Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S2 ( Bab 33 )
Pagi hari, Alfath sudah berada di depan kantor Kims fashion. Semalam, puluhan atau mungkin ratusan kali dia coba menelepon Kimmy, namun tidak diangkat. Demikian pun dengan pesan yang dia kirim, tak ada satupun yang dibalas.
"Maaf, Pak, Bu Kimmy sedang tidak ada di tempat," ujar salah satu pegawai Kims Fashion. Sebenarnya Alfath sudah bisa menduga karena tidak ada mobil Kimmy di depan kantor, tapi tak ada salahnya bertanya, siapa tahu wanita itu sedang tak bawa mobil.
"Bisa minta alamatnya?"
"Maaf sekali, kami tak berani memberikan alamat beliau."
Alfath tak bisa memaksa, memang rata-rata seperti itu prosedur bekerja, dilarang memberikan informasi pribadi setiap staf, apalagi bos mereka. Tiba-tiba dia terfikirkan seseorang, Sinta.
"Bisa saya bertemu dengan Bu Sinta?"
"Bu Sinta juga tidak ada di kantor, beliau memang tak setiap hari di sini," sahut wanita itu sopan.
Alfath membuang nafas berat, ternyata tidak mudah, tapi dia tak mau menyerah. 7 tahun sudah sangat cukup untuk menunggu, sekarang, dia tak akan menyerah untuk mendapatkan Kimmy.
Alfath meninggalkan kantor Kims Fashion dengan perasaan hampa. Hari ini, dia sudah membatalkan meeting dengan klien demi menyelesaikan masalah dengan Kimmy, rasanya sia-sia saja jika hari ini tak ada hasil sama sekali. Dia melajukan mobilnya tak tentu arah, berharap tiba-tiba bertemu Kimmy, meski rasanya sangat mustahil. Dia menepikan mobil lalu berhenti saat mengingat sesuatu, nomor telepon Sinta. Ya, dia punya nomor wanita itu, bisa-bisanya dia lupa.
Panggilan pertama, langsung dijawab oleh Sinta.
"Boleh saya tahu alamat Kimmy?" tanya Alfath langsung. Yang di seberang sana, mungkin masih bingung atau apa, sehingga hanya diam. "Maaf, maaf. Selamat pagi, Bu Sinta," dia mengulang dari awal. "Saya Pak Alfath."
"Selamat pagi, Pak. A_"
"Bisa saya tahu alamat Kimmy?" Saking tak sabarnya, dia lagi-lagi lupa sopan santun, memotong begitu saja ucapan Sinta.
"Maaf, bukannya anda tahu nomor telepon Kim, kenapa tidak bertanya langsung padanya?"
Ya, Alfath sudah menduga jika Sinta akan bertanya seperti ini. Saat ini, dia hanya berharap semoga Kimmy belum cerita apapun pada Sinta, jadi tak tahu masalah mereka. Takutnya jika sudah tahu, Sinta akan ikut-ikutan marah padanya dan tak mau memberi alamat rumah Kimmy.
"Saya mau memberikan surprise padanya, masa saya harus nanya alamat padanya." Alfath tertawa pelan, meski hanya tawa semu, yang penting demi Sinta percaya.
"Oh... Pak Al ini memang so sweet banget orangnya."
"Iya, iya, banget," Alfath tersenyum absurd, untung Sinta tak bisa melihat.
"Ya sudah, kalau gitu saya tutup teleponnya. Alamatnya saya kirim melalui chat."
Alfath langsung bernafas lega. "Terimakasih, Bu Sinta."
"Sama-sama. Lain kali kalau kirim makanan ke kantor, saya dikirimin juga ya, Pak Al."
Mulut Alfath langsung menganga dan matanya membulat, memang sih hanya hal sepele, tapi rasanya...
"Hehehe... hanya becanda, Pak. Pak Al kok kayaknya serius banget menanggapi ucapan saya."
"Hahaha," Alfath ikutan tertawa meski sangat terpaksa. Setelah itu, sambungan telepon ditutup.
Kling
Mendapatkan alamat Kimmy, rasanya sudah seperti dapat jackpot ratusan juta. Ya, sesenang itu perasaan Alfath saat ini. langsung saja, dia meluncurkan menuju alamat yang di kirim Sinta.
Ting tong ting tong
Kimmy yang rebahan di atas kasur, malas sekali mau membuka pintu. Tadi pagi, dia hanya bangun untuk sholat subuh, setelah itu tidur kembali. Matanya terasa sulit untuk dibuka, bengkak akibat menangis semalam.
Ting tong ting tong
Bel kembali berbunyi, terus-menerus tanpa henti.
"Sinta ganggu aja sih," gerutu Kimmy sambil turun dari atas ranjang. Dia tak punya banyak teman di Jakarta, bisa dibilang, temannya hanya Sinta dan karyawan Kims fashion. Dan satu-satunya orang yang biasa main ke apartemennya, hanyalah Sinta. Dia mengambil hijab instan yang ada di gantungan lalu keluar untuk membuka pintu. Matanya membulat saat yang dia lihat di depan pintu, bukan Sinta, melainkan Alfath.
"Kim, kita harus bicara." Alfath menahan daun pintu, jaga-jaga jika Kimmy tiba-tiba ingin menutup pintu kembali. Bukankah biasanya seperti itu di film-film saat sepasang kekasih bertengkar.
"Kayaknya udah gak ada yang perlu kita omongin." Kimmy melihat ke arah lain, terlalu menyakitkan menatap Alfath, calon suami orang.
"Banyak, bahkan sehari saja mungkin gak cukup."
"Maaf, aku gak ada waktu jika selama itu."
"Aku ringkas, jadi 1 jam. Ada waktukan?"
"Maaf, se_"
"Aku sudah batalin rencana pernikahan dengan Hana," potong Alfath.
Kimmy yang awalnya tak mau melihat pria itu langsung menatap ke arahnya.
"Aku udah batalin rencana nikah sama Hana," Alfath mengulang kembali kata-katanya agar Kimmy lebih yakin. "Aku sayang sama kamu, Kim. Aku mau kita menikah." Dia tak mau banyak basa-basi, mending langsung dilamar saja. "Menikahlah denganku."
Tentu saja Kimmy terkejut. Tak menyangka jika Alfath akan langsung mengajaknya menikah.