"Bila aku diberi kesempatan kehidupan kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan menyakitkan ini. "
Pernikahannya sudah menginjak usia tiga tahun. Namun, cinta Damian tak bisa Helena dapatkan, tatapan dingin dan ucapan kasar selalu di dapatkannya. Helena berharap kehidupan pernikahannya akan terjalin dengan baik dengan adanya anak yang tengah di kandunginya.
Namun nasib buruk kembali menimpanya, saat tengah dalam perjalanan menuju kantor Damian untuk mengatakan kabar baik atas kehamilannya, kecelakaan masal tak terduga tiba-tiba menimpanya.
Mobil dikendarainya terpental jauh, darah berjejeran memenuhi tubuhnya. Badannya sakit remuk redam tak main, lebih lagi perutnya yang sakit tak tertolong.
Lebih dari itu, rasa sakit dihatinya lebih mendalam mendengar ucapan dan umpatan kasar Damian padanya saat Helena menelpon untuk meminta pertolongan pada Damian-suaminya.
"Mati saja kau, sialan! Dengan begitu hidupku akan terbebas dari benalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lima belas
Keesokan paginya, di meja makan. Hanya ada Damian seorang diri di tempat itu, tanpa ada kehadiran Helena seperti biasanya. Mata tajam namun terlihat sayu milik Damian, menatap terus pada lantai dua, tepat pada pintu kamar Helena yang terkunci rapat, tanpa ada tandanya terbuka sedikitpun.
Damian tiba-tiba saja menghembuskan nafas panjang, dan itu dilihat Bi Ayu yang tengah meletakkan menu makanan di atas meja, sedari tadi dia mengawasi bagaimana tatapan Damian yang terus tertuju pada lantai dua atas.
"Mas Damian, mau bibi panggilkan bu Helena ke sini? " ujar Bi Ayu menawarkan diri untuk memanggil Helena turun dan sarapan bersama seperti biasanya.
"Tidak usah, Bi. " putus Damian, dia mengambil makanannya dan mulai menyuapi makanan tersebut dengan perasaan hampa. Tiap sendok makanan yang masuk di mulutnya terasa tidak begitu nikmat.
Ada perasaan kehilangan yang tiba-tiba menyerang seisi hatinya. Damian tau itu, namun terus di sangkalnya.
Bi Ayu mengangguk patuh dan pamit undur diri ke belakang, untuk melanjutkan pekerjaan yang lain.
Baru lima sendok makanan masuk kedalam mulutnya. Damian sudah tidak bern*fsu lagi untuk melanjutkan sarapan paginya, dia bangkit dari duduknya, mengambil tas kerjanya di kursi sampingnya dan melangkah keluar menemui pak Tarno untuk mengantarkannya ke kantor segera.
Sementara di kamar, Helena. Dia sudah terbangun dari tidurnya sedari tadi, tapi karena masih marah pada Damian karena ucapan nyelekit laki-laki itu semalam, membuat Helena enggan untuk bertemu dan bertatap muka dengan Damian di meja makan.
'Tok'
'Tok'
"Bu Helena, ayo sarapan pagi dulu, kalau tidak maagh ibu kambuh nanti. " terdengar suara Bi Ayu yang tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya, Helena tidak juga beranjak dari tempatnya di kursi meja rias. Dirinya baru saja membersihkan diri dan melakukan rangkaian step by step produk skincare ke wajahnya.
"Saya sebentar baru makan, Bi. Belum lapar. "
"Mas Damian, udah berangkat ke kantor, bu. " beritahu Bi Ayu, dan....
'Ceklek'
Pintu kamar Helena tiba-tiba saja terbuka, dan muncullah kepala Helena seperti mengintip.
"Beneran, Bi? " tanyanya memastikan, Helena sebenarnya udah lapar sekali. Semalam dia belum mengisi nasi ke dalam perutnya, di restoran semalam, dia cuman minum sirup dan sepiring cake kecil.
Helena sebenarnya udah niat bakalan makan setelah kepulangannya di rumah nanti, tapi karena ada percekcokannya dengan Damian, membuat niatannya itu harus dilupakan, bahkan rasa lapar dideritanya semalam tiba-tiba hilang entah kemana, dan kembali lapar keroncongan di pagi hari saat bangun tidur tadi.
"Beneran, bu. Saya mana pernah bohongin ibu. Ayo turun sarapan pagi, ibu semalam belum makan, kan? Pasti pagi ini kelaparan sekali. " tebak Bi Ayu yang mana benar seratus persen.
"Bibi tau sekali bagaimana keadaan saya. " Helena tersenyum lebar, membuka pintu kamarnya lebih lebar dan keluar kamar menyusul Bi Ayu menuju meja makan di bawah lantai satu.
