejak awal, Aldo sudah mengatakan pada Ayra bahwa dirinya telah menganggap Ayra hanya sebagai adiknya, karena Ayra adalah adik tiri dari wanita yang dia cintai. Agaknya, Ayra terlalu terhanyut oleh pernikahan yang tak memiliki masa depan ini.
"Dara tidak pernah mengkhianati aku. Akulah yang sudah mengkhianati Dara dengan memutuskan hubungan kami. Aku seharusnya mendengarkan semua penjelasan Dara lebih dulu sebelum mengambil keputusan." Ucap Aldo
"Jangan mengatakan masalah ini lagi di depan semua orang." Ucap Aldo lagi yang menatap Ayra secara intens.
Sebelum Aldo berbalik, Ayra memeluk lengannya.
"Dara pasti sudah mengatakan kebohongan sama kamu! Aku yakin itu!" Ujar Ayra.
"Tidak!" Ucap Aldo menepis tangan Ayra dari lengannya.
"Dara memang masuk ke kamar hotel sesuai dalam foto itu. Tapi, dia tidak melakukan apapun dengan pria itu di sana." Lanjut Aldo.
Ayra tercengang oleh kebodohan suaminya. Tak mungkin sekarang pria dan wanita masuk ke kamar hotel tanpa melakukan apapun. Apalagi, Dara saat itu dalam keadaan mabuk berat.
"Aku lihat sendiri saat Dara bermesraan dengan pria itu sebelum mereka naik ke kamar!" Pekik Ayra.
Aldo yakin bahwa Ayra sedang berbohong. Dia lebih mempercayai ucapan Omnya dari pada Ayra yang tak begitu dikenalnya secara pribadi.
"Lalu, kenapa kamu membiarkan Dara masuk ke sana dengan pria itu? Apa kamu sengaja meninggalkan Dara?" Tanya Aldo dengan tatapan mencurigakan.
Jasmine mungkin benar, wanita yang kini menyandang status sebagai istrinya benar-benar wanita bermasalah.
"Apa tujuan kamu yang sebenarnya, Ayra Fauza?" Tanya Aldo lagi.
"Aku tidak punya tujuan apapun!" Ucap Ayra menangis, seperti biasanya Aldo merasa serba salah dibuatnya. Ayra tahu, Aldo paling tidak bisa melihat wanita menangis.
"Aku hanya tidak mau menyinggung perasaan kak Dara waktu itu. Aku pikir, dia cuma mau mengobrol dengan pria lain sebelum menikah sama kamu." Lanjut Ayra.
"Kamu salah besar. Pria yang bersama Dara di kamar itu adalah Om Brama. Mereka tidak melakukan apapun." Ucap Aldo.
Mata Ayra melebar. Itu tidak mungkin! Bukankah temannya yang -
Ayra baru ingat jika teman prianya berkata bahwa dirinya dipukuli seseorang malam itu. Orang itu ternyata Brama Pranaja!
"Sial! Kenapa wanita murahan itu beruntung sekali? Tapi, tunggu dulu..." Batin Ayra yang tiba-tiba memikirkan sesuatu.
"Kita sudah ditipu sama mereka, Aldo! Coba kamu pikir, kenapa Om Brama tiba-tiba mau menikahi Kak Dara? Mereka bisa saja sudah menjalin asmara di belakang kamu." Ucap Ayra penuh keyakinan.
"Jangan kamu sembarangan menuduh Om aku! Dia bukan orang serendah itu, yang sembarangan berhubungan dengan wanita tanpa menyelidiki latar belakangnya. Nenek juga tidak akan membiarkan mereka menikah jika yang kamu katakan benar." Ucap Aldo.
"Om Brama dan Kak Dara bisa saja menyembunyikan itu dari nenek." Ucap Ayra.
Aldo membuang napas kasar.
"Sudah cukup! Aku mau pergi dulu, ada pekerjaan penting." Ucap Aldo sembari meninggalkan Ayra.
"Kamu mau meninggalkan aku lagi?" Tanya Ayra.
Aldo tak menjawab, kemudian berlalu pergi. Dia tak mau mendengar lagi tuduhan Ayra pada keluarganya. Kepala dan hatinya terasa sakit dan ingin mencari udara segar di luar.
***
(Presiden Direktur Pranaja Group, Brama Pranaja, telah mengumumkan pernikahannya! Siapakah wanita yang beruntung mendapatkan hati pria terkaya itu?)
Suara pembawa berita di TV membuat Dara berdebar-debar. Wanita beruntung katanya? Benarkah itu?
"Kenapa Brama tidak menyebut nama aku?" Gumam Dara.
Ucapan kecil Dara itu terdengar pada pengeras suara di tablet Brama Pranaja. Di setiap sudut kediaman Pranaja, Brama menaruh kamera pengawas yang tak dapat terlihat oleh siapa pun. Dia ingin tahu aktivitas Dara sehari-hari tanpa dirinya.
Karena ingin berbulan madu sebulan penuh bersama Dara, Brama perlu menyelesaikan beberapa pekerjaan penting sebelumnya. Acara pesta pernikahan mereka pun sudah mulai dekat. Brama mengurus semua sendirian agar pernikahannya berlangsung sempurna.
Oleh sebab itu, waktu Brama bertemu dengan Dara pun jadi lebih singkat. Ketika dia pulang ke rumah, Dara sudah tertidur pulas.
Dengan badan yang lelah karena aktivitas padatnya, Brama jadi kekurangan belaian sang istri. Dia jadi sering mengamuk tak jelas di kantor karena menginginkan segala sesuatunya berakhir lebih cepat dan sempurna.
(Udah Deket nii pernikahan Brama dan Dara. Gaskanlah, biar si Ayra tambah iri. See you next part...)
Bersambung 😊...