Trust-issue bukanlah kelainan jiwa. Semua orang dapat mengalaminya.
Di saat ekspektasi kita terlalu tinggi dan ternyata tidak tercapai, maka kekecewaan bisa saja terjadi.
Cerita fiksi dengan latar belakang kota London, Inggris di tahun 2019. Semua karakter, nama, tempat, maupun organisasi adalah bagian dari cerita, bukan mewakili kondisi sebenarnya di dunia nyata.
Disarankan berusia di atas 18 tahun untuk membaca cerita fiksi ini karena mengandung adegan kekerasan, pembunuhan, perkataan kasar, penyalahgunaan obat, dan aktivitas merokok.
Cerita mengandung beberapa ungkapan yang ditulis dalam bahasa asing dan istilah keuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suryavajra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 - London, Carnaby Street - 11/12/2019 1311 HRS
The Anxiety Disorder And Photographic Memory.
“Selamat pagi, bibi Ela!” kata Ann Loughty sambil menguap.
“Ow, dinosaurusnya sudah bangun! Jam berapa ini,” sahut Elara Windsor, “Sudah siang baru bangun!”
“Oh, aku lelah sekali kemarin bibi Ela,” Ann memberi alasan, “Sebenarnya aku masih mengantuk, tapi aku mimpi aneh. Jadi aku bangun,”
“Mimpi mesum?” Elara terkejut, "Astaga siang-siang mimpi mesum!"
“BUKAN!” seru Ann kesal, “Mimpi aneh, suara televisi kencang sekali! Kau nonton apa bibi Ela, apakah kau nonton film mesum?”
“Eejit!” balas Elara, “Lord McCloskey ditembak! Sehari sebelum pemilu. Kau ketinggalan berita karena tidur seperti beruang madu,”
“Apa?” Ann kaget, “Setelah Sir Axton Harrington, sekarang Lord McCloskey?”
“Well, Mccloskey masih di rumah sakit,” kata Elara, “Setidaknya masih ada harapan hidup daripada mendiang Sir Axton Harrington,”
“Semoga cepat pulih,” sahut Ann, “Tapi dengan adanya insiden ini, sepertinya pemilu besok ditunda ya? Lord McCloskey kan ketua partai,”
“Mungkin tidak,” kata Elara, “Tahun 2017 lalu, walau ada serangan teroris di London Bridge dan Borough Market, pemilu tidak dimundurkan.”
“Oh ya! Kemarin kami bertemu Duchess Harrington, istri dari mendiang Sir Axton Harrington di St Pancras, bibi Ela!” kata Ann.
“Siapa?”
“Kami.. Aku, Amisha, Char..”
“Maksudku, siapa yang nanya?”
“Eejit!”
Elara tertawa. Ia paling suka menggoda Ann.
“Aku mandi dulu ah,” Ann menguap lagi, “Charlotte belum datang, bibi Ela?”
“Kalau sudah datang, ia akan menyirammu dengan air ketika dia tahu kau belum bangun,”
Elara masuk ke dapur menyiapkan hidangan makan siang untuk dinosaurus Skotlandia-nya yang baru bangun itu. Sebentar lagi pasti Ann bertanya tentang makanan.
“Ding.. Dong..” ada suara bell berbunyi.
“Bibi Ela!” teriak Ann dari dalam kamar mandi, “Itu pasti Charlotte!”
“Coming!” Elara bergegas menuju pintu depan.
Beberapa detik kemudian, Elara sudah sampai di depan dan membukakan pintu.
“Selamat siang nyonya, aku Jane Park,” seorang gadis dengan kacamata berambut hitam berdiri di depan pintu, “Apakah ini kantor WEE?”
“Ya benar,” jawab Elara, “Apakah kau mau masuk?”
“Itu akan menyenangkan,” jawab Jane Park.
Elara menyilakan Jane duduk, “Well, kantor kami tidak seperti kantor resmi lainnya.. Di sini semua dibuat seperti di rumah.”
“Ya, aku merasakannya,” jawab Jane sambil membenarkan rambutnya, “Cukup indah kantornya, aku suka!”
“Jadi, apa yang bisa kami bantu?” tanya Elara.
“Charlotte!” teriak Ann berlari ke ruang depan.
Jane Park menoleh ke arah suara.
