Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30
Vi menggendong Ardini ke kamar mandi, dan langsung menurunkan Ardini ke dalam bathtub. Seketika tubuh Ardini terasa tenang saat kulit tubuhnya merasakan hangatnya air yang merendam seluruh tubuhnya.
“Air hangat akan membuatmu rileks, dan mengurangi rasa sakit yang da di bawah sana,” ucap Vi.
“Terima kasih, Mas,” jawab Ardini.
“Berendamlah, sepuluh sampai lima belas menit, dan segeralah keluar, aku akan menunggumu di ruang keluarga sebelum kita sarapan, karena ada pekerjaan yang harus aku kerjakan sekarang,” ucap Vi sambil mengusap kepala Ardini.
“Memang hari ini Mas gak ke kantor lagi?” tanya Ardini.
“Tidak, aku belum ingin ke kantor. Hari ini aku ingin denganmu lagi seharian, sebelum Bi Siti pulang,” ucap Vi, lalu meninggalkan kecupan di kening Ardini. “Aku keluar, ya?” pamit Vi, dan langsung meninggalkan Ardini, membiarkan sang istri merelaksasi seluruh tubuhnya.
Ardini menatap sendu puggung Vi yang kini hilang setelah keluar dari kamar mandi. “Kenapa kamu sebaik ini dengan aku, Mas? Apa aku bisa menghadapi hal selanjutnya yang akan terjadi?” batin Ardini.
Ardini memejamkan matanya, menikmati hangatnya air dan aroma terapi yang disuguhkan. Kedua sudut bibir Ardini tertarik, membuat sebuah senyuman saat bayangannya kembali ke adegan panas semalam bersama suaminya. Hanya membayangkan bagaimana seksinya Vi saat mengusai tubuhnnya, sudah membuat Ardini merinding sendiri, menambah kinerja jantung Ardini.
Ardini mengenyahkan pikirannya yang sudah mulai diisi degan adegan plus-plus. Ardini bergegas membersihkan seluruh tubuhnya dengan benar, agar pikiranya tidak menjalar ke mana-mana. Setelah membersihkan diri, Ardini langsung melilitkan handuk pada tubuhnya, dan juga pada kepalasnya. Betepa terkejutnya saat Ardini berdiri di depan cermin, ia menatap pantulan tubuhnya di cermin dengan mata membulat sempurna.
“Kenapa bisa sampai seperti ini?” Tangan Ardini menyentuh jejak merah yang begitu banyak di bagian leher dan dada, hingga tidak bisa dihitung. “Aku jadi seperti korban vampir saja?”
Ardini menggigit bibir bawahnya, lagi-lagi pikiran Ardini kembali ke adegan panas semalam. Hal indah yang baru saja Ardini rasakan membuat Ardini terus tersenyum sendiri saat mengingatnya, karena sebelumnya Vi melakukan tanpa kesadaran, tanpa kelembutan, karena Vi menyangka dirinya adalah Sirta. Semalam Vi benar-benar membawa dirinya ke awang-awang. Mulutnya tak henti mengagumi dirinya, memujinya, menyebut namanya setiap mendesah menikmati permainan semalam. Vi begitu lembut menyentuhnya semalam.
“Apa aku salah, aku mencintai Vi? Apa aku salah melakukan ini, menikmati setiap sentuhan Vi yang membuatku dimabuk kepayang? Bagaimana kalau Mbak Sirta tahu semua ini, apa aku dan Vi akan terus bersama?” Ardini berpikir sejenak tentang masa depannya nanti bagaimana. Pasalnya dia hanya istri kedua, bahkan bisa dikatakan istri simpanan, karena hanya Vi, Alex, Bi Siti, Eyang, dan adiknya saja yang tahu.
Ardini keluar dari kamar mandi, bergegas mengambil baju, memakainya, dan membuang pikiran yang tadi, karena semua belum terjadi. Ardini tidak mau pikiran itu mengganggu dirinya dan bayi dalam kandungannya. Biarlah Ardini jalani apa yang terjadi sekarang, untuk esok yang belum terjadi Ardini pasrahkan pada Tuhan.
“Jaga hati dan mental kamu sendiri, Ardini! Kamu harus baik-baik saja, jangan memikirkan hal yang belum terjadi, ini demi anakmu, dan percayalah cinta Vi padamu bukan hanya omong kosong semata. Dia mencintaimu dengan segenap hatinya, Ardini. Ayo, kau harus menjalani kenyataan ini dengan sebaik-baiknya!” ucap Ardini menyemangati dirinya sendiri.
