11:12 - Rooks Stand Sentinel
Muted Hues of Gray Overhead.
Scarlett Corbyn, seorang gadis muda berusia sekitar 26 tahun, berambut pirang panjang terurai - dengan mata hijau - bergegas mencari sebuah gedung di Carnaby Street, London. Ia diberi kartu nama dari seorang pria bernama Dayton Hughes bulan lalu di trauma center.
Pagi itu kota London baru saja selesai disiram hujan gerimis. Ketika Scarlet menengadah ke atas, ia hanya bisa melihat jalinan berbagai tingkat warna abu-abu di angkasa.
Scarlett melangkahkan kakinya di Carnaby Street yang tidak bisa dilalui kendaraan bermotor. Waktu menunjukkan pukul 08:32 - jalan masih sepi karena biasanya toko-toko buka pada jam 10:00 pagi. Hanya suara percikan air tergenang yang merobek kesunyian di jalan itu.
“Brr..” Scarlett merasakan dingin yang dikirim dari langit melalui sisa-sisa embun yang berjatuhan. Ia merendahkan beanie hat kuning muda-nya untuk menutupi kedua telinganya. “Jika udaranya sedingin ini, lebih baik aku tadi pakai parka saja.” kata Scarlett dalam hati, lalu merapatkan mitten-nya.
Scarlett merapatkan resleting puffer jacket kuningnya lebih ke atas, dan membalut rapat scarf berwarna jingga untuk melindungi lehernya.
Carnaby Street merupakan sebuah jalan yang menjadi pusat mode dan budaya di London pada tahun 1960-an. Jalan ini memiliki banyak toko-toko, kafe, dan bar yang menawarkan berbagai gaya dan tren fashion, musik, dan seni.
Suasana di jalan itu nampak begitu mewah untuk Scarlett, hingga ia tak henti menengok ke kiri dan kanan. Sepertinya terlalu janggal jika ada kantor relawan nirlaba di tempat seperti ini. Tapi Scarlett tidak terlalu memikirkannya, ia hanya bersemangat ingin memulai perjalanan baru di bawah langit abu-abu. 10 Desember 2019 adalah hari pertamanya bekerja.
Scarlett menemukan dirinya sadar di sebuah trauma center - tanpa ingatan sama sekali, di awal November 2019. Ia kaget karena tidak bisa mengingat apa-apa. Awalnya ia nyaris mengalami gejala stress karena terlalu memaksa otaknya mengingat banyak hal yang tidak bisa diingatnya.
Namun berkat evaluasi medis, perawatan di trauma center yang intensif, dan penanganan cedera traumatis, akhirnya pemulihan dan rehabilitasi Scarlett dinyatakan berbuah hasil yang baik dua minggu lalu.
Jadi apa pun itu, di hari ini, semua akan menjadi suasana baru. Yang paling penting adalah selamat tinggal suasana trauma center.
“Ah, ini dia tempatnya!” seru Scarlett dalam hati. Ia menemukan sebuah bangunan tua, sepertinya bekas toko atau restoran dengan gaya era perang dingin yang sudah berubah fungsi menjadi kantor relawan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, Women for Equality and Empowerment (WEE). Tampak ada logo WEE dengan tulisan “WEE CARE”.
“Ding… dong….” Scarlett menekan bel di depan pintu masuk kantor WEE. Dari luar tercium wangi roti, Scarlett menebak-nebak apakah kantor ini bekas toko roti.
Tidak ada jawaban langsung dari dalam. Hanya terdengar dua orang pria Italia sedang berbicara keras di teras sebuah cafe seberang kantor WEE.
Scarlett melihat menu sarapan kedua orang itu masih mengepul asap. Dari aroma karamel bawang, keju, dan croutons - Scarlett menebak sepertinya mereka memesan sup bawang.
Sungguh tidak biasa, di cuaca sekitar 2ºC ini mereka bisa sarapan di depan teras, dan lebih aneh lagi Onion Soup tidak biasanya dihidangkan di pagi hari di London. Sup Perancis itu lebih lazim dinikmati saat makan siang atau makan malam.
Scarlett jadi berusaha mengingat apakah Onion Soup lazim disajikan di pagi hari atau tidak. Jangan-jangan ia yang salah mengingat. Ia mulai menyiksa ingatannya kembali - ada dua orang Italia, dengan sup Perancis yang jarang terlihat sebagai menu sarapan pagi di London, dan mereka duduk di teras di cuaca yang hampir menyentuh 0ºC. “Ah, sudah lah..” kata Scarlett dalam hati. Ia menyerah tidak mau memaksa otaknya.