“Oh!” Ann terkejut, “Kau yang kemarin di kereta Southeastern ya?”
Jane juga teringat, bahwa mereka berdua tidak sengaja bertabrakan di dalam kereta Southeastern, “Oh..”
“Kalian saling mengenal?” tanya Elara.
“Tidak, eh belum,” jawab Ann, “Hai, aku Ann Loughty!”
“Hai Ann, aku Jane Park,”
“Kemarin malam kau ada di cafe seberang juga kan?” tanya Ann.
“Eh iya,” jawab Jane, “Itu benar,”
“Er.. sori,” kata Ann, “Tadi aku pikir temanku yang datang, maaf aku mengejutkanmu,”
“Tidak apa-apa,”
“Jadi..” Ann menaikkan kedua tangannya, “Ada sesuatu yang bisa kami bantu?”
“Er begini,” Jane menjelaskan, “Bagaimana ya ngomongnya?”
Tampak Jane gelisah. Ann menunggu Jane mengucapkan sesuatu.
“Er, Sebenarnya aku sedang stress berat, dan kemarin aku mencari di internet tentang bagaimana menghadapi kecemasan yang berlebihan ini, lalu menemukan website wannatalkaboutit. Dari web itu, ada tautan Women for Equality and Empowerment.”
Ann dan Elara saling berpandangan, lalu diam menyimak.
“Oh, aku lupa menghidangkan teh!” kata Elara masuk ke dalam.
“Er, apakah aku bisa konsultasi atau bicara atau hal lain apa pun itu?” tanya Jane, “Aku mengalami stress yang berat di tempat kerja, aku memiliki Anxiety Disorders. Terlalu banyak overthinking juga."
“Er.. sebenarnya tentu saja bisa,” kata Ann, “Tapi untuk anxiety disorders sepertinya kita kelak akan melibatkan ahli dalam bidang tersebut, karena hal-hal serius seperti ini tidak bisa ditangani hanya dengan asumsi,”
“Oh begitu ya?”
“Pada dasarnya, kami di sini hanya jembatan penghubung sebagai teman bicara, supaya semua orang yang memerlukan kehadiran kami menemukan solusi." kata Ann menjelaskan.
Jane membenarkan posisi kacamatanya. Ann menatap cara Jane membetulkan kacamatanya.
"Terutama untuk para wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, penyerangan seksual, pelecehan, atau perundungan. Tapi, mungkin kecemasan berlebih bisa juga dikaitkan dengan upaya kesetaraan gender dalam SDG 5. Walau aku harus berpikir lebih dulu ya,” tambah Ann.
“Oh,” Jane membetulkan posisi kacamatanya lagi yang merosot. Ann menatap kembali.
“Well, Setiap orang perlu teman bicara Jane,” kata Ann, “Aku pun dulu seperti itu. Meskipun aku belum mendapatkan solusi yang tepat, tapi setidaknya aku sudah tidak putus asa seperti dulu apalagi mengambil keputusan salah seperti..”
“Seperti apa?” tanya Jane.
“Ya kau tahu,” jawab Ann sambil mengerlingkan mata, “Melompat dari jembatan Thames, dari Big Ben, atau hal bodoh lainnya,”
“Ah ya aku paham,” sahut Jane, “Karena aku pun hampir melakukannya,”
“Jane?” Ann kaget. Jane ikut kaget. Kacamatanya merosot lagi, ia terpaksa membetulkannya lagi. Ann jadi senewen ketika melihat hal berulang di depan matanya.
“Ketika di kereta Southeastern, aku berencana membuka pintu kereta dan melompat keluar,” Jane menunduk tapi tidak menangis, “Tapi ternyata pintu tidak bisa dibuka oleh penumpang. Hanya kontrol pusat kereta Southeastern yang punya wewenang membukanya,”
“Tenang Jane,” Ann memegang tangan Jane, “Semoga aku dan teman-temanku bisa membantu ya,”
“Er Ann,” tambah Jane, “Ketika kau bilang bahwa kau melihatku kemarin di cafe seberang, itu aku hendak mengakhiri hidup dengan minum racun sianida yang sudah aku campur di kopiku,”
“Astaga!” Ann kaget. Kali ini Ann menahan kacamata Jane supaya tidak merosot.
