Obsesi Suami 500 Juta

Bukankah kebahagiaan itu sederhana? Hanya kekasih, untuk sementara waktu itulah hubungan suami-istri ini.

Bagaikan berkencan, hanya berjalan-jalan di taman kota. Kemudian kembali ke apartemen, menikmati waktu dengan menonton beberapa film komedi lama, tentang biksu kecil botak dari negeri tirai bambu, ada juga tiga sekawan yang memiliki julukan Warkop DKI.

Hanya hal-hal yang dilanjutkan dengan tawa. Tidak ada interaksi intens setelahnya, Neil benar-benar memperlakukan Cheisia penuh hormat. Bagaikan tidak memiliki napsu.

Ini sedikit aneh bukan? Tipikal pria obsesif tidak mungkin seperti ini. Meninggalkan citra pria baik, itulah yang dilakukan Neil.

Menyembunyikan watak aslinya yang begitu menyeramkan."Aku membuatkan teh, agar kamu lebih rileks. Aku pergi dulu, selamat malam..." itulah yang diucapkan Neil mengecup pipi Cheisia.

Seorang wanita lugu yang tersenyum, meminum teh kala Neil meninggalkan kamarnya.

Beberapa kali membalas pesan dari produser tentang promosi film. Namun ada yang aneh, dirinya bagaikan mengantuk lebih cepat. Perlahan matanya terpejam terlelap dalam tidurnya.

Ada yang aneh, tenggelam dalam mimpinya. Merasakan pakaiannya dilucuti, ini bagaikan sebuah mimpi. Dirinya menyadari segalanya.

Seorang pemuda dengan rambut panjang, pupil mata merah, wajah menyerupai Neil. Mencium bibirnya, anehnya dirinya tidak berdaya sama sekali untuk bergerak.

Bagaimana ini? Ada kepanikan dalam dirinya. Merasakan pakaiannya dilucuti. Tubuhnya dicumbui, bahkan ada bagian yang digigit.

"Kamu adalah milikku... hanya milikku..." Sebuah kalimat penuh tawa terdengar. Dirinya ketakutan saat ini, sekujur tubuhnya dijilati, dihisap, bahkan digigit. Bagian sensitifnya bahakan disentuh.

"Argh!" Pada akhirnya dirinya dapat bergerak terbangun dari mimpinya. Deru napasnya tidak teratur menyadari matahari sudah hampir terbit.

Dirinya berada di atas tempat tidur seorang diri dengan pakaian yang rapi. Rasa aneh itu masih ada bahkan kala dirinya terbangun. Meraba tubuhnya sendiri ketakutan.

"Apa setan..." Gumamnya menelan ludah. Sebuah mimpi yang terasa begitu nyata.

Begitu rupawan dengan wajah menyerupai Neil. Namun, tidak memakai kacamata dan tanpa tahilalat di bagian bawah mata, begitu mengerikan. Tangannya gemetar mengingat otot-otot yang sempat diraba olehnya.

Apa dirinya menikmati mimpi ini? Bagaimana bisa dirinya bermimpi seperti ini? Tidak! Tidak boleh, namun tetap saja, ketakutan sebuah mimpi bagaikan dirinya berada di ruangan China jaman kuno, dengan pria berambut hitam panjang dengan pupil mata merah.

"Gila!" Teriaknya ketakutan, benar-benar takut dengan mimpinya.

Namun.

Kala dirinya memasuki kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Cheisia terdiam sejenak, ada beberapa tanda gigitan dan biru di tubuhnya. Tepat pada bagian mimpi buruknya.

"A...apa aku dilecehkan setan? Ba... bagaimana aku mengatakannya pada Neil?" Wanita yang merinding antara ketakutan. Tidak pernah ada kejadian seaneh ini dalam hidupnya.

Berusaha membersihkan dirinya sebersih mungkin. Tapi di sisi lain, mimpi semalamnya terbayang. Bagaimana tubuhnya disentuh dan dibuai, tanpa sadar ada perasaan aneh dalam dirinya hanya dengan membayangkannya saja.

"A...aku kenapa?" Gumam Cheisia membersihkan tubuhnya lebih cepat akibat ketakutan.

Sementara Neil tengah berasa di dapur apartemen. Menyajikan sarapan untuk mereka. Tangannya mengambil plastik tempat sampah.

Pemuda yang tersenyum, mengigit bagian bawah bibirnya sendiri. Botol kecil bekas obat tidur, tinggal dibuang olehnya.

"Setidaknya tandanya akan berbekas selama seminggu..." Senyuman menyungging di wajah Neil. Tujuannya? Tidak ada yang boleh menyentuh miliknya. Sebuah label tidak langsung.

Sungguh mengerikan bukan? Sebuah cinta yang brutal. Terlihat manis di luar, namun siapa yang tahu bagian dalamnya, dapat begitu mengerikan.