Scarlett hendak menekan bel kembali, tapi ia mengurungkan niatnya ketika terdengar samar-samar dari dalam dan ada langkah yang tergesa-gesa menuju pintu masuk.
Pintu dibuka dari dalam.
“Hai… Selamat pagi!” sapa manis seorang wanita muda berkulit kecoklatan berumur sekitar 25-an dengan rambut bergaya Fulani Braids. Sekilas ia nampak seperti warga Inggris keturunan Afrika, tapi jika melihat wajah dan kulitnya yang tidak terlalu gelap, sepertinya ia juga keturunan campuran Eropa.
Ia menggunakan hoodie berwarna merah muda dan celana oversized hitam. Ia juga memilih sepatu tiga warna yaitu ungu, biru dan pale pink. Sepertinya gadis ini penggemar fashion, atau menikmati harmonisasi warna.
“Selamat pagi!” jawab Scarlett, “Aku Scarlett Corbyn, aku mendapatkan informasi…”
“Oh ya!! Scarlett!” potong gadis itu “Kau tepat waktu! Oh, tidak.. Maksudku…. sebenarnya kau datang terlalu pagi, tapi bagaimana ya? Intinya kau datang di waktu yang tepat! Ada hal yang mendesak! Ayo masuk, masuk.. udara di luar dingin!”
“Ann! Ann! Teman baru kita sudah tiba! Segeralah bersiap!” teriak gadis itu ke dalam memanggil temannya yang lain.
“Er.. Scarlett, seperti yang kita bicarakan sebelumnya, sebenarnya kita mulai bekerja jam 10 pagi, tapi hari ini ada kasus mendesak! Untung kau datang lebih pagi. Ada Stress Call!”
“Oh begitu ya?” jawab Scarlett, “Aku berangkat lebih pagi karena takut salah alamat..”
Scarlett membersihkan sepatunya di keset dan masuk ke dalam, lalu segera menutup pintu. Gadis fulani braids itu pun menuju ruang dalam.
“Oh iya..” tiba-tiba gadis itu membalikkan badannya.
“Sorry lupa.. hai, aku Charlotte..” gadis itu menyapa dan menjabat tangan Scarlett terburu-buru sambil tersenyum.
“Aku Charlotte Alison. Panggil aku Char atau Charlotte, jangan miss Alison ya! Tidak perlu memulai pagi yang dingin ini dengan formalitas yang tidak perlu, oke?”
“Hai, Charlotte!” Scarlett membalas sapaan Charlotte, "Senang berkenalan denganmu,"
“Er.. tunggu sebentar ya!”
Scarlett mengangguk tanpa menjawab dengan kata-kata.
“Ann!! Ayo cepat!” teriak Charlotte ke arah ruangan dalam.
“Iya, iya!” jawab seorang gadis yang dipanggil Ann dari dalam, “Sebentar, aku akan ke situ! Tunggu!”
“Oke, Scarlett..” Charlotte mengatupkan kedua belah tangannya didepan dada sambil mengusap-usapkan kedua telapak tangannya supaya hangat, “Bagaimana kalau kau bantu dirimu sendiri untuk mengambil bekal sarnie untuk sarapanmu sendiri, dan juga ada kopi atau teh yang bisa kau nikmati. Pastikan kau mengambilnya ya, karena kegiatan kita adalah relawan dari kantor nirlaba, bisa jadi gaji kita bulan ini hanya dalam bentuk sarnie dan kopi.”
“Ah!” Scarlett kaget “Benarkah kita hanya digaji dengan sandwich dan kopi? Aku harus membayar biaya sewa tempat tinggal dan transportasi setiap bulan, aku kira..”
“CANDA!!! BERCANDAAAA!!!” Charlotte tertawa kecil dengan manis memperlihatkan deretan giginya yang bersih dan rapi sambil kedua tangannya mengarah ke tumpukan roti lapis di atas sebuah piring di sudut ruangan. Sarnie adalah bahasa slang di Inggris untuk kata sandwich atau roti lapis.
Scarlett agak canggung mendengar gurauan Charlotte yang kurang lucu, tapi ia membalasnya lagi dengan senyuman, lalu melepaskan mitten-nya.
“Eh, baiklah.. Akan aku ambil ya.. Terima kasih..” kata Scarlett.
Scarlett merasa Charlotte yang berbicara seperti rapper berlomba dengan laju kereta Eurostar. Tapi karena logatnya seperti penyiar berita BBC, secepat apa pun ia berbicara akan lebih mudah dimengerti.
“Sama-sama…” jawab Charlotte dengan manis lalu beranjak ke dalam meninggalkan Scarlett. Tapi beberapa detik kemudian ia berhenti dan menoleh kembali ke arah Scarlett, “Oh! Kau membawa tumbler sendiri kan? Untuk isi kopi? Atau teh? Eh, gak ada teh.. Cuma kopi deng..”