“Tapi seorang pria dengan rambut dreadlocks pendek, sepertinya awak media tergesa-gesa menabrak mejaku,” lanjut Jane, “Cangkir kopinya jatuh dan pecah di lantai.”
“A Thighearna!” Ann terkejut dalam bahasa Skotlandia.
“Aku menangis,” Jane meneruskan ceritanya, “Pria tersebut panik dan berjanji mengganti kerugian kopiku. Padahal aku menangis karena ia menumpahkan seluruh persediaan sianida-ku dan menggagalkan rencanaku,”
“Oh pria itu adalah pahlawan sesungguhnya,” kata Ann, “Dari mana kau tahu dia adalah awak media?”
“Dari kartu pers-nya,” jawab Jane Park, “Aku melihat logo The Royal Morning Times dan dia membawa kartu tarot,”
“Hm.. kau punya photographic memory?” tanya Ann.
Jane menangguk, “Justru karena kemampuan ingatan visual tersebut, aku tidak bisa melupakan semua kejadian yang seharusnya tidak perlu aku ingat. Akhirnya aku stress sendiri dan menjadi sosok Anxiety Disorders.”
Ann menghela nafas.
“Setelahnya, pria itu membelikan aku kopi baru,” kata Jane, “Yang sebenarnya tidak diperlukan lagi,”
“Lalu apa yang membuat kau tidak jadi..” Ann berusaha mengubah kata-katanya, “Tidak jadi melakukan hal bodoh?”
“Sekilas aku melihat tempat ini kemarin,” jawab Jane, “Dan saat itu juga di laptop masih terlihat nama kantor kalian. Saat yang tepat, di tempat yang tepat,”
“Oh!” Ann lega, “Tidak percuma juga Charlotte mendesain logo kantor ini,”
“Lalu teman dari pria yang menumpahkan kopiku, seorang wanita bernama Seraphina Meadows,” lanjut Jane, “Aku melihat kartu pers-nya, bertanya apakah aku perlu diantar pulang. Ia seakan tahu bahwa aku sedang putus asa tadi malam,”
“Cerita yang menarik,” tiba-tiba Elara ke ruang depan menghidangkan teh, “Seraphina Meadows adalah awak media yang menggagalkan tembakan ke arah kepala McCloskey tadi siang,”
“Ah!” Jane terkejut, “Benarkah?”
“Kebetulan sekali!” Ann juga kaget.
“Silakan diminum tehnya ya, tanpa sianida,” kata Elara.
Jane tersenyum masam sambil melirik Elara yang sudah tersenyum lebih dahulu.
“Eejit!” Ann protes, “Bisa-bisanya bibi Ela membuat kelakar di saat begini. I’m being seyrieeessss.. I’m being seyriesss!”
“PLOK!” Elara menampar mulut Ann yang dimonyong-monyongkan.
“Skotlandia gila,” kata Elara, “Mirip Scouse pun tidak, tidak usah ikut-ikut sok bisa logat Liverpool,”
Jane tiba-tia tertawa, “Hahahaha.. Aku pernah melihat ini di media sosial! Tentang seorang fans Liverpool membicarakan Sadio Mané kan ya?”
Elara menatap Jane sambil mengangguk, lalu ia memasang telunjuk miring di dahinya sambil melirik Ann.
Jane tertawa lagi sampai kacamatanya merosot.
“Eejit!” Ann memukul Elara dengan bantal sofa.
Elara tidak menghindar, tapi berhasil menangkap tangan Ann, “Kau mau makan siang sekarang atau 5 jam lagi?”
“Er,” Ann sebenarnya sudah lapar, tapi berhubung ada tamu, ia tidak melanjutkan kata-katanya.
“Oh!” Jane cepat tanggap, “Kau makanlah dulu, aku tidak apa-apa. Aku sudah makan tadi sebelum ke sini,”
“Pintu tidak dikunci?” tiba-tiba Charlotte masuk ke kantor WEE bersama Amisha dan Scarlett.
Ann menengok ke pintu depan, “Akhirnya kalian datang!”
“Oh ada tamu?” tanya Charlotte, “Cheers!”
“Cheers!” jawab Jane.
Tiba-tiba Jane beradu pandang dengan Scarlett, “Hah?!”
Scarlett terkejut.
“Keelan Flynn?” Jane sangat terkejut, “Kau kah itu? Keelan?”
Elara Windsor ikut kaget.