Mungkin jika dibandingkan, Neil merupakan kebalikan dari Hazel. Seseorang yang tidak pernah menyentuh Cheisia walaupun kerap menyakitinya.

Benar-benar berbeda, antara cinta pertama yang manis, walaupun berbumbu kesalahpahaman. Dengan cinta obsesif penuh gairah dan napsu.

Dua sosok dengan sisi berbeda.

Manipulatif, bukankah memang itu sifat dasar seorang Willem Alexander Niel Andreas?

*

"Kamu kenapa?" Tanya Neil yang baru saja usai membuang sampah.

"Ti... tidak, bukan apa-apa." Jawaban gugup dari Cheisia. Tidak ingin bercerita tentang hal memalukan, sebuah mimpi atau bukan, yang pasti seluruh tubuhnya dipenuhi dengan tanda. Sama seperti dua tahun lalu.

"Wajah dikau terlihat pucat. Biar daku buatkan penghangat dengan ketulusan daku..." Lagi-lagi Neil berbelit-belit.

"Hah?" Tanya Cheisia.

"Aku buatkan teh jahe. Agar kamu lebih merasa hangat." Neil tersenyum memegang tangannya sejenak sebelum melangkah menuju dapur.

Tidak menyadari tangan Cheisia gemetar ragu."Neil...apa kamu percaya hal-hal berbau supranatural? Aku rasa sebaiknya kita tukar kamar." Gumam Cheisia ketakutan.

Neil yang tengah membuatkan teh jahe tersenyum."Apa kamu ketakutan? Dari pada tukar kamar. Bagaimana jika kita tidur sekamar? Aku tidak masalah jika harus tidur di sofa."

"Se... sebenarnya..." Cheisia mengigit bagian bawah bibirnya ragu untuk bercerita.

"Kenapa?" Tanya Neil, meletakkan teh di atas meja.

"Mungkin karena kelelahan di lokasi syuting aku bermimpi buruk." Jawab Cheisia terkekeh tidak ingin Neil mengetahui tentang tanda aneh di sekujur tubuhnya.

"Bisa saja, naskah selanjutnya bukankah drama kolosal. Dengan latar belakang zaman penjajahan, kamu menjadi figuran seorang istri saudagar China. Yang menawarkan kerjasama dagang. Mungkin karena terlalu memikirkan naskah..." Kalimat Neil tepat sasaran.

Namun, jujur saja, tubuh Cheisia gemetar hebat saat ini. Tidak ingin Neil mengetahui, apa mimpi buruknya.

*

Beberapa minggu kemudian.

Beberapa hari setelah perilisan film terakhir dimana Cheisia berperan sebagai Ririn, kekasih dari Fermone. Sebuah film dengan akhir cerita yang dapat dikatakan sad ending.

Judul film bahkan diganti oleh sutradara sebelum perilisan dengan persetujuan investor.'Darah Diatas Krisan,' itulah judul yang diusulkan. Mengingat film lebih banyak akan menunjukkan sisi gelap tokoh Ririn daripada wanita desa tidak berdaya.

Film yang pada awalnya hanya merebut sedikit penonton saat perilisannya. Namun, setelah hari pertama perilisan, dengan cepat segera viral melalui media sosial. Mengundang sejumlah influencer sebagai media promosi, serta kwalitas akting para pemeran menjadikan film ini naik dengan cepat.

Ada banyak respon tentang ending yang dianggap terlalu menyedihkan. Bagaimana orang-orang menunggu, bahkan para fans membuat versi season kedua, ada juga yang menyebarkan kabar hoax tentang season kedua yang akan segera rilis.

Dimana ternyata Fermone dan Ririn ternyata masih hidup. Namun, tentu saja itu hanya kabar bohong, dan karangan para fans yang tidak dapat menerima ending.

Ada pula yang beberapa fans yang membuat foto editan antara Cheisia dan Lian (pemeran Fermone) seolah-olah mereka adalah Ririn dan Fermone versi bahagia dan masih hidup.

Kegilaan yang menyebar hingga minggu kedua setelah perilisan. Masih juga menjadi berita pencarian terpanas. Para fans gila yang menjodohkan idola mereka. Menganggap apa yang ada di film itu nyata.

"Neil, kamu akan menemaniku tidur kan?" Tanya Cheisia ketakutan, dengan mimpi yang sering mendatanginya berulang kali.

"Iya... minumlah teh yang aku buat. Kemudian tidur yang nyenyak..." Itulah ucapan penuh senyuman dari Neil, meraih selimut hendak tidur di sofa.

Kala Cheisia meminumnya, maka perlahan wanita itu akan terlelap. Tidak menyadari pemuda yang seharusnya berbaring di sofa, tengah berbaring di sampingnya.

"Sayang...kamu hanya milikku..." Sebuah senyuman keji dari Neil, mencium rambut panjang Cheisia.