Scarlett membuka ransel merahnya dan ia mengambil tumbler berwarna pink dan memperlihatkannya kepada Charlotte.
“Oh manis sekali!” jawab Charlotte, “Warnanya cocok dengan hoodie-ku! Eh, maaf ya.. Kami tidak menyediakan gelas kertas lagi karena kita juga sudah harus mengurangi dan memilah sampah, tapi nampaknya kau sudah mengerti mengenai hal ini!”
Scarlett mengangguk setuju.
“Zero waste!” bisik Charlotte, “Hmm… permisi sebentar, aku harus ke dalam untuk menjemput tuan puteri kita yang tidak keluar-keluar dari tadi. Pastikan bekalmu penuh, dan tumbler-mu terisi, Scarlett!”
Kampanye zero waste sangat umum dikenal oleh generasi millennials dan generasi Z di seluruh Britania Raya sejak millenium ketiga atau tahun 2000.
Di tahun 2019 ini, giliran generasi Alpha yang meneruskan gaya hidup ramah lingkungan ini melalui pendidikan dini di sekolah. Limbah sampah luar biasa di Eropa sebelumnya tidak diperhatikan, ternyata bisa mengancam ketersediaan air bersih di tahun 2050 nanti.
Kampanye ini adalah filosofi sekaligus gaya hidup minim sampah seperti Refuse, Reduce, Reuse, Recycle dan Rot dengan salah satu cara yang sederhana adalah membawa tempat minum sendiri ke mana-mana supaya bisa mengurangi sampah gelas sekali pakai.
“Ann!” Charlotte kembali menggerutu dan masuk ke dalam.
Scarlett mengambil sepotong roti lapis dan memasukkannya ke tempat bekalnya sendiri. “Aroma roti ini rupanya yang tercium dari luar tadi,” kata Scarlett dalam hati.
Ia membuka tumbler-nya dan menuang kopi yang sangat wangi itu. Scarlett menebak kopi tersebut adalah hasil pemanggangan biji kopi Arabika Ethiopia.
Dari dalam terdengar dua orang berbicara, dan rupanya pembicaraannya masih akan menyita waktu lebih lama lagi.
Roti lapis yang disajikan ternyata potongan Jambon Beurre. Roti lapis khas Perancis yang terdiri dari baguette yang diberi isi irisan daging tipis dan mentega. Sandwich ini memiliki rasa yang sederhana namun nikmat, dan memiliki tekstur yang renyah sekaligus lembut. Biasanya disajikan dalam potongan baguette panjang, tapi ini lebih mudah dinikmati karena sudah dipotong-potong dengan ukuran lebih kecil.
Scarlett merasa senang melihat roti lapis yang berbeda. Beberapa minggu ia hanya makan grilled cheese sandwich, roti lapis yang disediakan trauma center tempat ia dirawat dulu.
Setelah memasukkan satu potong Jambon Beurre ke tempat bekal, ia mengambil satu potong lagi untuk langsung dimakan.
“Oh!” seru Scarlett dalam hati, “ENAK SEKALI!!”
Entah apakah roti lapis ini memang sangat enak, atau karena gratis - Scarlett Corbyn sudah tidak bisa membedakannya.
Tidak lama kemudian, suara dua orang saling berargumen tadi makin jelas dan kemudian muncul di depan Scarlett yang sudah menunggu.
“Maaf membuatmu menunggu, Scarlett..” kata Charlotte Alison datang bersama seorang gadis tinggi ke ruang depan, “Ini Ann, Ann Loughty.. dan Ann, ini Scarlett… eh maaf, nama belakangmu siapa ya, aku lupa..”
“Corbyn..” jawab Scarlett, “Scarlett Corbyn..”
“Hai Scarlett!” seorang gadis yang tingginya mungkin hampir 180 cm, kurang lebih berumur sama dengan Charlotte, berkulit putih pucat, pipi bersemu merah seperti ilustrasi buku dongeng, dengan rambut coklat kemerahan diikat dua - menyapa Scarlett.
Akhirnya ada juga orang yang tingginya hampir menyaingi Dayton Hughes - pria yang ia kenal di trauma center.
Dayton memiliki tinggi ideal sebagai atlet bola basket. Kemungkinan tinggi badannya sekitar 185 cm. Sayangnya Dayton tidak menyukai olahraga bola basket, namun ia pun tidak menjadi goalkeeper untuk meneruskan generasi kiper tinggi seperti Jordan Pickford.
