"Jadi pacarku dan kau langsung tandatangani kontrak ini"
Tubuh Freya benar-benar membeku ketika mendengar suara Tuan Muda yang terdengar dingin dan pemarah ini. Tuan Muda arogan yang tiba-tiba melemparkan surat kontrak untuk menjadi pacarnya. Entah apa maksudnya, namun Freya juga tidak bisa menolaknya. Karena memang dia sudah melakukan kesalahan yang besar yang tidak mungkin bisa mengganti rugi dengan uangnya.
Biarlah dia ganti rugi dengan hidupnya.
Arven yang mempunyai penilaian sendiri terhadap semua wanita, mulai di patahkan oleh Freya. Selama gadis itu menjadi pacar kontraknya, banyak hal yang ditemukan Arven dalam kehidupannya. Pemikiran dia tentang wanita, yang tidak semuanya benar.
Entah bagaimana kisah mereka selanjutnya..? Mungkinkah akan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah? Kisah dengan perbedaan status sosial yang tinggi juga akan menjadi penghalang utama hubungan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#30# Kencan Diakhir Pekan
Siang ini, di akhir pekan sengaja Arven membawa kekasihnya untuk pergi nonton. Sebenarnya bukan Arven yang mengajaknya, namun Freya yang ingin nonton. Mungkin karena Freya rasa jika pasangan yang sedang berkencan, memang seringnya menonton selain jalan-jalan biasa saja.
"Sayang, kenapa pesan 4 kursi? Kita hanya berdua loh, apa mungkin ada teman kamu yang mau ikut nonton juga?" tanya Freya bingung saat mereka baru masuk ke dalam ruang bioskop ini.
Arven hanya tersenyum saja, dia duduk dengan Freya di tengah diantara 4 kursi yang dia pesan itu. Tentunya sebelah Freya dan dirinya akan kosong kalau memang tidak ada yang menepati.
"Biar kita tenang saja menontonnya, biar kamu tidak duduk dekat pria lain dan aku juga aman" ucap Arven dengan santai.
Freya langsung menggeleng tidak percaya dengan ucapan Arven barusan. Membuat dia langsung melirik ke sampingnya, dan benar terhalang satu kursi darinya duduk dua orang pria yang mungkin sengaja datang bersama temannya untuk menonton. Dan terhalang satu kursi di samping Arven juga ada pasangan yang duduk disana.
Kenapa dia bisa sampai berpikir seperti ini ya. Padahal memang biasanya kalau menonton di bioskop pastinya akan duduk berdampingan dengan orang lain. Ah, sepertinya aku lupa, dia 'kan Tuan Muda yang melakukan semua hal sesuka hatinya saja. Sudahlah, biarkan saja apa yang dia lakukan, lagian dia juga yang bayar. Hehe.
Freya jadi ingin tertawa sendiri dengan tingkah Arven ini. Prianya yang terlalu posesif padanya hingga tidak mengizinkan pria lain duduk disamping Freya, padahal ini di dalam bioskop dan sudah biasa seperti itu. Namun memang ini Arven, dan Freya harus memakluminya.
Freya langsung merangkul tangan Arven dan menyandarkan kepalanya di lengan pria itu. Menatap layar besar di depannya yang mulai menyala dan film akan segera di putar.
Tapi, sungguh aku bahagia sekali diperlakukan seperti ini. Seolah diriku ini memang begitu berharga baginya, meski sikapnya dan caranya yang terlalu posesif.
Hampir dua jam, akhirnya film selesai juga. Freya terlihat sangat senang karena bisa menonton film yang baru tayang dan memang cukup booming. Namun berbeda dengan ekspresi pria disampingnya ini. Saat keluar dari bioskop, dia terlihat dingin dan seolah tidak menikmati alur cerita dari film yang mereka tonton barusan.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Freya bingung.
"Kenapa pada akhirnya si perempuan harus menikah dengan pria lain? Bukannya dia mencintai cinta pertamanya itu, kenapa malah menikahi pria lain?" ucap Arven dengan nada suara yang kesal.
Freya terkekeh mendengar itu, tentu saja dirinya juga tidak menyangka kalau Arven memang benar-benar menikmati alur ceritanya, hingga dia terbawa suasana dan berubah kesal karena ending dari film itu tidak sesuai harapannya.
"Sayang, dalam cerita yang kita tonton tadi. Memang mengajarkan tentang takdir yang memilih, jadi semuanya hanya bisa mengikuti alur takdirnya masing-masing..."