Setelah selesai menggunakan pakaian lengkap, menata rambutnya yang sengaja ia geraikan, Ardini langsung keluar dari kamarnya untuk menghampiri Vi di ruang keluarga. Ia melihat Vi sedang sibuk dengan laptopnya. Hampir seminggu Vi tidak ke kantor, ia bekerja dari rumah, kadang Alex yang datang ke rumah untuk memberikan dokumen yang membutuhkan tanda tangan Vi.
“Mas ....”
“Eh ya, Adin. Ke sini, temani aku sebentar,” jawab Vi dengan menolah ke arah Ardini, ia melihat sosok sang istri yang sudah nampak cantik dengan dress berwarna abu-abu muda, motif bunga, yang Vi belikan. Begitu cocok dipakai Ardini. Rambut panjang dan lurus tergerai sempurna dan indah, masih tampak lembab.
“Sempurna, cantik kali,” gumam Vi memuji Ardini.
Ardini menghampiri Vi dengan langkah kecilnya, ia berjalan pelan karena masih merasakan sakit di bagian bawahnya itu. Padahal semalam hanya melakukan sekali saja, tapi rasanya milik Vi masih mengganjal bersaran di dalam miliknya. Pantas saat pertama dengan Vi Ardini malamnya demam, akan tetapi dia tetap pergi bekerja meskipun demam dan bagian bawahnya sakit sekali saat itu.
Melihat Ardini kesusahan berjalan, Vi langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu Vi langusng menggendong Ardini untuk menuju ke meja makan, dan meninggalkan pekerjaannya sementara.
“Mas ... aku bisa jalan sendiri,” ucap Ardini.
“Aku tahu, tapi akan lebih cepat kalau aku menggendong kamu, Sayang,” ucap Vi lalu mengecup kening Ardini yang sedang digendongnya.
Blussshhh ...
Wajah Ardini sontak memerah diperlakukan Vi seperti itu. Bagaimana Ardini tidak jatuh cinta pada suaminya itu? Suaminya memperlakukan dirinya seperti seorang ratu.
“Ratu? Ingat Ardini, kamu ini selir hatinya! Jangan berharap lebih, cintai Vi sewajarnya, nikmati saja momen spesial ini, sebelum semuanya mengetahui,” batin Ardini.
Vi mendudukkan Ardini di kursi, lalu menyiapkan sarapan untuk Ardini, mengambilkan masakannya yang ia masak tadi.
“Aku hanya memasak ini, Adin,” ucap Vi sambil mengambilkan makanan untuk Ardini. Vi memasak telur dadar, tempe-tahu goreng, dan cah kangkung. Beruntung di kulkas sudah lengkap bahan-bahannya, Vi tingga memasak saja sesuai apa yang ia lihat di aplikasi youtube.
“Aku hanya bisa memasak ini, Adini. Hanya makanan ini yang paling mudah untuk aku ikuti tutorialnya,” ucap Vi.
Ardini tersenyum ke arah Vi. Tidak menyangka Vi bisa memasak seperti itu, dan hasilnya bagus, tidak ada gosong sama sekali pada telur dadarnya dan tempe-tahu gorengnya.
“Mas bisa memasak?” tanya Ardini.
“Ini pertama kalinya aku memasak, Adin. Dan ini untuk kamu,” jawab Vi.
“Benarkah?” tanya Ardini tidak percaya, dengan melihat masakan sederhana yang membuat Ardini sangat terkesan, karena itu begitu spesial bagi Ardini.
“Apa kamu tidak percaya?” tanya Vi serius, sambil membalas tatapan mata Ardini.
Dari sorot mata Vi, Ardini dapat melihat kejujuran dari ucapan Vi barusan. “Saya jadi merasa sangat beruntung, karena mendapatkan sesuatu yang sangat spesial di pagi ini. Terima kasih, Mas,” ucap Ardini.
Vi langsung membungkuk menyodorkan pipinya di depan wajah Ardini, sambil jari telunjuknya menyentuh pipinya sendiri.
“Mas kenapa?” tanya Ardini yang tidak paham dengan tingkah laku Vi yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah Ardini.
“Berterima kasihlah dengan cara yang benar, Sayang,” ucap Vi.
“Maksud, Mas?” tanya Ardini dengan wajah bingung, yang membuat Vi kembali menatap Ardini.
“Berikan kecupan saat kamu berterima kasih denganku, Adin,” ucap Vi dengan menunjuk pipinya lagi, agar Ardini mendaratkan kecupannya di sana. “Ayo cepat, Ardini,” pinta Vi kembali, dan semakin mendekatkan wajahnya.
“Apa aku boleh terhanyut dengan momen manis seperti ini?” batin Ardini.
Kedua mata Ardini menatap sendu Vi, tidak igin Vi menunggu lama, Ardini pun langsung memajukan wajahnya untuk segera mendaratkan kecupan di pipi Vi.
Cup ...