"Saya tau dari, mas Damian, bu. Katanya kalau acara-acara begitu makanannya cuman kue kue kecil sama minuman aja, gak bikin kenyang. "
"Yah, gak bikin kenyang, Bi. Karena gak ada nasi sama lauk ayam goreng di sana, adanya cuman kue sama minuman yang bibi sebut tadi. "
"Acaranya di tempat restoran mahal begitu ya, bu? Dulu zaman bibi masih muda, kalau mau reunian gitu kita suka kumpul warung makan kecil gitu, kalau tidak kita kumpul di sawah sambil masing-masing bawa makanan dari rumah. Lebih kenyang, karena ada nasi walau lauknya cuman ada tahu, tempe sama sayur saja. Tapi sudah terasa nikmat sekali. " Bi Ayu bernostalgia di zaman dirinya muda dulu, kebahagiaan itu kini hanya sebuah kenangan-kenangan terindah saja dalam hidupnya.
"Hahaha, bibi ada-ada saja. Tapi dari cerita bibi, bisa saya ikutin, nanti lain kali kalau saya bertemu dengan teman, bakal saya ajakin mereka makan di warung dipinggir jalan. " Helena nanti akan mengajak Tari, Lucia dan Sera untuk mampir makan dipinggir jalan seperti zaman mereka kuliah dulu, ya cuman mereka yang bisa Helena ajak. Teman yang lain mungkin kurang setuju, apalagi adanya perbedaan kasta mereka dengan Helena. Makan di pinggir jalan mungkin adalah hal yang baru dan aneh dirasakan mereka yang sudah terbiasa makan di tempat yang mewah dan mahal.
Ya, contohnya kayak Damian. Laki-laki itu, Helena tebak pasti tidak pernah mampir makan di tempat murah tapi rasa makanan yang tiada tandingannya.
"Nanti pulangnya bungkusin saya makanannya juga, bu. Bibi tau warung makan pecel lele yang enak dekat jalan xxxx, bibi sama anak sering banget mampir makan disitu, semua makanannya enak dan murah. " ujar Bi Ayu semangat mempromosikan warung makan yang sering didatanginya bersama sang anak pada Helena.
"Oke oke, dicatat. Saya makan dulu ya, Bi. Perut saya udah keroncongan minta diisi. " Helena duduk di kursi meja makan yang biasanya dia duduki.
"Yasudah, bibi pamit mau jemur baju dulu, bu. " pamit Bi Ayu yang balas anggukan kepala dari Helena, dirinya sibuk memasukan makanan ke dalam mulutnya dengan gerakan cepat, Helena benar-benar lapar.
•••••••
Pukul sepuluh pagi menjelang siang, Helena turun menuruni tangga dengan penampilan yang terlihat menawan. Kali ini dirinya tidak menggunakan dress terusan yang sering digunakannya, Helena menggunakan baju blouse berwarna biru dengan bawahan menggunakan rok mini sebatas paha berwarna hitam.
Tampilan Helena terlihat seperti anak kuliahan zaman sekarang, dengan rambut yang di ikat satu tinggi menunjukkan leher jenjang putihnya.
"Bu Helena, mau kemana? Cantik sekali tampilan ibu, hari ini. " Bi Ayu yang tidak sengaja lewat dekat tangga yang di turuni Helena, berhenti seketika. Mengomentari penampilan Helena yang tampak cantik dilihatnya.
"Bibi bisa aja kalau udah muji nya. Saya mau ke mall sebentar, bi. Ada yang mau saya beli, pak Tarno ada di depan gak, bi? "
"Pak Tarno tadi nganterin, mas Damian. Ke kantor, bu. Belum pulang juga sampai sekarang. " beritahu Bi Ayu.
"Yaudah de, saya perginya pake taksi online saja. "
"Gak mau nunggu, pak Tarno. Dulu, bu? Saya telpon pak Tarno sekarang buat pulang. "
"Gak usah, Bi. Ini taksi online nya udah saya pesan, nanti beberapa menit lagi juga datang. Bibi ada yang mau dititipkan, tidak? Saya lihat di sosmed, ada cafe baru buka di mall, banyak menu cake yang menggiurkan. Saya ke mall cuman penasaran aja gimana rasanya menu makanan di cafe itu. " ujar Helena, dia melangkah kakinya menuju sofa ruang tamu dengan Bi Ayu yang mengikutinya dari belakang. "Mau saya bawakan cake saat pulang nanti, Bi? "
"Kalau ibu mau kasih, saya gak bakalan nolak. " ucap Bi Ayu cengengesan, aslinya Bi Ayu malu. Majikannya ini terlalu baik padanya, selama bekerja di rumah ini, Helena atau Damian pasti membeli makanan atau barang untuknya juga.
