Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
...*...
Di ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang bersantai, nampak Tuan Moreno duduk sambil menikmati minumannya. Pria itu duduk di sofa dengan satu kaki bertumpu pada kaki yang lainnya.
Karena merasa bosan, satu tangannya yang bebas kemudian meraih remote, lalu menyalakan televisi. Mengganti channel satu dengan yang lain, sampai akhirnya pencariannya terhenti, pada tayangan yang menampilkan pemberitaan tentang mantan anak asuhnya.
Shahnaz menyatakan bahwa dirinya hengkang dari agensi MW Entertainment. Akan tetapi, artis cantik itu tidak menyebutkan secara spesifik, alasannya kenapa tidak memperpanjang kontrak dengan agensi tersebut.
Tuan Moreno tampak menggeretakkan giginya dengan wajah marah. Dia semakin hilang kendali, ketika mendengar pernyataan Shahnaz yang mengatakan akan melebarkan kariernya ke luar negeri.
Remote yang berada dalam genggaman tangan kirinya dicengkeramnya dengan kuat. Lalu secara tak terduga ia melemparkan remote itu pada televisi yang sedang menyala, sehingga benda tersebut pecah seketika.
Praaaangggg
Tak cukup di situ, ia pun membanting gelas berisi minuman yang ada di tangan kanannya itu ke sembarang arah dengan begitu kencang. Sehingga menimbulkan bunyi yang sangat nyaring.
Craaaannnggg
"Syalaaannn ... kalian berdua! Aku sudah mengorbitkan kalian menjadi bintang besar, tapi ini balasan kalian!" geram Tuan Moreno.
Rupanya pria itu masih belum menyadari bahwa semua kekacauan yang terjadi, dirinya sendirilah yang membuatnya. Akan tetapi masih saja menyalahkan orang lain. Benar-benar definisi manusia yang tidak mengintrospeksi diri.
"Aaarrrggghhh ....!!!"
Dia bangkit berdiri lalu menendang apa saja yang ada di dekatnya. Benar-benar seperti orang yang kalap, Tuan Moreno menghancurkan apa saja yang bisa membuat hatinya merasa puas. Benda-benda yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa itu menjadi pelampiasan amarahnya.
Tuan Moreno tidak bisa mengontrol emosinya. Bahkan tangannya yang berdarah terkena pecahan kaca pun tak dihiraukannya. Pria itu menjelma seperti bukan dirinya selama ini.
Setelah puas melakukan aksinya menghancurkan benda-benda di sekitarnya, dia duduk kembali di sofa, lalu meremas kepalanya kuat-kuat sembari tertunduk. Sesaat kemudian mengangkat kepalanya kembali. Lalu
"Ha ha ha ha ha ha ....
Suara tawa Tuan Moreno menggema memenuhi ruangan. Dia terus tertawa. Mungkin menertawakan kebodohannya atau baru menyadari kesalahannya? Hanya dia yang tahu.
.
.
.
Keesokan harinya
Sementara pagi itu, Kamila tampak sibuk melayani pasien-pasiennya yang sangat membludak. Semua kursi di ruang tunggu yang disediakan telah terisi penuh oleh mereka yang ingin berobat, bahkan antrian sampai ke teras.
Kamila dikenal sebagai dokter yang ramah dan telaten dalam menangani pasiennya. Dia selalu sabar mendengarkan apa aja keluhan dari pasien-pasiennya. Maka dari itu banyak yang berharap diperiksa olehnya daripada dokter yang lain.
Hingga waktu istirahat tiba, dan pasien yang mengantri telah habis, Kamila bisa meregangkan otot-ototnya sejenak. Lalu dia mengusap perutnya perlahan sambil tersenyum getir.
"Sehat-sehat terus ya, Nak. Jangan rewel di dalam sana. Bantu Bunda ya, Sayang."
Kamila terus mengelus perutnya, diiringi dengan pemikiran yang tak karuan. Netranya kembali berembun, namun dengan segera ia mengusapnya.
"Jangan cengeng, Kamila. Jadilah wanita kuat di segala situasi. Strong women Kamila. Ya, kamu adalah Kamila si wanita kuat!"
Kamila mengepalkan tangannya penuh semangat, memberikan suntikan moril pada dirinya sendiri, agar selalu kuat dalam kondisi apapun.
Kruyuuuukkk
"Adi,k lapar ya, heummm? Ayo kita cari makan. Enaknya makan apa ya?" Kamila mengetuk-ketuk dagunya sambil berpikir.
"Ahaaa.... Adek mau makan soto? Ayo kita let's go!"
Begitulah, semenjak mengetahui bahwa dirinya hamil, Kamila seperti punya teman. Dia selalu berbicara sendiri sambil terus mengelus perutnya yang masih rata, seolah berbicara dengan seseorang yang ada di dekatnya.
Keluar dari ruangannya, ia hanya mendapati kursi-kursi yang sudah kosong tanpa seorangpun yang duduk di sana. Hanya suara televisi yang tergantung di pojok ruangan yang masih menyala dengan tayangan iklan.
Kamila bermaksud melangkahkan kakinya menuju ke luar, namun langkahnya terhenti, tatkala pendengarannya menangkap pemberitaan tentang orang yang dikenalnya.