"....Mungkin yang terbaik untuk si perempuan memang bukan pria yang menjadi cinta pertamanya, tapi pria yang menikah dengannya. Lagian hubungannya dengan cinta pertamanya itu tidak pernah mendapat restu dan selalu ada rintangan sulit. Jadi, Tuhan berikan pria lain yang akan membuatnya bahagia" ucap Freya dengan lembu, meski dia ingin tertawa karena Arven yang terlalu terbawa suasana dengan alur cerita dari film yang mereka tonton barusan.
Arven langsung berhenti melangkah, dia berbalik dan menatap Freya yang berdiri disampingnya. Menatapnya dengan tajam, namun dibalik tatapan itu seolah ada sebuah ketakutan dan kegelisahan yang dalam.
"Jangan sampai kamu seperti dengan perempuan dalam film itu. Kau hanya akan menikah denganku dan menjadi milikku" tekan Arven.
Freya terdiam, sepertinya dia mengerti sekarang kenapa sikap Arven yang tiba-tiba berubah setelah selesai menonton. Karena ternyata kisah di film itu hampir sama dengan hubungan mereka saat ini. Cinta tanpa restu. Dan bodohnya, Freya baru menyadarinya.
Arven dan Ferya lanjut jalan-jalan mengelilingi mal, sambil melihat-lihat barang yang siapa tahu ingin mereka beli sekarang.
"Sayang, mau beli baju?"
Sudah banyak sekali pertanyaan seperti itu dari Arven pada kekasihnya ini. Entah menawarkan barang atau makanan. Namun Freya selalu menggeleng karena memang dia tidak berniat membeli barang apapun saat datang kesini. Dia hanya ingin pergi nonton dan jalan-jalan saja bersama dengan kekasihnya.
"Kenapa selalu menggeleng, memangnya tidak ada yang ingin kamu beli?" Tanya Arven heran, bahkan banyak wanita yang merengek untuk dibelikan sesuatu oleh kekasihnya. Tapi Freya malah menolak saat Arven sengaja menawarkannya.
"Aku hanya ingin jalan-jalan saja sama kamu, bukan untuk beli barang. Lagian kalau mau beli barang, bisa online saja" ucap Freya apa adanya.
Arven langsung mengecup pipi Freya dengan gerakan cepat. Sungguh dia sangat bangga bisa mempunyai kekasih seperti Freya. Gadis yang ada adanya dan tidak pernah banyak menuntut apapun darinya. Meski dia tahu kalau Arven akan mampu memberikannya.
"Sayang, malu ih"
Wajah Freya langsung memerah ketika Arven mengecup pipinya. Apalagi cukup banyak orang disana, meski mungkin tidak semuanya melihat ke arah mereka karena mereka semua juga mempunyai fokus masing-masing. Tapi, tetap saja membuat Freya sangat malu sekali.
"Kenapa harus malu, kau adalah pacarku" ucap Arven santai.
Freya hanya menghela nafas pelan, tahu kalau kekasihnya ini memang tidak pernah mau kalah kalau sedang berdebat. Yang terpenting baginya adalah ketika semua orang tahu kalau Freya adalah miliknya. Sudah, itu saja. Arven hanya tidak ingin ada yang melirik gadisnya ini.
"Sayang, aku lapar" ucap Freya, akhirnya ada juga yang dia inginkan selama mereka jalan-jalan di mal ini.
"Mau makan apa, hmm?" Tanya Arven dengan lembut.
Freya merangkul lengan Arven dengan menyandarkan kepalanya di lengan pria itu. "Apa saja, habis makan kita langsung pulang saja ya"
"Loh kenapa?" Sang pacar yang masih ingin menghabiskan waktu bersama dengan kekasihnya ini langsung protes saat Freya berkata ingin langsung pulang. Padahal dia masih merindukan Freya saat ini.
"Ya gak papa, takutnya ada yang lihat orang yang kenal sama kamu" ucap Freya.
Sejak tadi mereka pergi ke mal ini, memang itu yang Ferya tajutkan dan menjadi kegelisahannya. Seandainya ada orang yang mengenal mereka dan melihat keduanya masih jalan bersama setelah kejadian di pesta saat itu. Tentunya akan semakin membuat rumit. Apalagi jika yang melihat mereka berdua ini adalah orang yang kenal dengan orang tua Arven.
"Arven"
Deg,, ketakutan dalam pikiran Freya ini seolah sedang menjadi kenyataan. Seorang Ibu memanggil Arven dan langsung menghampirinya. Tentu saja membuat Freya tegang dan langsung ingin melepaskan rangkulan tangannya di lengan Arven. Namun pria itu malah menahan tangan Freya agar tidak lepas.
Bersambung