Helena cuman senyum simpul, udah hafal tabiat Bi Ayu yang senyum-senyum malu tapi mau bila di tawari apapun.
"Ahh, taksi online pesanan saya ada di depan, Saya pergi dulu ya, bi. " Helena bangkit dari duduknya.
"Ibu nanti pulangnya jam berapa? Soalnya nanti jam lima sore saya balik pulang kerumah, anak saya sudah pulang dari rumah pamannya. " celetuk Bi Ayu, membuat Helena menghentikan langkahnya.
"Saya gak lama kok, Bi. Di mall. Nanti saya usahakan pulang sebelum waktu menjelang sore. "
Setelahnya Helena pamit keluar, Bi Ayu juga kebelakang untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
•••••••
Sementara di kantor. Damian tampak gak bisa konsentrasi bekerja, pikirannya terus tertuju pada persoalan debatnya semalam dengan Helena. Masih teringat jelas bagaimana wajah sedih dan kecewa Helena layangkan padanya, belum lagi air mata yang jatuh dari pelupuk mata Helena yang semakin membuat Damian uring-uringan.
"Niko! " panggil Damian tiba-tiba pada sekretaris nya itu untuk masuk ke dalam ruangannya.
'Ceklek'
"Ya, pak. Ada apa? " Niko berdiri tegap di depan meja kerja kebanggaan Damian.
"Saya mau nanya sesuatu sama kamu, kali saja kamu ada solusinya. "
"Ya, pak? Bapak Damian mau bertanya apa kepada saya? Sebisa mungkin akan jawab. "
Damian terdiam sejenak, seperti menimbang sesuatu. "Kalau seorang lagi wanita marah, bagaimana cara mengatasinya? "
Niko menaikkan alisnya sebelah, agak bingung dengan pertanyaan Damian yang tidak dipikirkannya sama sekali. "Bu Helena. Lagi marah sama, bapak? " tebak Niko yang sebenarnya udah tepat sasaran, tapi Damian dengan gengsi nya gak bakal mau mengiyakan begitu saja ucapan Niko.
"Kenapa kamu bawa-bawa nama dia? Emangnya di muka bumi ini cuman Helena yang seorang wanita?! "
Yang waras dan bawaan, mending ngalah aja deh. Niko juga malas kalau masalah begini jadi makin besar urusannya. "Maaf, pak. Kalau menurut saya, wanita yang tengah marah kita bujuk saja dengan kasih hadiah seperti tas atau baju, pak. Pasti mereka akan suka dan langsung luluh. "
Damian terdiam sejenak, saran dari Niko emang udah bagus dan tepat. Tapi, setau Damian. Helena bukan tipe wanita yang menggilai barang yang disebut Niko tadi, ya emang beberapa yang lalu Helena emang pernah berbelanja tas brended dan setau dan se penglihatan Damian, Helena tidak pernah menggunakan tas tas yang di belinya itu.
"Yang lain, gak semua wanita suka dengan tas dan baju. Yang lebih romantis, kalau itu terlalu biasa. "
Niko menghembuskan nafas panjang, susah memang kalau punya bos yang banyak maunya. "Emm, kalau begitu kasih bunga mawar sama cincin aja, pak. Itu hadiah paling romantis yang saya tau. "
Damian mengangguk-angguk, setuju akan saran Niko kali ini. "Cukup bagus juga saran dari kamu, laki-laki jomblo seperti kamu ternyata mengerti juga dengan hal yang seperti ini. "
Niko tersenyum simpul, tapi dalam hatinya dia ngedumel. Ucapan terimakasih kasih Damian padanya pasti ada keselip ngehina akan statusnya yang memang saat ini tengah sendiri atau jomblo seperti yang dikatakan Damian tadi.
"Yasudah, kamu tolong pesan bunga mawar seratus tangkai, jangan lupa tuliskan juga dengan surat permintaan maaf, terserah mau merangkai kata bagaimana. Nanti cincinnya, kamu pesankan juga di toko mall langganan keluarga saya pesan perhiasan, nanti setelah semuanya sudah beres, saya kirimkan kamu bonus nanti. "
Senyum lebar lima jari langsung tercetak di wajah Niko saat mendengar kata bonus dari Damian.
"Baik, pak. Siap dilaksanakan, kalau begitu saya pamit undur diri. " Niko membungkukkan badannya kemudian berbalik untuk keluar dari ruangan Damian.
Sementara Damian, laki-laki itu tengah termenung sambil mengetuk meja kerjanya dengan jari telunjuknya. Tengah memikirkan apakah Helena nanti akan memaafkannya apa tidak. Semoga saja, Helena mau memaafkannya.
semangat 💪💪💪