Kamila membalikkan badan, lalu serius menyaksikan tayangan yang tengah berlangsung. Yang mana sedang menyampaikan berita bahwa Zando dan Shahnaz telah putus hubungan. Juga terlihat petikan wawancara langsung, Shahnaz dengan beberapa media infotainment.
Secara reflek Kamila menutup mulutnya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiri memegangi perutnya. Netra indahnya terbuka lebar tak percaya, disertai butiran bening yang mulai memenuhi indra penglihatannya.
Kamila lantas pergi meninggalkan tempat itu, dan kembali masuk ke dalam ruangannya. Ia duduk di kursinya dengan menyandarkan punggung dan kepalanya pada sandaran kursi. Sejenak memejamkan mata, menata hatinya yang bergejolak. Entahlah dia harus senang, atau bahagia mendengar kabar itu.
.
.
.
.
Di tempat berbeda
Suasana pagi yang semarak di kediaman Adzana. Mama Zeya dibantu Bi Sarah, nampak berjibaku di dapur untuk menyiapkan sarapan buat keluarganya. Calon Oma muda itu sangat cekatan sekali dan tanpa canggung mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Satu jam acara memasak selesai, berbagai menu telah terhidang di meja makan.
Semua anggota keluarga, satu persatu mendatangi meja makan lalu duduk di tempatnya masing-masing. Mama Zeya dan Adzana melayani suami mereka.
Tiba-tiba Zando berdiri, kemudian berlari ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya, namun tidak ada yang keluar dari mulutnya. Hanya ada cairan kuning di akhir muntahnya.
Semua keluarga yang berada di meja makan, menampakkan wajah bingung dan saling beradu pandang. Kemudian Mama Zeya berinisiatif menghampiri Zando.
"Abang, kenapa? Apa ada yang dirasakan?" tanya Mama Zeya khawatir.
"Tidak tahu, Ma." Zando menjawab dengan lirih.
Setelah membersihkan mulutnya dengan air bersih, Mama Zeya memapah Zando kembali ke meja makan. Akan tetapi belum juga Zando mendudukkan dirinya di kursi, lagi-lagi dia merasakan perutnya bergolak, seperti ada sesuatu yang minta dikeluarkan.
Mama Zeya mengikuti Zando ke kamar mandi, lalu memberikan pijatan pada tengkuk dan pundak putranya.
"Apa yang kamu rasakan, Bang? Apa Abang merasa salah makan?" tanya Mama Zeya pelan.
"Abang tidak salah makan, Ma. Entahlah, abang tiba-tiba merasa mual mencium bau parfum Kak Arbi, juga melihat susu putih itu." Zando menyahut dengan nafas tersengal.
Zando keluar dari kamar mandi. Akan tetapi dia tidak mau balik lagi ke meja makan, melainkan menuju ke ruang keluarga lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Ia meletakkan lengan di atas kening sembari memejamkan mata.
"Abang kenapa, Ma?" tanya Papa Daniel ketika istrinya itu telah berada di dekatnya.
"Abang bilang mual mencium bau parfum Nak Arbi, juga melihat susu putih." Mama Zeya menjawab seraya menatap suaminya dengan serius. Hal itu tentu saja membuat Papa Daniel mengernyitkan dahinya bingung.
Lalu Mama Zeya mengalihkan pandangannya ke arah Adzana, yang kebetulan juga sedang menatapnya, sehingga pandangan keduanya beradu.
"Apa Kakak berpikiran hal yang sama dengan mama?" tanya Mama Zeya pada putrinya.
"Jangan-jangan Kamila ...." Adzana menggantung ucapannya, lalu menutup mulutnya.
"Kalian ini ngomong apa, sih?" tanya Papa Daniel.
Sementara Arbi hanya diam mendengarkan, tapi otaknya merespon bahkan paham, apa yang sedang dibicarakan oleh istri dan ibu mertuanya. Sedangkan Azura tampak seperti tidak peduli, dan tetap fokus pada makanannya.
"Apa Papa tidak merasa ada yang aneh, Abang tiba-tiba seperti itu? Bukannya dulu Papa juga pernah mengalaminya?"
"Maksud Mama ...?" Papa Daniel tampak berpikir, terlihat dari dahinya yang berkerut.
"Astaghfirullah ... kita harus segera menemukan gadis itu, Ma! Papa tidak ingin cucu papa lahir tanpa ayah!"
"Iya, mama tahu. Tapi kita harus mencarinya ke mana? Indonesia itu luas, Pa!"
"Besok kita pulang ke kampung! Papa akan mencarinya di kampung, siapa tahu ketemu!"
"Lalu bagaimana dengan Kakak yang sebentar lagi akan melahirkan?"
Papa Daniel langsung terdiam. Ia juga tampak bingung apa yang harus dilakukannya terlebih dahulu.
"Papa dan Mama tidak usah ikut pusing mikirin masalah abang." Zando menimpali dan rupanya dia telah berdiri di ujung tangga menuju ke lantai atas.
"Kakak sebentar lagi melahirkan dan ia pasti lebih membutuhkan perhatian dari Papa dan Mama. Abang ...."
Bruuukkk
"Abang....!"
...*...
.
.
.
Apa yang terjadi pada Zando ya? Kenapa dia jadi lemah begitu sih?
aku jaa yg denger pengen becek2 tu bocah.. gerem bangetttt
yang ada zando yang meminta kmu dibawa ke markas/Sweat//Panic/
trus gimana dgn bayinya