“Senang berkenalan denganmu, Scar.. Kamu kuning-kuning biru seperti minion!” tambah Ann sambil pandangannya sibuk ke arah Jambon Beurre. Rupanya ia tergiur juga ketika melihat Scarlett menikmati roti lapis tersebut. Sementara itu Scarlett baru sadar bahwa ia memakai beanie hat kuning muda, jaket kuning, dan celana denim biru. Pantas saja ia disebut minion.
Ann Loughty berbicara dengan logat Skotlandia yang kental, dandanannya berbeda dengan Charlotte Alison. Ann lebih bergaya monokrom, pakaiannya serba abu-abu seperti langit London.
Ia memakai sweater abu-abu muda dengan corak rajutan Skotlandia yang indah, celananya denim abu-abu tua dengan bahan fleece hangat di dalamnya. Yang tidak abu-abu hanya jaket putih, scarf hitam, dan sepatu tenis putih dengan aksen hijau di bagian atasnya.
“Jam berapa ini?” tanya Charlotte pada dirinya sendiri “Astaga, Ann.. kau dandan menghabiskan waktu hampir 30 menit.. Sekarang sudah hampir pukul sembilan! Mana ada stress call pula!”
“Stress Call?” Scarlett tidak mengerti, terlalu banyak hal yang mengejutkan di hari pertama bekerja sebagai relawan di WEE.
“Iya, Stress Call!” jawab Charlotte, “Aku jelaskan di mobil ya, kita sudah terlambat nih!”
“Rupanya semua briefing di kantor ini dilakukan di mobil.” komentar Scarlett di dalam hati.
Charlotte Alison melilitkan scarf ungu di lehernya, lalu menyambar backpack putih dan bergegas menuju pintu utama. Tapi kemudian ia kembali lagi, rupanya ia lupa membawa kunci mobil, “Ayo nona-nona, saatnya bekerja!”
Scarlett mengikuti Charlotte ke luar, diikuti Ann.
“Er.. Ann!” tiba-tiba Charlotte membalikkan badan, “Jangan lupa kunci pintu!”
“Iya, iya!” jawab Ann sambil sibuk membawa Jambon Beurre di tempat bekalnya, “Sedang aku kunci..”
“Kita perlu beberapa menit untuk berjalan ke tempat parkir.” kata Charlotte kepada Scarlett, “Anggap saja olah raga pagi ya?”
“Oke..” Scarlett mengangguk sambil berjalan mengikuti Charlotte.
Mereka melewati dua orang Italia yang masih bercakap-cakap di teras seberang. Scarlett melirik menu mereka. Onion Soup mereka sudah habis. Sekarang mereka sedang meneguk Espresso yang ditemani Smoked Salmon dan Cream Cheese Bagels.
Salah satu pria Italia itu melirik ke arah Scarlett, sementara rekan di depannya masih berbicara tanpa henti dengan bahasa Italia.
Scarlett langsung memalingkan muka supaya tidak tertangkap basah bahwa ia tertarik dengan sarapan pagi kedua orang itu.
“Oh, aku benci jalan basah begini!” keluh Ann Loughty sambil mengunyah Jambon Beurre-nya. “Oh ya Scarlett, kau mau? Aku bawa semuanya dari kantor.”
“Terima kasih, Ann.” jawab Scarlett, “Aku sudah membawanya di backpack.”
“Makanlah lagi!” kata Ann sambil memberi sepotong Jambon Beurre kepada Scarlett “Ini buatan bibi Elara Windsor, dia yang terbaik! Bibi Elara membuatnya dari pagi buta lalu mengantarnya ke kantor ketika hujan turun. Aku mulai menyukai kantor relawan ini, tapi tidak dengan cuaca bulan Desember.”
“Ayo nona-nona!” kata Charlotte “Cepat sedikit! Jangan makan melulu!”
“Bilang saja kalau minta bagian!” kata Ann sekali lagi sambil memberi 2 potong Jambon Beurre kepada Charlotte Alison yang sudah tertawa lebih dahulu.
“Huh! Jalannya basah!” Ann berjalan sambil sedikit berjinjit.
Di sepanjang jalan yang belum kering, ketiga gadis itu bergegas jalan cepat sambil mengunyah roti lapis menuju Soho Square, tempat mobil diparkir. Angin London bertambah dingin walau matahari sudah mulai menampakkan diri sedikit dari balik awan yang kelabu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Mirabella
detailnya bagus. menulisnya pasti membutuhkan ketekunan dan ketelitian tingkat tinggi. satu babnya ini berapa kata kak kalau boleh tahu?
2024-03-30
1
Mirabella
indonesia apa kabar?
2024-03-30
1
Mirabella
hahaha aku juga kaget, masa cuma digaji roti dan kopi ... ternyata prank 🤣
2024-03-30
1